Langsung ke konten utama

Mahasiswa Unsyiah Meneliti Hukuman Cambuk di Aceh



Tiga mahasiswa Universitas Syiah Kuala yang terdiri dari dua mahasiswa Prodi Psikologi dan satu mahasiswa Prodi Ilmu Hukum yang tergabung dalam kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa-Penelitian Sosial Humaniora (PKM-PSH) melakukan penelitian bertema Persepsi Masyarakat Terhadap Hukuman Cambuk sebagai Bentuk Penerapan Qanun Jinayat di Aceh ditinjau dari Perspektif Psikologi. Penelitian ini berawal dari rasa ingin tahu dan ketertarikan tim peneliti terhadap fenomena pemberlakuan qanun jinayat, penegakan hukuman cambuk yang masih terus menuai pro dan kontra dan berbagai hal lainnya. Hal ini merupakan sebuah fenomena sosial yang mempengaruhi perilaku yang akan ditampilkan oleh individu, sehingga diperlukan kajian secara psikologi untuk mengetahui bagaimana fenomena sosial tersebut. Penerapan hukuman cambuk diharapkan mampu mengurangi pelanggaran syariat Islam di Aceh, namun pelaksanaan hukuman cambuk menimbulkan reaksi masyarakat yang berbeda-beda. Penerapan qanun jinayat terutama hukuman cambuk tersebut relatif banyak menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan baik akademisi, praktisi maupun masyarakat biasa. Hal ini tidak hanya muncul di daerah, tetapi juga di nasional dan bahkan di internasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dan pandangan masyarakat terhadap proses hukuman cambuk dari sudut pandang psikologi, yang mana belum pernah ada penelitian serupa sebelumnya yang pernah dilakukan.

Tim Peneliti yang terdiri dari Nurbaiti (Psikologi), Wahyuni (Psikologi) dan Maqbul Rizki (Ilmu Hukum) menggunakan metode penelitian kualitatif dengan melakukan proses observasi dan wawancara pada responden penelitian. Tim peneliti yang dibimbing oleh Staf Pengajar Psikologi yaitu Haiyun Nisa, S.Psi., M.Psi., Psikolog melakukan penelitian selama 2 bulan di kota Banda Aceh. Adapun responden dalam penelitian ini adalah akademisi yang terlibat dalam penyusunan qanun jinayat, instansi pemerintah yang berkaitan dengan penerapan qanun jinayat yaitu Dinas Syari’at Islam Aceh dan Wilayatul Hisbah, serta masyarakat umum yang berasal dari 3 wilayah di kota Banda Aceh, yaitu di Gampong Rukoh, Gampong Lueng Bata dan Gampong Lamgugop. Proses pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara individual dan diskusi kelompok terarah.

Sebagai sebuah provinsi, Aceh merupakan daerah yang menerapkan syari’at Islam dalam pelaksanaan tatanan kehidupan bermasyarakat. Pelaksanaan syari’at Islam diatur secara legal dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh (bidang agama, adat, pendidikan dan peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah), yang juga diperkuat dengan UU No. 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Proses pelaksanaan syari’at Islam juga dituangkan dalam Qanun Jinayat No. 6 Tahun 2014. Dalam proses implementasi syari’at Islam di Aceh, ada beragam pandangan dan penilaian dari masyarakat. 

Pandangan masyarakat sangat dipengaruhi oleh informasi yang diterima, pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki serta pengalaman terhadap hukuman cambuk tersebut. Pengaruh yang signifikan terhadap munculnya sebuah perilaku terkait hukuman cambuk sebagai sebuah bentuk penerapan qanun jinayah adalah berawal dari beragam pandangan yang dimiliki oleh masyarakat.

“Di gampong Lamgugob, hukuman cambuk baru dua kali dilaksanakan dan masyarakat sekitar turut menyaksikan. Ada pembelajaran yang didapat oleh masyarakat setelah menyaksikan hukuman cambuk. Namun, tidak bisa dipungkiri masih ada anak-anak yang ikut menonton, walaupun masyarakat dan aparat sudah mengupayakan untuk pelaksanaan hukum cambuk tidak ditonton oleh anak-anak,” Ujar salah satu warga Lamgugob.

Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan informasi bahwa masyarakat mengharapkan adanya peningkatan keadilan dalam pelaksanaan hukuman. Pemerintah perlu mengkaji kembali sebelum melaksanakan hukuman agar tidak terjadi kesalahan dalam menjatuhkan hukuman. Peraturan yang telah dibuat harus terus diperbaiki agak lebih efisien, misalnya anak-anak yang tidak boleh menonton, karena tontonan eksekusi hukuman cambuk memberikan dampak terhadap perkembangan anak, bahkan ada sebagian anak-anak yang meniru kembali proses hukuman cambuk tersebut. Hal ini tentunya memerlukan perhatian semua pihak agar tidak berdampak pada kondisi psikologis anak. 

