dok.POTRET
Oleh : Cut Sara Salsabila
Mahasiswa Prodi Farmasi Angkatan 2019
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Syiah Kuala
Persoalan sampah kerap kali menjadi topik yang hangat diperbincangkan oleh dunia. Baik negara yang sedang berkembang, maupun negara yang sudah maju. Sampah merupakan suatu material sisa yang tidak diinginkan serta dianggap sudah tidak berguna setelah digunakan dan tidak lagi bernilai ekonomis. Nyatanya dalam proses alam semesta tidak ada yang namanya sampah, yang ada hanya material yang dihasilkan dan olahan material yang sedang berlangsung di alam. Di era sekarang ini permasalahan yang berkaitan dengan sampah sangat sulit untuk diselesaikan secara menyeluruh. Indonesia sendiri dapat ditemukan sampah di mana-mana terutama di daerah perkotaan. Hal ini menghilangkan nilai estetika suatu tempat.
Seperti yang kita ketahui, kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan masih sangat minim. Dapat dibuktikan dari berbagai laporan yang diterima pemerintah tentang sampah-sampah yang menumpuk, baik itu di pinggir jalan, selokan, sungai bahkan di lautan. Perbedaan pola pikir dari setiap masyarakat dan luasnya wilayah Indonesia merupakan salah satu penyebab negara ini menjadi negara kedua penghasil sampah plastik terbesar setelah Tiongkok di Asia Tenggara. Menteri lingkungan hidup dan kehutanan Siti Nurbaya mengatakan jenis sampah yang dihasilkan didominasi oleh sampah organik yang mencapai sekitar 60% dan sampah plastik yang mencapai 15%. Dengan komposisi sampah plastik mencapai 9 juta ton dan diperkirakan sekitar 3,2 juta ton adalah sedotan palstik.
Sungguh miris rasanya saat mendengar berita Indonesia menjadi salah satu negara penghasil sampah terbanyak. Memang pemerintah tidak berdiam diri saat melihat kondisi sekarang ini. Berbagai peraturan dibuat dan fasilitas disediakan guna mengurangi sampah yang ada. Tetapi apa daya, ketika peraturan dituliskan tanpa ada kerja nyata atau tindakan pemerintah yang tidak tegas hanya akan membawa negara tetap di tempat tanpa perubahan. Hal ini masih menjadikan pekerjaan rumah (PR) untuk pemerintah dan kita sebagai masyarakat.
Berdasarkan UU No.18 tahun 2008 telah disahkan oleh presiden pada tanggal 7 Mei 2008 tentang pengelolaan sampah terkait dengan tempat pembuangan akhir (TPA). Pokok kebijakan dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 mangatur tentang terselenggaranya pengelolaan sampah secara terpadu dan komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas dan wewenang pemerintah pusat serta pemerintah daerah untuk melaksanakan pelayanan publik. Selain itu, UU bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.
Adapun masalah terbesar di Indonesia yang salah satu penyebab utamanya sampah adalah banjir. Pada dasarnya banjir sering terjadi di daerah-daerah yang kurang resapan air. Banjir merupakan kondisi dimana suatu wilayah tertentu terendam air yang kotor diakibatkan oleh luapan air yang berlebihan dan susah untuk dibendung. Dengan kata lain banjir adalah air dalam volume besar yang mengenangi suatu permukiman warga. Seperti yang kita ketahui baru-baru ini banjir melanda Jakarta. Di antara penyebabnya adalah pembuangan limbah ke sungai. Menurut jurnal Teknologi Lingkungan (2002) milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), banjir di DKI Jakarta juga disebakan oleh pencemaran limbah rumah tangga dan industri. Perilaku masyarakat dan industri yang gemar membuang limbah dan kotoran ke sungai menyebabkan pendangkalan dan penyempitan alir air saat hujan.
Dari segi kesehatan, penyakit yang dapat terjadi bervariasi, tetapi yang paling umum adalah diare. Diare sering dikaitkan dengan infeksi saluran cerna (gastrointestinal) yang salah satunya disebabkan oleh bakteri. Bakteri tersebut berasal dari air yang tercemar dan lingkungan yang kotor. Saat warga menggunakan air seperti mencuci tangan, maka bakteri atau kuman yang ada akan berpindah ke tubuh manusia sehingga menyebabkan penyakit. Selain di era, penyakit lain yang dapat berupa cacingan. Cacingan dapat terjadi jika adanya infeksi dari telur-telur cacing ke dalam tubuh manusia. Penyakit ini ditandai dengan perut buncit, tetapi berbadan kurus, lesu, bermata cekung, dan bahkan dalam beberapa kasus menyebabkan gatal-gatal pada kulit. Penyakit kulit seperti kutu air, dermatitis alergi, infeksi jamur, folikulitis, dan lainnya yang sering diderita masyarakat. Hal ini disebakan karena adanya kandung di air yang menyebabkan kerusakan pada kulit dan kebanyakan dari penyakit ini menimbulkan rasa gatal pada warga yang terkena.
Dampak dari bencana yang ditimbulkan tidak hanya dari segi penyakit, tetapi juga berdampak pada sosial dan ekonomi masyarakat. Sikap masyarakat yang kadang sering menyalahkan pemerintah atas terjadinya bencana menimbulkan desas-desus yang meresahkan. Kadang kita sendiri seakan lupa diri, demi mementingkan ego melepas tangan seakan tak pernah membuang sampah tak pada tempatnya. Mengertilah seberapa banyak pun pemerintah membuat aturan, menyediakan fasilitas, tetapi jika dari masyarakatnya tidak bersikap bijak, maka hasilnya nihil atau sama saja bohong. Dari segi ekonomi, saat terjadi bencana banyak masyarakat yang tidak bisa berkerja sehingga tidak adanya penghasil, rumah-rumah yang rusak, serta infrastruktur yang harus diperbaiki sesegera mungkin membuat kondisi perekonomian suatu wilayah mengalami penurunan.
Berbicara tentang penggulangan sampah, pada dasarnya harus diterapkan dari diri masyarakat sendiri, karena suatu peraturan tidak akan terjalankan jika masyarakatnya masih tidak disiplin. Kita harus mengambil contoh dari negara-negara lain yang bisa mengatur kebersihan, misalnya negara Jepang. Kenapa sangat sulit ditemukan sampah di sana. Hal ini dikarenakan masyarakatnya yang disiplin dan mau memilah sampah sesuai kategorinya. Selain itu dalam menanggulangi penumpukan sampah kita dapat mengurangi penggunaan plastik dengan menanamkan prinsip zero waste lifestyle, seperti menggunakan tas belanja, tidak menggunakan sedotan plastik, menggunakan tumbler, dan masih banyak lagi.
Komentar
Posting Komentar