Langsung ke konten utama

Media Sosial dan Perubahan Mental Kita



 

Oleh : Revani Adhara 

Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry Banda Aceh 

 

 

Media sosial sudah menjadi bagian dari gaya hidup saat ini. Artinya, sudah semakin sulit dipisahkan. Hampir setiap orang, tua muda, bahkan banyak yang masih anak-anak di bawah umur sudah masuk ke dalam kehidupan media social, walau ada aturan yang mengatur bahwa warga atau pengguna media social tersebut harus sudah berumur 17 tahun. Namun, dengan berbagai cara, kini anak-anak sudah aktif di media social. Penggunaan media social seperti facebook,twitter, path, linkedin, Instagram dan lainnya kian melekat di tangan penggunanya. Bahkan sebagian orang merasa harus selalu mengupload atau membuat postingan tentang kesehariannya di media sosial.

 

Tak dapat dipungkiri bahwa  hidup di era modern seperti ini, memang penuh dengan segala kemudahan. Kemudahan yang sering menjadi jebakan yang tidak kita sadari. Hari demi hari kita lewati dengan berjalan dalam bayangan dunia maya. Semua aktivitas masuk dan ditayangkan di media social. Lihatlah betapa banyak orang, bahkan kita sendiri set5iap hari mengakses facebook, twitter, instagram, Path, dan masih banyak lagi. Anehnya, adan yang memiliki lebih dari satu akun di satu media social, dengan alasan untuk kepentingan macam-macam.

 

Bila kita perhatikan diri kita atau orang lain, sekali membuka ponsel, pasti  akan langsung mengecek satu demi satu  status dei akun media sosialnya. Aktivitas itu bisa kita amati di mana saja. Apalagi  saat sedang berada di dalam kendaraan umum. Tiada hari tanpa mengabari para followers di mana kita hari ini atau apa yang sedang kita lakukan dan  kenakan hari ini dengan tagar #ootd (outfit of the day). Kita bahkan rela menghabiskan uang demi kepentingan konten. Makan di restoran mewah, memegang gelas dengan merek kopi ternama, hingga berfoto dengan baju terbaik yang harganya bisa terbilang mahal. Kita rela kelaparan hanya untuk mengambil gambar makanan yang ada di atas meja.  Mengapa demikian? Bisa dibayangkan, bukan?

 

Begitu besar pengaruhnya yang kita rasaqkan saat ini. Media social memang sangat menarik bagi semua pengguna dan telah mengubah perilaku penggunanya. Psikolog klinik, Scott Bea, mengatakan, salah satu fitur menarik pada media sosial adalah bagaimana orang-orang bisa memberikan umpan balik positif terhadap kita, melalui tombol "like", kolom komentar atau fitur membagi unggahan. Dapat dipastikan bahwa kita termasuk salah satu dari sekian banyak orang yang dalam sehari mengecek media sosial berkali-kali, bukan?

 

Yang menjadi pertanyaan kita kemudian adalah  apakah itu berarti sosial media berbahaya bagi kesehatan mental? Selayaknya kita cari jawabnya. Sebagaimana kita ketahui pula,media sosial memang sangat banyak memberikan kita kemudahan, karena dalam hanya satu klick kita bisa terhubung dengan para sahabat atau orang-orang yang memiliki hubungan pertemanan dengan kita. Media sosial menghubungkan kita dengan siapa pun dan dari manapun, dan di segala waktu. Bukan hanya itu, media social ternyata  juga bisa mengusir kebosanan. Namun demikian, media sosial juga bisa menjadi penyebab depresi, adiksi atau distraksi dari hal-hal lainnya yang lebih penting. Itulah beberapa dampak negatifnya.

 

Tak dapat dipungkiri nbahwa banyak dampak media sosial pada perkembangan mental masyarakat kita. Media social telah menyebabkan perubahan sikap mental masyarakat. Salah satunya  adalah rasa tak pernah puas. Kemunculan media sosial dimanfaatkan oleh berbagai kalangan untuk berbagai tujuan. Beberapa kalangan ada yang menggunakannya untuk berjualan secara online, beberapa lainnya memanfaatkan laman ini untuk mengunggah atau bercerita tentang kehidupannya. Poin kedua inilah yang sering menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial.

