Oleh Tabrani Yunis
Disabilitas, difabel adalah dua sebutan yang semakin sering kita dengar, baca dan masuk dalam ingatan kita sebagai pengetahuan. Artinya kedua kata tersebut sudah kita ketahui sebagai sebutan terhadap saudara-saudara kita yang terlahir menjadi orang yang dahulu sering kita sebut cacat,karena tidak bisa melihat (tuna netra), bisu (tuna wicara), tuna rungu dan sebagainya. Dua kata ini menjadi istilah yang sangat diterima saat ini untuk mendeskripsikan kelompok orang-orang yang mengalami kekurangan atau kecacatan itu. Ya, kita semua faham. Namun, ketika kita sudah memahami kata itu, pernahkah kita merasakan atau paling kurang membayangkan, bahkan memperhatikan nasib mereka yang menyandang status disabiltas atau difabel tersebut?
Jujur saja, pertanyaan di atas agak, tidak semua orang sudah mengetahui, apalagi ikut merasakan. Diakui atau tidak, sesungguhnya kepedulian kita terhadap nasib kaum disabilitas itu masih sangat minim. Banyak yang tidak peduli dan dan ikut merasakan apa yang dirasakan atau dialami oleh mereka, kaum disabilitas atau difabel. Kita bisa lihat dalam realitas seharian, tidak semua orang peduli dan mau memahami, apalagi merasakan dan memperhatikan nasib kaum disabilitas di Negeri ini. Padahal, setiap tahun, termasuk di Negara kita, Indonesia memperingati hari Disabilitas Internasional (World Disability Day) pada tanggal 3 Desember untuk menumbuhkan kepedulian dan membangun kesadaran kita terhadap kaum disabilitas atau difabel.
Ya, karena sesungguhnya peringatan hari Disabilitas yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan dunia (WHO) pada setiap tanggal 3 Desember itu selama ini dijadikan sebagai momentum yang sangat penting untuk memperbaiki nasib para disabilitas di seluruh dunia. Dikatakan demikian, karena nasib kaum disabilitas atau difabel masih sangat marginal. Mungkin itulah salah satu alasan mengapa WHO mengingatkan kita lewat selebrasi hari Disabilitas Internasional tersebut dengan cara dan strategi masing-masing, dengan mengikuti tema yang ditetapkan oleh WHO setiap tahunnya. Peringatan hari disabilitas Internasionaln yang bukan hanya diperingati oleh lembaga-lembaga pemerintah, tetapi lembaga-lembaga non pemerintah (Non Government Organization) yang concern dengan isu atau nasib kaum disabilitas setiap tahun merayakan hari disabilitas Internasional tersebut. Oleh sebab itu, harusnya dengan semakin seringnya diperingati hari disabilitas Internasional yang ditetapkan oleh WHO sejak tahun 1992 itu, wacana-wacana tentang kaum disabilitas semakin banyak dikenal orang dan semua elemen mulai dari keluarga, masyarakat dan pemerintah bisa bersikap dan bertindak lebih arif serta adil terhadap kaum disabilitas dan atau difabel tersebut. Hal ini penting, karena disadari atau tidak, selama ini anak-anak atau kelompok disabilitas banyak mengalami tindakan pengabaian dan diskriminasi.
Kita faham dan sadar bahwa sesungguhnya setiap orang tua, pasti mendambakan lahirnya anak atau mendapatkan keturunan yang “sempurna”, tidak sakit, tidak mengalami apa yang disebut disabilitas, difabel atau kekurangan sesuatu. Semua berharap lahirnya anak atau keturunan yang sehat wal afiat, tidak kurang satu apa pun. Itulah harapan dan keinginan para orang tua, namun harapan itu bukan ketentuan kita, tetapi ketentuan Allah Yang Maha Pencipta, sehingga dalam kehidupan nyata, ada banyak orang tua yang diberikan tanggung jawab dan tantangan yang sangat besar dan berat karena mendapat anak yang mengalami kebutaan atau tuna netra, baik bawaan lahir, maupun setelah lahir. Ada banyak orang tua yang mendapat amanah harus merawat dan membesarkan anak yang tuna daksa, tuna grahita, autis, kesulitan belajar dan lain-lain yang kemudian dikelompokan ke dalam kategori disabilitas dan juga difabel yang sekarang diperhalus sebutannya menjadi anak yang berkebutuhan khusus tersebut.
Realitas di tengah masyarakat kita dan global, ternyata tidak semua orang tua mau menerima kenyataan ini. Hanya orang tua yang tinggi iman yang dengan suka rela, sungguh-sungguh menerima kenyataan ini. Mereka membuka hati menerima, menjaga, merawat dan memenuhi semua kebutuhan anak-anak yang berstatus disabilitas, difabel atau berkebutuhan khusus tersebut, baik kalangan orang kaya, maupun miskin. Tidak ada rasa diskriminasi, bahkan sebaliknya memberi prioritas dalam banyak hal. Apalagi bagi mereka yang memiliki tingkat kesejahteraan yang tinggi, tentu perhatian terhadap anak disabilitas yang dianugerahi Sang Ilahi itu, cukup baik. Namun, sangat sedikit pula yang rela dengan keadaan ini. Sebab, sudah banyak kasus orang tua yang merasa malu memiliki anak yang berstatus disabilitas, difabel atau anak berkebutuhan khusus. Akibatnya, nasib anak disabilitas banyak yang sangat memprihatinkan.
