Langsung ke konten utama

Istana Megah




Oleh Dian Kusuma
Alumni SMA Negeri 3 Nagan Raya, Aceh

Pada hari yang dingin aku duduk di bangku kelas. Ku lihat ke arah luar hujan turun sangat deras. Aku meratapi diriku yang sendirian tampa teman. Aku hidup jauh dari keluwargaku. Hal ini telah sering aku rasakan semenjak aku tinggal di ibu kota.
Saat azan berkumandang sering kali air mataku mengalir. Aku teringat masa-masa kecil di desa. Aku beranjak dari bangku ku melangkah menuju mushola yang tidak jauh dari kelasku. Aku mengabil wudhu di keran yang berada di sebelah mushola sekolah. Saat air membasahi wajahku. Seketika hatiku sedih, teringat bayangan saat aku masih bersama ibuku.
Setiap hari sebelum aku merantau ke kota. Ibuku selalu mengingatkan aku untuk segera bangun jika azan telah berkumandang. “Dara! Jangan suka menunda-nunda shalat jika azan telah berkumandang. Bangun jangan sampai ibu cubit nanti.”
Setelah itu aku bangun dari tempatku lalu segera salat. Ibuku sangat senang jika ia melihatku shalat. Ia sering memperhatikan mukenahku. Sebelum aku shalat ia sering mengingatkan aku jangan sampai rambutku terlihat sehelaipun. Jika aku hendak memakai mukenah ia sering memperhatikan apakah aku betul cara memakai mukennahnya. Sungguh ibuku sosok yang tidak bisa ku gambarkan kasih sayangnya padaku. Walaupun aku hidup tanpa pernah merasakan keistimewaan seperti anak-anak yang lain. Tetapi dalam kehangatan yang sederhana ini aku merasa hidup paling bahagia di dunia.
         Namaku Dara Safira. Aku adalah seorang maha siswi yang berasal dari keluarga kurang mampu. Aku memdapatkan biaya siswa dari pemerintah. Oleh sebab itu, aku dapat bersekolah di sekolah para bangnsawan ini. 
         Disini aku punya seorang sahabat bernama Cut Zahra Lativa. Dia merupakan putri dari kelarga bangsawan Aceh. Aku sangat senang bisa menjadi sahabatnya. Sifatnya yang anggun dan lembut membuatku sangat mengidolakannya. Namun walaupun wajah Zahra cantik. Ia punya masalah dengan kejiawaannya . Ia sering di buli oleh orang-orang karena kekurangannya itu. Masih sangat teringat dalam ingatanku awal pertama aku dan zahra dekat dan menjadi sahabat hingga sekarang. 
         Pada  hari itu aku berdiri di balik jendela lantai dua kamar asrama yang aku tempati. Tepatnya jam 2 malam. Aku menikmati pemandangan indah sebuah istana megah yang lokasinya berhadapan dengan jendela kamarku. 
Istana megah tersebut berbentuk rumah khas Aceh. Lampu cantik mengelilingi kebun besar dan sebuah pemandangan air mancur besar di sebelah istana menyempurnakan kemegahan istana tersebut. Aku membayangkan betapa indahnya kehidupan orang-orang yang tinggal di dalamnya. 
         Tidak lama kemudian aku melihat dua orang perempuan keluar dari pintu istana. Terlihat jelas saorang wanita menampar wajah perempuan yang satunya lagi. Kemudian ia menariknya menuju ke luar gerbang istana. Sang perempuan menangis melihat ke arah wanita yang mendorongnya sambil memegang koper besar. Lalu sang wanita yang satu menutup gerbang istana. Perempuan yang satu lagi berjalan ke arah jalan raya. 
         Aku terkejut melihat pristiwa itu karena aku sendiri tidak pernah menyangka angota kerajaan akan berbuat sekeji itu. Kemudian aku  berlari ke arah luar mencari keberadaan sang perempuan yang ditelantarkan tersebut. 
         Tak lama kemudian aku menemukan sang wanita. Wanita tersebut sedang menangis di pingir jalan. Aku tidak tega melihatnya. Aku putuskan untuk mengajaknya tinggal di tempatku. Ia pun menerima ajakan ku. Wanita inilah yang merupakan sahabatku zahra.
 Zahra diusir oleh saudara tiri perempuannya dari rumahnya sendiri. Ayah dan ibu zahra tidak mengetahui hal tersebut karena kejadiannya terjadi pada tengah malam. Saat seluruh anggota keluarga kerajaan telah tertidur pulas. Ibu dan ayah zahra tidak pernah memperhatikan zahra dengan kasih sayang sebab mereka telah lama berpisah sejak zahra masih berumur 1 tahun.
         Setelah hari itu kami tinggal dalam satu asrama hingga akhirnya ia kembali pulang keistana diajak pulang oleh ayahnya dan peerilaku saudara tirinya tersebut terbongkar. Semua orang termasuk ibu zahra sangat marah terhadap saudara tiri zahra tersebut. 
Aku sadar, walaupun hidupku sepi. Tetapi aku tidak pernah merasa kesepian seperti yang dirasakan oleh sahabat ku zahra. Meskipun aku aku jauh dari keluarga ku namun aku tidak pernah di perlakukan dingin oleh mereka. Keluargaku di desa sering menanyakan keadaan ku. Bahkan sesekali mereka menjengukku ke asrama membawakan buah-buahan dan makanan enak jika musim maulid atau acara keluarga. Ibuku sengaja membawakanku makanan-makanan tersebut agar aku ikut merasakan kehangatan di desa kelahiranku. Aku baru mengerti bahwa sendirian bukan faktor penyebab kesepian. Tetapi kesepian datang di jika kamu berada di antara keramaian namun tidak ada sorang pun yang memperdulikanmu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi Besar Arisqa Rinaldi Terwujud dalam Usaha dan Doanya

