Langsung ke konten utama

Warung Kopi di Aceh Layaknya Kampus



 Oleh Arini Izzati
Mahasiswi Jurusan Ekonomi Syariah, UIN Ar-Raniry, Darussalam Banda Aceh

            Bercerita soal Aceh ini, memang tak jauh dari yang namanya warung kopi. Umumnya saat belum adanya wifi di warung kopi para pelanggannya adalah dari kalangan bapak-bapak. Minim sekali para pelanggannya yang mahasiswa, namun sejak era digital semakin canggih dan hadirnya wifi, akhirnya banyak para pembisnis warung kopi menyediakan wifi di warung kopi tersebut. Perubahan waktu yang juga menyebabkan pemesatan yang begitu luas akhirnya yang rata-rata para pengunjungnya adalah kaum laki-laki. Kini pun ada banyak perempuan  yang sebagiannya adalah mahasiswi yang duduk di warung kopi memanfaatkan wifi sebagai sarana mencari tugas.
            Ternyata jika disandingkan dengan kampus di Aceh, mungkin warung kopi bisa disebut layaknya kampus, sebab rata-rata kehadiran pengunjung yang datang ke warung kopi hampir sama dengan mahasiswa yang hadir ke kampus. Beberapa hari yang lalu saya sempat berkunjung ke sebuah warung kopi yang tak jauh dari kampus. Saya coba melihat beberapa pengunjung yang dominan dari mereka adalah mahasiswa. Saya sempat bertanya kepada pemilik warung kopi tersebut, berapa banyak para pengunjung yang datang setiap harinya? Kemudian beliau menjawab jika diperkirakan yang datang dari siang sampai sore itu sekitaran 200 orang. Kalau malam mungkin sekitaran 150 orang.
            Eskpektasi yang menjadi lawan realita sama seperti kita melihat ekspektasi mahasiwa di warung kopi dan mahasiswa di kampus. Realitanya yang menjejaki tapak di warung kopi adalah banyaknya para  pemain game online dan sedikit lebihnya hanya ada kemungkinan 30% yang realitanya membuat tugas dan kepentingan produktif. Bahkan ada yang mengatakan “warung kopi jejaknya para mahasiswa”. Tidak menjadi permasalahan jika tujuan itu adalah hanya sekedar datang duduk, minum dan bermain game, namun sangat disayangkan karena mahasiswa sekarang ini senang berinvestasi ke warung kopi dengan bermain game.
            Ada hal menarik beberapa hari yang lalu, yang biasa dominan di warung kopi adalah para gamer dan para-para mahasiwa yang sibuk mendownload film. Saya melihat ada suatu kegiatan produktif yaitu bermain saham, bahkan ada juga yang memanfaatkan waktunya membuat skripsi. Alternatif yang menjadi kritis membuat para mereka yang produktif semakin maju.
            Mahasiswa memang dihadirkan  untuk bisa berinovasi dengan berbagai inovasi terbaru dan terbaik. Yang menjadi kolaborasi warung, kopi, dan wifi. Warung yang menjadi sarana dan kopi menjadi penikmat lidah, namun yang paling miris wifi  sebagi tuan yang malah memperbudak kita. Persentasenya menjadi meningkat ketika kita berlomba-lomba mencari wifi untuk streaming, bahkan bermain game dan hal yang tidak bermanfaat lainnya. Bagaimana bisa kita menjadi maju kalau tuannya adalah robot padahal yang menciptakannya adalah manusia.
            Kaitan objektif yang menjadi efektif membuat wifi menjadi indikator yang relevan untuk masa kini dan masa depan. Bagaimana caranya mahasiswa yang duduk di warung kopi membuat interpretasi yang bermanfaat terhadap diri sendiri, bahkan untuk orang lain. Ada banyak dampak positif yang menjadi kajian baik untuk para penggemar warung kopi. Adalah murah yang menjadi tempat nyaman dan fasilitas yang membangun akhirnya menjadi alternatif bagi para mahasiswa, jangan sampai warung kopi menjadi target dan kampus menjadi dilema.
           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi Besar Arisqa Rinaldi Terwujud dalam Usaha dan Doanya

Arisqa murid kelas 5 SDN 2 Kandang, Kecamatan Kleut Selatan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada ilmu pengetahuan, yaitu di bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Setiap malam, dia selalu meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku tentang sains, melakukan eksperimen sederhana dan bertanya kepada gurunya tentang berbagai fenomena alam yang menarik minatnya. Keinginannya untuk memahami dunia di sekitarnya tidak pernah kandas dan mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di tingkat Kabupaten Aceh Selatan. Arisqa menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, dia harus bekerja keras dan berlatih dengan tekun.  Dengan dukungan penuh dari orang tuanya yang selalu mengingatkannya di depan pintu gerbang sekolahnya, ayahnya berkata, “Nak teruslah berproses dan jangan lupa hormati gurumu”.    Dengan    bimbingan dari guru-guru di sekolahnya, Arisqa mempersiapkan diri dengan baik. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Arisqa selalu menyempat...

Profesor

Oleh Ahmad Rizali Berdomisili di Depok Jagat maya akademik sedang gaduh karena ibu Megawati memperoleh gelar Guru Besar Tidak Tetap Honoris Causa dari Universitas Hankam.  Beberapa sahabat saya sering jengah bahkan ada yang berang, karena kadangkala saat diundang bicara dalam sebuah perhelatan akademis, ditulislah di depan namanya gelar Prof. Dr.    Setiap saat pula beliau menjelaskan bahwa dirinya hanya S1.  Satu lagi sahabat saya yang bernasib sama dengan yang di atas. Kalau yang ini memang dasar "rodok kusruh" malah dipakai guyon. Prof diplesetkan menjadi Prov alias Provokator, karena memang senangnya memprovokasi orang dengan tulisan-tulisannya , terutama dalam diskusi cara beragama dan literasi.  Sayapun mirip dengan mereka berdua. Namun karena saya di ijazah boleh memakai gelar Insinyur, tidak bisa seperti mereka yang boleh memakai Drs, yang juga kadang diplesetkan kembali menjadi gelar doktor lebih dari 1. Saya pikir mereka yang pernah memperoleh gelar Do...

Berbagi Rambutan

  Oleh Salsabila Z   ​ Hari ini, Zain memanen buah rambutan di samping rumah bersama sang Ayah. Ia senang sekali, karena pohon rambutannya berbuah lebat dan rasanya pun manis. ​ “Alhamdulillaahh...” ujar Zain sambil memakan satu buah rambutan. ​ “Iya, alhamdulillaah...” ujar Ayah.”O ya, nanti Zain bantu Kak Salma membagi buah rambutann ini ke tetangga ya?” pinta Ayah sambil membagi  buah-buahan itu  sama banyak lalu menalinya dengan rafia. ​ “Kenapa dibagi Yah? Mending ,  kita  jual saja.  Biar tetanggak kita beli, lalu kita dapat banyak uang ,  deh,” usul Zain. Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya untuk membeli mainan baru  dari hasil menjual rambutan  nanti . ​ “Ya, nanti kita akan jual rambutan ini kepada Pak Sukri, pedagang buah samping pasar itu. tapi tidak semuanya. Ada yang kita bagi sama tetangga dan ada juga yang kita sisihkan untuk kita makan sekeluarga,” jawab Ayah. ​ “Kok begitu Yah?” ​ “Ya, tidak ada salahn ya   dong,...