Langsung ke konten utama

SEBAIKNYA ANDA TAHU PENGGUNAAN TANDA DIAKRITIK DALAM BAHASA ATJÈH






Oleh Drs. Hasbi Yusuf
Pemerhati Pendidikan yang Pensiunan Guru, Berdomisili di Banda Aceh

Bahasa Atjèh termasuk bahasa yang agak rumit dalam pengucapan dan penulisannya, dikarenakan kebanyakan fonem dari suku kata terbentuk dari tIga huruf atau lebih. Namun demikian, bahasa Atjèh merupakan bahasa yang sangat kaya perbendaharaan katanya. Selain kata asli bahasa Atjèh memang cukup lumayan banyaknya, diperkaya lagi oleh kata serapan dari bahasa-bahasa lain, terutama bahasa Melayu yang telah teradopsi secara alamiah dan harmonis melalui pergaulan yang lumayan luwes dan lama dari suku Atjèh sendiri dengan suku Melayu. 

Diantara beberapa bahasa lain yang paling dominan mempengaruhi, mewarnai dan menambah perbendaharaan kata bahasa Atjèh adalah bahasa dari lima negara atau bangsa yang terkait dengan nama Atjèh itu sendiri. Konon nama "ATJÈH" sangat jelas terlihat dan sangat kental dengan bukti keberadaan, atau eksistensi bangsa Atjèh sendiri dan diperkuat juga dengan profil, postur, wajah dan warna kulit bangsa Aceh memang secara garis besar mirip bangsa-bangsa yang kita sebutkan berikut ini. 
Konon nama " ATJÈH " berasal dari singkatan gabungan :
A = Arab; TJ = Tjina; 
È = Èropa, H = Hindia. 

Dari empat suku bangsa di atas, Arab dan India kelihatan lebih dominan, baik dari postur tubuh, warna kulit maupun jumlah kata atau logat yang eksis dalam masyarakat. 

Oleh karena itu untuk mempersatukan logat, perbendaharaan kata, budaya, dan psikologi masyarakat, maka diperlukan sebuah bahasa yang mampu mengikat unsur-unsur bawaan masing-masing, sehingga dapat harmonis dan sinergi serta diterima oleh semua mereka yang mendiami bumi Atjèh sejak lama. Dengan demikian bahasa yang mampu mempersatukan semua unsur di atas, perlu penekanan, penjelasan, penyesuaian dan harmonisasi, sehingga agak berbeda dengan bahasa-bahasa daerah lain di nusantara.

Itulah sebabnya maka seorang orientalis Belanda Snouck Hurgronje ditugaskan oleh pemerintah Belanda untuk mempelajari melalui pendekatan agama dan kebudayaan guna mengalahkan bangsa Atjèh yang tak mampu dikalahkan melalui pertempuran dengan senjata, agar tunduk kepada pemerintah Belanda. 

Melalui pendekatan keagamaan dan bahasa Atjèh agar mudah dan dapat menulis dan berkomunikasi dengan benar serta untuk memperjelas bunyi bacaan kata dalam bahasa Atjèh diterapkan tanda " diakritik ",  sehingga penulisan dan pengucapan bahasa Aceh menjadi seragam dan tidak menimbulkan salah tafsir. 

Pada awalnya penerapan tanda diakritik dalam bahasa Atjèh dilakukan oleh Snouck Hurgronje, untuk kepentingan politik pecah-belah yang dimainkan pihak Belanda (Devide et impera). Namun apa yang telah dirumuskan oleh Snouck Hourgronjo, ternyata dapat berguna bagi masyarakat Atjèh dalam memudahkan mempelajari dan menggiatkan penggunaan Bahasa Atjèh. 

Dengan penerapan tanda diakritik dapat mempermudah bagi Snouck Hurgronje berkomunikasi dengan rakyat Atjèh dengan sangat fasih, sehingga membuat masyarakat dengan mudah bergaul dan sekaligus menjadi lebih akrab secara psikologis, karena kesamaan dialeg bahasa.

Sejumlah tanda diakritik yang dipakai dalam memperjelas dan mempertegas penulisan dan pengucapan kata dalam bahasa Atjèh adalah sebagai berikut:

1. aigu /é/, 
2. grave /è/, 
3. Diaeresis /ë/
4. makron /ô/,
5. trema /ö/, dan
6. apostrof / ’/.
Contoh :
1. Aigu /é/
- ék = naik
- kéh = kantong
- padé = padi.
2. Grave /è/
- èk = kotoran 
- kèh = korek api
- lalè = lalai.
3. Diaeresis /ë/
Tanda diaeresis agak 
jarang dipakai secara 
umum dalam 
penulisan kata bahasa 
Aceh, lebih sering 
dipakai hanya di 
kabupaten Pidië.
- ië = air,
- biëng = (kepiting),
- sië=daging, sembelih.
4. Makron /ô/
- ôn = daun
- lhôh = sorot
- peurahô = perahu.
5. Trema /ö/
- öt = mengecil
- lhöh = bongkar
- seungkö = ikan lele.
6. Apostrof / '/
- 'ap = makan
- h'iem = teka-teki
- ch'o = sengau.

Sangat mudah dan simpel bukan? Jadi, agar komunikasi menggunakan bahasa Atjèh dalam masyarakat kita dapat berlangsung dengan jelas dan tegas, jangan salah interpretadi maka bahasa itu mesti memiliki tata bahasa dan aturan yang baku. jika bahasa tersebut digunakan dalam komunikasi antara dua orang, dimana pesan yang disampaikan oleh seseorang telah mampu diterima oleh orang lain sebagai mitra komunikasi secara jelas dan benar sesuai yang diinginkan oleh penyampai pesan, baik secara lisan maupun dalam bentuk tulisan. 

