Langsung ke konten utama

Predator Mengancam Anak Kita



Oleh Don Zakiyamani

Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukan trend kekerasan terhadap anak-anak di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Kasus kekerasan terhadap anak pada tahun 2016 tercatat 4.620 kasus dan angka ini meningkat dibandingkan tahun 2015 yang terekam ada 4.309 kasus kekerasan terhadap anak.

Trend negatif ini patut menjadi perhatian semua pihak tanpa terkecuali. Tahun 2016 KPAI juga mencatat setidaknya anak menjadi korban pornografi sebanyak 587 kasus. Angka ini sangat dinamis serta cenderung melebihi catatan KPAI karena masih banyak kasus kekerasan yang tidak dilaporkan.

Kasus pelecehan seksual yang dialami anak-anak merupakan salah satu kasus yang jarang dilaporkan. Ambil contoh kasus sodomi yang dilakukan seorang pria (29 tahun) asal Jawa Tengah. Berdasarkan pengakuannya ia telah melakukan sodomi terhadap anak-anak sejak 2003 hingga 2016 dan baru ditangkap Maret 2017 yang lalu.

Pria tersebut mengaku menyodomi korbannya sebanyak 3-4 kali. Aksi bejatnya baru diketahui setelah salah satu korbannya melaporkan pada gurunya. Kasus ini semakin membuka tabir masih lemahnya kontrol sosial terhadap anak-anak, baik oleh orang tua maupun masyarakat sebagai satu kesatuan.

Tentu tidak tertutup kemungkinan masih banyak kasus kekerasan terhadap anak yang belum terungkap. Beberapa waktu yang lalu para predator anak-anak malah semakin berani muncul dipermukaan. Mereka menggunakan kode tertentu untuk target dan membicarakan hal itu disosmed. Ini menjadi tugas bersama kita dalam mencegah maupun memantau setiap gerakan para predator anak.

Para orang tua harus lebih sering berbincang pada anak-anak mereka. Kasus diatas menunjukan bagaimana lengahnya para orang tua terhadap anaknya sendiri. Andaikata korban terakhir tak mengadukan aksi bejat tersebut seperti 14 korban lainnya tentu kasus itu tidak terungkap hingga kini.

Fenomena orang tua yang enggan melaporkan kasus sodomi terhadap anaknya pun masih banyak. Kebanyakan mereka berpikir hal itu merugikan anak dan aib keluarga. Dasar pemikiran itulah yang menyebabkan mereka mendiamkan saja apalagi bila pelaku kerabat sendiri.

Pola pemikiran seperti itu belakangan mulai berubah walaupun belum sepenuhnya. Selain korban seksual, anak-anak merupakan korban potensial dari kejahatan pornografi. Sosmed seperti facebook misalnya, kontennya belakangan ini sangat tidak wajar dikonsumsi anak-anak.

Akibat konten-konten pornografi yang begitu mudah diakses anak-anak, dampaknya kejahatan seksual yang dilakukan anak terhadap anak lainnya semakin memprihatinkan. Pengawasan harus dilakukan orang tua serta melibatkan seluruh komponen masyarakat. Upaya pencegahan harus dilakukan guna menghindari efek konten pornografi didunia maya.

Kejahatan seksual yang dialami anak-anak tentu sangat merugikan masa depan mereka. Kita tak boleh hanya membaca berita-berita terkait hal itu tanpa langkah taktis dan strategis. Kita juga boleh hanya berharap pada aparatur negara semata maupun lembaga-lembaga yang konsen pada perlindungan anak.

Banyak tips yang sudah diberikan para ahli terkait melindungi anak dari sosmed dan internet. Banyak pula pendapat dan upaya melindungi anak-anak dari kekerasan terutama kejahatan seksual. Satu contoh kecil yang sering kita anggap remeh ketika anak enggan bersalaman dengan yang baru ia kenal.

Kebanyakan orang tua akan membujuk anak untuk mau bersalaman, padahal tindakan itu tidak sepenuhnya benar. Biarkan anak belajar berkata tidak, hal itu penting agar anak tidak mudah dirayu predator. Modus predator yang memberikan sesuatu berupa uang atau benda berharga sering kita jumpai. Setelah itu predator akan menyalami anak dan mulailah ia beraksi. 