Nasib anak-anak disabilitas di dalam keluarga tidak seindah nasibnya anak-anak yang terlahir sempurna. Anak-anak disabilitas apa pun kelompoknya, tuna rungu, tuna daksa, tuna netra dan lainnya, selama ini mengalami banyak pengabaain atau terabaikan. Pertanyaannya adalah apa yang membuat mereka mengalami diskriminasi dan pengabaian? Ada banyak alasan yang menyebabkan banyak orang tua yang mengabaikan hak dan kebutuhan anak disabilitas yang dimiliki mereka, pada tataran keluarga. Pertama adalah rendahnya pengetahuan orang tua terhadap masalah anak disabilitas. Kedua, banyak orang tua yang merasa malu mempunyai anak yang disabilitas. Ketiga, tidak sedikit pula orang tua yang merasa repot dan tidak mau merepotkan diri dengan anak disabilitas yang mereka miliki. Ke empat, biaya kesehatan yang sangat mahal. Ke lima, umumnya orang tua dari kalangan miskin, tidak mampu menyekolahkan anak-anak mereka penyandang disabilitas, karena kebuthan belajar anak-anak disabilitas mahal, bahkan sangat mahal, sehingga orang tua kaum disabilitas dari kalangan miskin, tidak sanggup menyekolahkan anak disabilitas tersebut. Jadi nasib anak-anak disabilitas bagai orang jatuh da ditimpa tangga. b Ke lima adalah kondisi ekonomi ikut membuat nasib kaum disabilitas mengalami pengabaian. Celakanya, karena alasan ekonomi yang sulit, tidak sedikit orang tua dari anak disabilitas mengeksploitasi anak mereka untuk mencari uang, misalnya menjadi pengemis dan sebagainya. Bahkan sering kita mendengar dan membaca berita memilukan, karena ada anak yang dibunuh atau dibuang oleh orang tuanya. Mengenaskan, bukan?
Memang sangat miris dan mengenaskan. Oleh sebab itu, sudah saatnya semua pihak bersikap lebih peka terhadap kaum disabilitas, sehingga biswa bersikap dan bertindak lebih arif dan adil terhadap kaum disabilitas. Agar setiap orang atau elemen bersikap lebih peka, arif dan adil, diperlukan upaya untuk edukasi pada semua elemen, orang tua, masyarakat dan pemerintah secara berkelanjutan. Perlu dibangun pemahaman semua elemen tentang kehidupan kaum disabilitas, mengetahui perilaku dan kebutuhan serta cara-cara memberi pelayanan yang baik, sehingga mereka bisa tumbuh dan berkembang sesuai kebutuhan khusus. Di tataran pemerintah, perlu melakukan mainstreaming on disability person. Wujudnya bisa dilihat pada pola pembangunan yang peka disabilitas.
Tak dapat dipungkiri pula bahwa perhatian pemerintah terhadap nasib kaum disabilitas yang rendah pun telah memperburuk nasib anak-anak disabilitas. Pembangunan-pembangunan yang menyejahterakan rakyat, banyak yang dibangun dengan model pembangunann yang tidak peka terhadap kaum disabilitas. Akibatnya, banyak anak atau kaum disabilitas yang hidup mereka semakin menderita, karena hak anak – anak disabilitas untuk tumbuh dan berkembang, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan tidak didapatkan dengan optimal. Lebih parah lagi, ketika mereka terpaksa mencari nafkah sendiri menjadi pengemis dan meminta-minta di jalan, persimpangan jalan atau lampu lalu lintas. Celakanya lagi, banyak orang tua yang kondisi ekonominya buruk, memanfaatkan bahkan mengeksplotasi anak disabilitas untuk mencari biaya hidup keluarga. Bayangkan saja, sebagai anak disabilitas yang tidak berdaya, harus menghidupkan keluarga dengan menjadi korban eksploitasi. Bahkan tidak kalah parahnya, ketika pemerintah menyediakan proyek –proyek bantuan social untuk kaum disabilitas, banyak hak kaum disabilitas yang tega dikorupsi. Bukankah tindakan seperti itu semakin menambah beratnya derita kaum disabilitas?
Idealnya, semua orang, individu, maupun kelompok, keluraga, masyarakat dan pemerintah memiliki kepedulian dan kesadaran yang terhadap kaum disabilitas. Semua peka dan bijak dalam memberikan perhatian dan pelayanan kepada kaum disabilitas. Dengan tingginya kepedulian dan kesadaran akan pemenuhan hak dan kebutuhan kaum disabilitas, nasib kaum disabilitas akan bisa menjadi lebih baik. Tidak lagi mengalami tindakan diskriminatif dalam segala hal sebagaimana yang sering terjadi selama ini di semua strata kehidupan, baik keluarga, masayarakat dan juga di tingkat pemerintahan.
Jadi, sudah seharusnya semua elemen, orang tua atau keluarga, masyarakat dan pemerintah bisa bersikap dan bertindak dengan lebih sensitive terhadap nasib anak-anak atau kaum disabilitas. Semua harus peka, peduli dan mengubah pola perilaku dan tindakan yang lebih berpihak kepada anak-anak disabilitas, sehingga mereka bisa menikmati hak mereka sebagai anak dan sebagai kaum disabilitas atau difabel. Semoga
Penulis * Tabrani Yunis
Director Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh
Komentar
Posting Komentar