Selain itu, konsistensi dan keseriusan dari pihak penegak hukum sangat diperlukan untuk terus menegakkan syariat islam di Aceh. Pelaksanaan hukuman cambuk diharapkan dapat menurunkan pelanggaran syariat Islam karena ada efek jera, bukan hanya bagi pelaku yang terpidana hukuman cambuk, tapi juga bagi masyarakat lainnya. Efek ini akan menimbulkan adanya rasa malu dan sedih ketika melihat hukum cambuk sehingga orang tua sering mengingatkan anak dan anggota keluarga lainnya agar tidak melakukan hal yang bisa kemudian dihukum dengan hukuman cambuk. Artinya peran keluarga menjadi sangat penting dalam pencegahan terjadinya pelanggaran syari’at Islam. 

Hal lainnya yang juga memerlukan perhatian para pihak dalam proses penerapan qanun jinayah adalah pemulihan psikologis, yang diharapkan memberikan bantuan kepada para terpidana untuk memulihkan kondisi psikologisnya setelah peristiwa yang dialami. Pemulihan psikologis ini juga diharapkan dapat membantu terpidana untuk tetap melanjutkan dan termotivasi dalam menjalani kehidupan berikutnya, sehingga dapat mencapai kebahagiaan dalam kehidupan. 

Tim peneliti berharap hasil penelitian ini dapat dipublikasikan dalam artikel ilmiah sebagai bentuk pengembangan keilmuwan serta dapat menjadi rekomendasi bagi pengambil kebijakan untuk pelaksanaan penerapan syari’at Islam yang lebih efektif. Tim peneliti berharap dukungan dari semua pihak agar hasil penelitian ini dapat berlanjut untuk dipresentasikan di ajang PEKAN ILMIAH NASIONAL MAHASISWA (PIMNAS) yang akan berlangsung bulan Agustus nanti di Yogyakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi Besar Arisqa Rinaldi Terwujud dalam Usaha dan Doanya

Arisqa murid kelas 5 SDN 2 Kandang, Kecamatan Kleut Selatan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada ilmu pengetahuan, yaitu di bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Setiap malam, dia selalu meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku tentang sains, melakukan eksperimen sederhana dan bertanya kepada gurunya tentang berbagai fenomena alam yang menarik minatnya. Keinginannya untuk memahami dunia di sekitarnya tidak pernah kandas dan mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di tingkat Kabupaten Aceh Selatan. Arisqa menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, dia harus bekerja keras dan berlatih dengan tekun.  Dengan dukungan penuh dari orang tuanya yang selalu mengingatkannya di depan pintu gerbang sekolahnya, ayahnya berkata, “Nak teruslah berproses dan jangan lupa hormati gurumu”.    Dengan    bimbingan dari guru-guru di sekolahnya, Arisqa mempersiapkan diri dengan baik. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Arisqa selalu menyempat...

Profesor

Oleh Ahmad Rizali Berdomisili di Depok Jagat maya akademik sedang gaduh karena ibu Megawati memperoleh gelar Guru Besar Tidak Tetap Honoris Causa dari Universitas Hankam.  Beberapa sahabat saya sering jengah bahkan ada yang berang, karena kadangkala saat diundang bicara dalam sebuah perhelatan akademis, ditulislah di depan namanya gelar Prof. Dr.    Setiap saat pula beliau menjelaskan bahwa dirinya hanya S1.  Satu lagi sahabat saya yang bernasib sama dengan yang di atas. Kalau yang ini memang dasar "rodok kusruh" malah dipakai guyon. Prof diplesetkan menjadi Prov alias Provokator, karena memang senangnya memprovokasi orang dengan tulisan-tulisannya , terutama dalam diskusi cara beragama dan literasi.  Sayapun mirip dengan mereka berdua. Namun karena saya di ijazah boleh memakai gelar Insinyur, tidak bisa seperti mereka yang boleh memakai Drs, yang juga kadang diplesetkan kembali menjadi gelar doktor lebih dari 1. Saya pikir mereka yang pernah memperoleh gelar Do...

FJL Aceh Nilai Distribusi Data Bencana di Aceh Belum Baik

  BANDA ACEH - Potretonline.com, 03/01/22. Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh menilai distribusi data terkait bencana banjir di beberapa kabupaten saat ini belum baik. FJL Aceh menyarankan agar Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) memfungsikan pusat data informasi dengan maksimal. Kepala Departemen Monitoring, Kampanye, dan Advokasi FJL Aceh Munandar Syamsuddin, melului siaran pers, Senin (3/1/2022) menuturkan BPBA sebagai pemangku data kebencanaan seharusnya memperbarui data bencana setiap hari sehingga media dapat memberitakan lebih akurat. "Memang tugas jurnalis meliput di lapangan, namun untuk kebutuhan data yang akurat harusnya didukung oleh instansi terkait, dalam hal ini pemangku data adalah BPBA," kata Munandar. Penyediaan data satu pintu, kata Munandar, sangat penting agar tidak ada perbedaan penyebutan data antarmedia. Misalnya, data jumlah desa yang tergenang, jumlah pengungsi, dan kondisi terkini mestinya diupdate secara berkala. Perbedaan penyebutan data ak...