Jakarta, 20/3/2019. Sidang lanjutan dengan agenda pembuktian terakhir Gugatan terhadap Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia dan PT. Emas Mineral Murni (PT. EMM) oleh WALHI dan Masyarakat Beutong Ateuh Banggalang Penggugat mengajukan 7 (tujuh) bukti tambahan diantaranya, Surat Komite Peralihan Aceh (KPA) Nagan Raya yang menolak dengan tegas pernyataan PT. EMM yang menyatakan KPA Nagan Raya seolah-olah memberikan dukungan kepada PT. EMM akibat dari pemberian sejumlah dana bantuan untuk kegiatan-kegiatan di hari-hari besar kepada KPA.
Begitu juga Surat Pernyataan dari Anak Kandung Alm. Tgk, Bantaqiah yaitu Tgk. Malikuk Azin Bin Tgk. Bantaqiah diantarnya menyatakan kehadiran tambang PT EMM merupakan potensi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa depan di sektor Sumber Daya Alam, di tengah kasus pelanggaran HAM masa lalu (Tragedi Tgk. Bantaqiah) sampai hari ini belum mampun diselesaikan.
Selain dua bukti itu, dalam sidang hari ini juga mengajukan petisi-petisi yang telah ditandatangani oleh berbagai lintas elemen sipil di Provinsi Aceh baik mahasiswa, organisasi, masyarakat sipil dan pihak-pihak lainya juga disampaikan sebagai bukti tambahan terakhir untuk kasus PT. EMM oleh Penggugat. Sehingga total alat bukti yang sudah diserahkan ke pengadilan berjumlah 60 alat bukti.
Selain 60 alat bukti, sampai sidang hari ini WALHI bersama warga selaku penggugat juga telah menghadirkan empat orang saksi fakta dan satu orang saksi ahli.
Sidang selanjutnya adalah sidang dengan agenda Kesimpulan Para Pihak, dimana setelah sidang kesimpulan tidak ada lagi sidang-sidang lainnya untuk memperjuangkan Tanoh Aulia agar tidak dirusak oleh siapapun. Sidang kesimpulan akan dilaksanakan pada Kamis, 4 April 2019, dan setelah sidang Kesimpulan maka Putusan Hakimlah yang akan menentukan nasip dari perjuangan rakyat Aceh hari ini untuk mempertahankan tanoh aulia, makam syuhada, hutan Aceh, dan mengembalikan kekhususan / keistimewaan Aceh dalam sektor pengelolaan sumberdaya alam sesuai dengan semangat Undang-undang Pemerintahan Aceh.
WALHI Aceh bersama masyarakat Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya telah melakukan upaya hukum yang merupakan bentuk keseriusan perjuangan selama ini. Begitupula halnya dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) juga telah memberikan keputusan politik atas perjuangan rakyat, dimana DPRA pada tanggal 6 November 2018 memutuskan menolak izin PT. EMM melalui keputusan DPRA Nomor 29/DPRA/2018. Namun, pemerintah Aceh sampai hari belum menindaklanjuti poin ketiga keputusan tersebut, yaitu meminta kepada Pemerintah Aceh untuk membentuk tim khusus yang melibatkan DPRA untuk melakukan upaya hukum terhadap izin usaha pertambangan operasi produksi yang dikeluarkan oleh BKPM RI Nomor 66/1/IUP/PMA/2017 tanggal 19 Desember 2017.
Untuk itu, sudah sepatutnya DPRA memanggil Plt. Gubernur Aceh untuk mempertanyakan kenapa belum ditindaklanjuti keputusan paripurna tersebut. Disisi lain, rakyat Aceh dan segenap komponen di Aceh yang selama ini mendukung penolakan tambang di Beutong Ateuh Banggalang juga sudah seharusnya mempertanyakan keseriusan Plt. Gubernur Aceh, ada apa dengan Plt. Gubernur Aceh.
Demikian rilis yang disampaikan Eksekutif Daerah Walhi Aceh, yang diwakili oleh M.Nasir, Kadiv Advokasi dan kampanye, Walhi Aceh kepada majalah POTRET. Dengan harapan, dalam sidang putusan nanti, palu hakim memihak kepada masyarakat Aceh.
Komentar
Posting Komentar