Oleh: Dony Purnomo,S.Pd
Guru Geografi SMAN 1 Purwantoro Wonogiri Jawa Tengah
Aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa di berbagai daerah beberapa waktu lalu memunculkan pergerakan ke arah pelajar di sekolah menengah. Banyak ditemukan pesan Whatsap mengenai aksi yang digalang dengan tajuk siswa-siswi Indonesia bergerak pada hari senin 30 September 2019 pada pukul 07.30 WIB sampai selesai. Dalam pesan berantai itu mengajak para pelajar untuk turun ke jalan menyuarakan tuntutannya dalam bentuk unjuk rasa.
Jika sampai terjadi pengerahan massa dari pelajar dalam aksi unjuk rasa merupakan hal yang memprihatinkan untuk wajah pendidikan Indonesia. Belum saatnya para pelajar terlibat dalam aksi unjuk rasa. Beberapa hal yang menjadikan pertimbangan pelajar belum saatnya terlibat dalam aksi unjuk rasa yaitu;
Pertama, dalam aksi unjuk rasa rentan terhadap kekerasan fisik. Banyak kejadian unjuk rasa yang akhirnya ricuh dan mengakibatkan korban jiwa. Sebagai contoh nyata dua mahasiswa Universitas Halu Oleo meninggal dunia setelah terlibat aksi bentrok dengan polisi.
Kedua, dalam unjuk rasa rentan kekerasan verbal. Dalam kegiatan unjuk rasa berbagai pendapat disuarakan oleh pengunjuk rasa, baik yang sesuai dengan etika maupun tidak sesuai dengan etika. Dalam aksi demo seringkali ditemukan hujatan dan ujaran kebencian yang dikeluarkan oleh pendemo untuk mengkritisi pemerintah. Ketika anak mengikuti hal itu dapat memberikan penanaman jika kekerasan verbal merupakan hal yang biasa.
Ketiga, mereka belum paham esensi sebuah unjuk rasa. Ketika merujuk dalam Undang-undang No. 9 tahun 1988 aksi unjuk rasa atau demonstrasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebaginya secara demonstratif di muka umum. Esensi inilah yang belum dipahami oleh pelajar, kebanyakan mereka hanya ikut-ikutan tanpa tahu tuntutan dalam aksi yang sesungguhnya.
Ke empat, mengganggu kegiatan pembelajaran. Kegiatan demonstrasi hanya akan mengganggu kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik karena kegiatan dilakukan pada saat jam pembelajaran efektif. Dengan mengikuti aksi unjuk rasa pastilah akan mengurangi jam pembelajaran yang seharusnya diterima oleh peserta didik.
Potensi keterlibtan pelajar dalam rencana aksi unjuk rasa sudah saatnya mendapat perhatian dari orangtua dan sekolah. Orangtua memberikan pemahaman yang baik mengenai aksi unjuk rasa yang sesungguhnya. Ketika anak memiliki kecenderungan terhadap aksi unjuk rasa, orangtua harus segera peka dan melakukan langkah-langkah pencegahan agar anak tidak terlibat langsung dalam aksi unjuk rasa.
Sekolah sebagai pelaksana kegiatan pendidikan berperan penting dalam pencegahan. Sesuai instruksi menteri pendidikan No 9 tahun 2019 menjelaskan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah aksi unjuk rasa yaitu; memantau kemanan peserta didik di dalam dan luar sekolah, menjalin kerjasama dengan orangtu/wali, membangun komunikasi harmonis dengan peserta didik, melaksanakan kegiatan pembelajaran yang memfasilitasi pemikiran kritis dan membentengi peserta didik dari informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Semoga para pelajar Indonesia dapat menahan diri dan tak mudah terprovokasi oleh ujaran kebencian dengan mengatasnamakan bangsa Indonesia. Tugas pelajar adalah menuntut ilmu, dengan ilmu yang banyak, kemampuan yang mumpuni serta akhlak mulia akan dapat merubah Indonesia ke arah yang lebih baik
Komentar
Posting Komentar