Arisqa murid kelas 5 SDN 2 Kandang, Kecamatan Kleut Selatan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada ilmu pengetahuan, yaitu di bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Setiap malam, dia selalu meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku tentang sains, melakukan eksperimen sederhana dan bertanya kepada gurunya tentang berbagai fenomena alam yang menarik minatnya. Keinginannya untuk memahami dunia di sekitarnya tidak pernah kandas dan mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di tingkat Kabupaten Aceh Selatan. Arisqa menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, dia harus bekerja keras dan berlatih dengan tekun.  Dengan dukungan penuh dari orang tuanya yang selalu mengingatkannya di depan pintu gerbang sekolahnya, ayahnya berkata, “Nak teruslah berproses dan jangan lupa hormati gurumu”.    Dengan    bimbingan dari guru-guru di sekolahnya, Arisqa mempersiapkan diri dengan baik. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Arisqa selalu menyempat...

Profesor

Oleh Ahmad Rizali Berdomisili di Depok Jagat maya akademik sedang gaduh karena ibu Megawati memperoleh gelar Guru Besar Tidak Tetap Honoris Causa dari Universitas Hankam.  Beberapa sahabat saya sering jengah bahkan ada yang berang, karena kadangkala saat diundang bicara dalam sebuah perhelatan akademis, ditulislah di depan namanya gelar Prof. Dr.    Setiap saat pula beliau menjelaskan bahwa dirinya hanya S1.  Satu lagi sahabat saya yang bernasib sama dengan yang di atas. Kalau yang ini memang dasar "rodok kusruh" malah dipakai guyon. Prof diplesetkan menjadi Prov alias Provokator, karena memang senangnya memprovokasi orang dengan tulisan-tulisannya , terutama dalam diskusi cara beragama dan literasi.  Sayapun mirip dengan mereka berdua. Namun karena saya di ijazah boleh memakai gelar Insinyur, tidak bisa seperti mereka yang boleh memakai Drs, yang juga kadang diplesetkan kembali menjadi gelar doktor lebih dari 1. Saya pikir mereka yang pernah memperoleh gelar Do...

FJL Aceh Nilai Distribusi Data Bencana di Aceh Belum Baik

  BANDA ACEH - Potretonline.com, 03/01/22. Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh menilai distribusi data terkait bencana banjir di beberapa kabupaten saat ini belum baik. FJL Aceh menyarankan agar Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) memfungsikan pusat data informasi dengan maksimal. Kepala Departemen Monitoring, Kampanye, dan Advokasi FJL Aceh Munandar Syamsuddin, melului siaran pers, Senin (3/1/2022) menuturkan BPBA sebagai pemangku data kebencanaan seharusnya memperbarui data bencana setiap hari sehingga media dapat memberitakan lebih akurat. "Memang tugas jurnalis meliput di lapangan, namun untuk kebutuhan data yang akurat harusnya didukung oleh instansi terkait, dalam hal ini pemangku data adalah BPBA," kata Munandar. Penyediaan data satu pintu, kata Munandar, sangat penting agar tidak ada perbedaan penyebutan data antarmedia. Misalnya, data jumlah desa yang tergenang, jumlah pengungsi, dan kondisi terkini mestinya diupdate secara berkala. Perbedaan penyebutan data ak...