Jadi, pesan yang disampaikan oleh seseorang harus mampu diterima oleh mitra komunikasi, baik bagi sesama orang dalam bangsa Atjèh, antara bangsa Atjèh dengan non Atjèh, maupun sesama orang di luar bangsa Atjèh. 

Seterusnya, agar eksistensi bahasa Atjèh di dalam masyarakat dapat terus dipertahankan penggunaannya, maka mari mulai sekarang kita sama-sama lebih sering menggunakan bahasa Atjèh dalam setiap kesempatan yang ada. 

Sedangkan untuk menjaga dan memberi rambu-rambu yang jelas dan tegas dalam penulisan dan pengucapan yang benar sesuai maksud, dan agar jangan menimbulkan pergeseran arti dan makna sebuah kata antara orang yang penyampai pesan dengan penerima pesan, maka perlu di terapkan rambu-rambu yang jelas dan tegas sesuai konteks dan maksud sebuah pesan. Aturan dan rambu-rambu yang kami maksudkan di sini adalah konsisten dalam menerapkan aturan penggunaan tanda diakritik tulis-baca dalam bahasa Atjèh.

Dari mana asal-usul penggunaan tanda diakritik dan sejak kapan diterapkan ? Menurut catatan sejarah, tanda diakritik pertama sekali digunakan dalam penulisan bahasa Atjèh oleh Snouck Hurgronje (orientalis Belanda) ketika menuliskan kata-kata dalam bahasa Atjèh. Atas dasar itu, ejaan bahasa Atjèh yang menggunakan aksen-aksen seperti yang telah disebutkan di atas selanjutnya disebut ejaan Snouck. Hingga hari ini ejaan ini masih digunakan oleh sebagian masyarakat Aceh ketika menulis dalam bahasa Aceh, lebih-lebih para akademisi. 

Yang menggembiran hati kita adalah saat ini sudah banyak kamus bahasa Atjèh yang menerapkan tanda diakritik dalam penulisan kata. Tanda diakritik dalam bahasa Aceh merupakan peninggalan Belanda (Snouck Hurgronje) namun sangat membantu penulisan dan pelafalan fonem dan kata dalam bahasa Atjèh, baik bagi generasi penerus Aceh, lebih-lebih untuk orang di luar suku Atjèh.

Wallahu'a'alam bish-shawab !

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi Besar Arisqa Rinaldi Terwujud dalam Usaha dan Doanya

Arisqa murid kelas 5 SDN 2 Kandang, Kecamatan Kleut Selatan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada ilmu pengetahuan, yaitu di bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Setiap malam, dia selalu meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku tentang sains, melakukan eksperimen sederhana dan bertanya kepada gurunya tentang berbagai fenomena alam yang menarik minatnya. Keinginannya untuk memahami dunia di sekitarnya tidak pernah kandas dan mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di tingkat Kabupaten Aceh Selatan. Arisqa menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, dia harus bekerja keras dan berlatih dengan tekun.  Dengan dukungan penuh dari orang tuanya yang selalu mengingatkannya di depan pintu gerbang sekolahnya, ayahnya berkata, “Nak teruslah berproses dan jangan lupa hormati gurumu”.    Dengan    bimbingan dari guru-guru di sekolahnya, Arisqa mempersiapkan diri dengan baik. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Arisqa selalu menyempat...

Profesor

Oleh Ahmad Rizali Berdomisili di Depok Jagat maya akademik sedang gaduh karena ibu Megawati memperoleh gelar Guru Besar Tidak Tetap Honoris Causa dari Universitas Hankam.  Beberapa sahabat saya sering jengah bahkan ada yang berang, karena kadangkala saat diundang bicara dalam sebuah perhelatan akademis, ditulislah di depan namanya gelar Prof. Dr.    Setiap saat pula beliau menjelaskan bahwa dirinya hanya S1.  Satu lagi sahabat saya yang bernasib sama dengan yang di atas. Kalau yang ini memang dasar "rodok kusruh" malah dipakai guyon. Prof diplesetkan menjadi Prov alias Provokator, karena memang senangnya memprovokasi orang dengan tulisan-tulisannya , terutama dalam diskusi cara beragama dan literasi.  Sayapun mirip dengan mereka berdua. Namun karena saya di ijazah boleh memakai gelar Insinyur, tidak bisa seperti mereka yang boleh memakai Drs, yang juga kadang diplesetkan kembali menjadi gelar doktor lebih dari 1. Saya pikir mereka yang pernah memperoleh gelar Do...

Berbagi Rambutan

  Oleh Salsabila Z   ​ Hari ini, Zain memanen buah rambutan di samping rumah bersama sang Ayah. Ia senang sekali, karena pohon rambutannya berbuah lebat dan rasanya pun manis. ​ “Alhamdulillaahh...” ujar Zain sambil memakan satu buah rambutan. ​ “Iya, alhamdulillaah...” ujar Ayah.”O ya, nanti Zain bantu Kak Salma membagi buah rambutann ini ke tetangga ya?” pinta Ayah sambil membagi  buah-buahan itu  sama banyak lalu menalinya dengan rafia. ​ “Kenapa dibagi Yah? Mending ,  kita  jual saja.  Biar tetanggak kita beli, lalu kita dapat banyak uang ,  deh,” usul Zain. Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya untuk membeli mainan baru  dari hasil menjual rambutan  nanti . ​ “Ya, nanti kita akan jual rambutan ini kepada Pak Sukri, pedagang buah samping pasar itu. tapi tidak semuanya. Ada yang kita bagi sama tetangga dan ada juga yang kita sisihkan untuk kita makan sekeluarga,” jawab Ayah. ​ “Kok begitu Yah?” ​ “Ya, tidak ada salahn ya   dong,...