Oleh Ahmad Rizali
Berdomisili di Depok
Jangan alergi dengan kader, karena sesungguhnya menjadi guru adalah pekerjaan mendidik kader anak bangsa. Dalam organisasi, kaderisasi adalah sebuah kewajiban, apalagi organisasi Negara. Gajah Mada lupa (atau tak menemukan kader yang tepat) mendidik kader dan Majapahit pelan, namun pasti runtuh.
Organisasi hebat akan memiliki banyak kader hebat. Contohnya Partai Golkar yang tak kekurangan Kader, karena sejak usia muda Partai ini sudah mendidik kadernya melalui organisasi masa usia muda. Beberapa partai mulai mengikuti jejak Golkar dengan menyiapkan kader sejak muda.
Seringkali seorang tokoh karena kuatir organisasi yang mereka pimpin, apalagi ikut mendirikan, runtuh. Mereka tak tega melepaskan cengkeraman kekuasaannya kepada lapis di bawahnya. Sehingga pelan namun pasti, kader kader potensial mulai "mufaraqah" pindah kendaraan.
Ketika alm. Presiden Soeharto sedemikian kuatnya ketokohannya, mayoritas rakyat Indonesia merasa tak ada yang pantas menggantikan beliau. Hal ini mirip ketika alm Soekarno jaya dan bahkan wakil Rakyat mentabalkan beliau menjadi Presiden Seumur Hidup dan Soekarno yang oleh sahabat-sahabat terdekatnya dianggap mabuk kekusaan, menerima pengangkatan itu.
"Last minute" alm Soeharto menyadari bahwa dirinya sudah harus "Lengser Keprabon" dan mengikuti ucapannya bahwa dirinya wudah TOP (Tua Ompong Peot) dan sebelum desakan membesar, menyatakan "Berhenti". Jika kita lihat situasi 1998 itu, jika Soeharto masih ingin bertahan, saya yakin bisa memberi perintah melibas pendemo.
Ciri bahwa kader sudah jadi adalah, ketika sang tokoh sudah tidak lagi dilibatkan dan terlibat dlm keputusan strategis dan tatanilai organisasi tetap dipatuhi meski djalankan dengan style berbeda. Konteks menjadi penting meski substansi yang subtil tetap dijaga. Ciri kaderisasi gagal adalah ketika sang tokoh masih saja ikut ditarik tarik ikut dalam membuat keputusan besar dan lebih parah lagi, meski ikut namun tatanilai justru berubah dan sang tokoh ikut menjadi stempel pengesah.
Kaderisasi itu mirip bertanam pohon, sesuai jenis pohonnya, maka adakalanya wajib dilindungi dari gangguan cuaca, gulma dan predator. Kader gagal adalah mereka yang sudah saatnya ditinggal dari gangguan namun masih dilindungi. Pengader gagal adalah mereka yang masih nongkrong melindungi kader yang sudah saatnya dilepas untuk "fight" dan merecoki dengan style yang sudah usang.
Selalu muncul menjadi tokoh pengader memang nikmat, namun bukankah lebih nikmat menikmati kesuksesan kader dari jauh sambil menikmati hari hari "me time" dan sesekali menerima undangan kader minum kopi mengudap jajanan ringan, sembari saling berkisah tentang heroisme dan patriotisme ?
Komentar
Posting Komentar