Jangan ajarkan anak-anak selalu berkata iya akan tetapi berkata tidak juga penting bagi mereka. Anak-anak tidak mau bersalaman karena mereka butuh proses mengenal siapa yang dihadapan mereka. Semoga saja dengan sikap itu ketika predator merayu, anak-anak tak mudah terbujuk.

Walaupun sudah setahun Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diundangkan namun pelaku kejahatan seksual terhadap anak belum berkurang signifikan.

Padahal UU itu tidak hanya memberikan pemberatan sanksi pidana dan pengumuman identitas pelaku, tetapi juga ada ancaman hukum tambahan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik untuk pelaku berusia dewasa.

Hal berarti kejahatan seksual terhadap anak-anak harus dicegah dan dilawan bersama. Anak-anak adalah amanah illahi yang akan dipertanggungjawabkan kelak serta merekalah masa depan bangsa ini. Jangan rusak masa depan mereka karena enggan dan lalainya kita menjaga mereka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi Besar Arisqa Rinaldi Terwujud dalam Usaha dan Doanya

Arisqa murid kelas 5 SDN 2 Kandang, Kecamatan Kleut Selatan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada ilmu pengetahuan, yaitu di bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Setiap malam, dia selalu meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku tentang sains, melakukan eksperimen sederhana dan bertanya kepada gurunya tentang berbagai fenomena alam yang menarik minatnya. Keinginannya untuk memahami dunia di sekitarnya tidak pernah kandas dan mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di tingkat Kabupaten Aceh Selatan. Arisqa menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, dia harus bekerja keras dan berlatih dengan tekun.  Dengan dukungan penuh dari orang tuanya yang selalu mengingatkannya di depan pintu gerbang sekolahnya, ayahnya berkata, “Nak teruslah berproses dan jangan lupa hormati gurumu”.    Dengan    bimbingan dari guru-guru di sekolahnya, Arisqa mempersiapkan diri dengan baik. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Arisqa selalu menyempat...

Profesor

Oleh Ahmad Rizali Berdomisili di Depok Jagat maya akademik sedang gaduh karena ibu Megawati memperoleh gelar Guru Besar Tidak Tetap Honoris Causa dari Universitas Hankam.  Beberapa sahabat saya sering jengah bahkan ada yang berang, karena kadangkala saat diundang bicara dalam sebuah perhelatan akademis, ditulislah di depan namanya gelar Prof. Dr.    Setiap saat pula beliau menjelaskan bahwa dirinya hanya S1.  Satu lagi sahabat saya yang bernasib sama dengan yang di atas. Kalau yang ini memang dasar "rodok kusruh" malah dipakai guyon. Prof diplesetkan menjadi Prov alias Provokator, karena memang senangnya memprovokasi orang dengan tulisan-tulisannya , terutama dalam diskusi cara beragama dan literasi.  Sayapun mirip dengan mereka berdua. Namun karena saya di ijazah boleh memakai gelar Insinyur, tidak bisa seperti mereka yang boleh memakai Drs, yang juga kadang diplesetkan kembali menjadi gelar doktor lebih dari 1. Saya pikir mereka yang pernah memperoleh gelar Do...

Berbagi Rambutan

  Oleh Salsabila Z   ​ Hari ini, Zain memanen buah rambutan di samping rumah bersama sang Ayah. Ia senang sekali, karena pohon rambutannya berbuah lebat dan rasanya pun manis. ​ “Alhamdulillaahh...” ujar Zain sambil memakan satu buah rambutan. ​ “Iya, alhamdulillaah...” ujar Ayah.”O ya, nanti Zain bantu Kak Salma membagi buah rambutann ini ke tetangga ya?” pinta Ayah sambil membagi  buah-buahan itu  sama banyak lalu menalinya dengan rafia. ​ “Kenapa dibagi Yah? Mending ,  kita  jual saja.  Biar tetanggak kita beli, lalu kita dapat banyak uang ,  deh,” usul Zain. Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya untuk membeli mainan baru  dari hasil menjual rambutan  nanti . ​ “Ya, nanti kita akan jual rambutan ini kepada Pak Sukri, pedagang buah samping pasar itu. tapi tidak semuanya. Ada yang kita bagi sama tetangga dan ada juga yang kita sisihkan untuk kita makan sekeluarga,” jawab Ayah. ​ “Kok begitu Yah?” ​ “Ya, tidak ada salahn ya   dong,...