Banda Aceh– Perwakilan tokoh adat dan tokoh agama di Aceh mengikuti pertemuan koordinasi yang diselenggaralan oleh Flower Aceh-Konsorsium Permampu pada 13-16 Maret 2019 di Hotel Kryaid Muraya Banda Aceh.
Koordinator Divisi Pemberdayaan Masyarakat Flower Aceh, Ernawati menjelaskan tujuan dan kegiatan untuk mendiskusikan strategi penanganan dan pemenuhan hak-hak kesehatan reproduksi perempuan di tingkat desa.
“Pertemuan koordinasi tahunan ini menghadirkan 50 orang perwakilan tokoh adat dan tokoh agama dari wilayah kerja Flower Aceh, meliputi Kabupaten/Kota Banda Aceh, Pidie, Aceh Utara dan Aceh Barat ini menjadi sarana untuk berbagi informasi dan pengalaman penanganan kasus-kasus terkait kesehatan reproduksi perempuan di tingkat desa. Pertemuan ini juga berhasil memetakan tantangan-tantangan dan solusi penanganannya dalam rangka pemenuhan hak-hak kesehatan reproduksi perempuan di Aceh”, imbuhnya.
Perwakilan Tokoh Agama Kota Banda Aceh, Mainar menyebutkan masih terjadinya persolan kesehatan reproduksi perempuan yang membutuhkan dukungan semua pihak.
“Fakta kasus-kasus terkait kesehatan reproduksi masih terjadi di Aceh dalam bentuk kekerasan seksual bahkan pemerkosaan terhadap perempuan, anak dan difabel, kehamilan yang tidak diinginkan, stigma negatif terhadap perempuan korban kekerasan seksual, dan praktik diskriminatif terhadap perempuan di masyarakat. Harus ada penanganan serius dan melibatkan semua pihak”, tegasnya.
Profesor Syahrizal, akademisi UIN Arraniri pada paparannya mengingatkan semua pihak untuk melindungi perempuan dan anak serta memenuhi hak-haknya.
”Dalam pidato terakhir Rasulullah SAW pada saat Haji Wada’, beliau ingatkan umatnya untuk menjaga wanita, istri, dan anak. Menjaga bermakna lindungi dia, penuhi kebutuhan, beri jaminan mental-spiritual, dan pastikan kebutuhan-kebutuhannya tidak terganggu. Kita harus menjalankan perintah dan sunnah Nabi tersebut, bukan mengingkarinya. Pelaksanaan Syari’ah Islam dapat berlangsung kaffah jika terbangun kesadaran bersama dan memaksimalkan peran-fungsi kita di masyarakat untuk melindungi dan memenuhi hak perempuan dan anak. Minimal dimulai dari diri sendiri, keluarga dan komunitas terdekat. Perbaikan harus dilakukan secara terus menerus, sehingga perempuan dan anak terlindungi dan terpenuhi hak-haknya”, tegasnya.
Sementara itu Ketua MAA Aceh, Badruzzama menegaskan adat Aceh yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai dalam Syari’ah Islam.
“Memahami nilai-nilai adat harus dimulai dengan memahami terlebih dahulu nilai-nilai agama Islam, semua adat yang bertentangan dengan agama itu bukan adat Aceh. Nilai-nilai yang terdapat dalam adat Aceh untuk perlyang tidak baca Bismillah. Banyak aturan adat Aceh yang melindungi perempuan, data di telusuri pada sejarah kita”, tambahnya.
Menyikapi pelaksanaan Pemilu 2019, Tgk Azril mewakili Tokoh Agama Aceh Utara menyampaikan harapannya kepada semua pihak untuk mendukung pelakasanaan Pemilu yang berintegritas.
“Proses Pemilu 2019 menjadi moment penting untuk menentukan pemimpin yang amanah, jujur, dan mau memperjuangkan kebutuhan rakyatnya. Jangan pilih yang menggunakan praktik politik uang, ini haram hukumnya. Proses Pemilu bersih akan menghasilkan Pemimpin yang “bersih” dan amanah pula”, pungkasnya.
Pada akhir pertemuan, para tokoh adat dan tokoh agama menyampaikan tekad bersama mendukung terciptanya suasana Pemilu yang bersih, politik cerdas berintegritas, serta bebas dari praktik politik uang dan politisasi SARA di Aceh melalui pembacaan deklarasi bersama dipimpin oleh perwakilan MAA Aceh, Irawan.
Kegiatan yang difasilitasi oleh ketua Presidium Balai Syura, Khairani Arifin ini menghasilkan beberapa rencana tindak lanjut dan rekomendasi mendesak untuk perlindungan dan pemenuhan hak-hak kesehatan reproduksi perempuan dan anak di tingkat Aceh.
Komentar
Posting Komentar