 

Orang cenderung akan membandingkan kehidupannya dengan kehidupan milik orang lain yang muncul di media sosialnya. Ini bukan hal yang baik, karena kita justru bisa menjadi rendah diri, tidak optimis, bahkan minder. Banyak pengguna sosial media yang tidak puas dengan kehidupan yang dijalaninya dan sering membandingkan dengan pengguna lainnya. Tentu saja, hal ini lebih mudah untuk membuat mereka jadi stres dan depresi, seperti yang dituliskan berikiut ini. "While social media platforms can have their benefits , using them too frequently can make you feel increasingly unhappy and isolated in the long run . The constant barrage of perfectly filtered photos that appear on Instagram are bound to knock many people's self - esteem, while obsessively checking your Twitter feed just before bed could be contributing towards poor quality of sleep " 

 

Dampaknya terhadap kehidupan remaja seperti disebutakan dalam penelitian yang dilaporkan dalam jurnal JAMA Psychiatry menemukan bahwa remaja yang menggunakan media sosial lebih dari tiga jam per hari berisiko tinggi terhadap masalah kesehatan mental, terutama masalah internalisasi alias citra diri. Dampak buruk lainnya yaitu dapat menimbulkan rasa insecure(kurang nyaman), cemas, dan overthinkingterhadap apapun yang telah mereka lihat dari media sosial. 

 

Oleh karena itu, kita butuh waktu dan tenaga untuk istirahat sejenak. Berusahalah agar sesekali  tidak bermain social media. Mungkin sehari dua hari, lama kelamaan juga akan terbiasa. Seberapa pun menyenangkannya sosial media, kehidupan nyata kita ya yang di sini yang bener sedang kita jalani sekarang, bukan yang di sana  yang hanya bisa kita lihat dari layar handphone saja. Meski tak selamanya negatif, tetapi jika terlalu sering menggunakan sosial media juga tidak baik untuk kesehatan tubuh dan mental kita.

-- 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi Besar Arisqa Rinaldi Terwujud dalam Usaha dan Doanya

Arisqa murid kelas 5 SDN 2 Kandang, Kecamatan Kleut Selatan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada ilmu pengetahuan, yaitu di bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Setiap malam, dia selalu meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku tentang sains, melakukan eksperimen sederhana dan bertanya kepada gurunya tentang berbagai fenomena alam yang menarik minatnya. Keinginannya untuk memahami dunia di sekitarnya tidak pernah kandas dan mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di tingkat Kabupaten Aceh Selatan. Arisqa menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, dia harus bekerja keras dan berlatih dengan tekun.  Dengan dukungan penuh dari orang tuanya yang selalu mengingatkannya di depan pintu gerbang sekolahnya, ayahnya berkata, “Nak teruslah berproses dan jangan lupa hormati gurumu”.    Dengan    bimbingan dari guru-guru di sekolahnya, Arisqa mempersiapkan diri dengan baik. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Arisqa selalu menyempat...

Profesor

Oleh Ahmad Rizali Berdomisili di Depok Jagat maya akademik sedang gaduh karena ibu Megawati memperoleh gelar Guru Besar Tidak Tetap Honoris Causa dari Universitas Hankam.  Beberapa sahabat saya sering jengah bahkan ada yang berang, karena kadangkala saat diundang bicara dalam sebuah perhelatan akademis, ditulislah di depan namanya gelar Prof. Dr.    Setiap saat pula beliau menjelaskan bahwa dirinya hanya S1.  Satu lagi sahabat saya yang bernasib sama dengan yang di atas. Kalau yang ini memang dasar "rodok kusruh" malah dipakai guyon. Prof diplesetkan menjadi Prov alias Provokator, karena memang senangnya memprovokasi orang dengan tulisan-tulisannya , terutama dalam diskusi cara beragama dan literasi.  Sayapun mirip dengan mereka berdua. Namun karena saya di ijazah boleh memakai gelar Insinyur, tidak bisa seperti mereka yang boleh memakai Drs, yang juga kadang diplesetkan kembali menjadi gelar doktor lebih dari 1. Saya pikir mereka yang pernah memperoleh gelar Do...

FJL Aceh Nilai Distribusi Data Bencana di Aceh Belum Baik

  BANDA ACEH - Potretonline.com, 03/01/22. Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh menilai distribusi data terkait bencana banjir di beberapa kabupaten saat ini belum baik. FJL Aceh menyarankan agar Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) memfungsikan pusat data informasi dengan maksimal. Kepala Departemen Monitoring, Kampanye, dan Advokasi FJL Aceh Munandar Syamsuddin, melului siaran pers, Senin (3/1/2022) menuturkan BPBA sebagai pemangku data kebencanaan seharusnya memperbarui data bencana setiap hari sehingga media dapat memberitakan lebih akurat. "Memang tugas jurnalis meliput di lapangan, namun untuk kebutuhan data yang akurat harusnya didukung oleh instansi terkait, dalam hal ini pemangku data adalah BPBA," kata Munandar. Penyediaan data satu pintu, kata Munandar, sangat penting agar tidak ada perbedaan penyebutan data antarmedia. Misalnya, data jumlah desa yang tergenang, jumlah pengungsi, dan kondisi terkini mestinya diupdate secara berkala. Perbedaan penyebutan data ak...