Oleh Ahmad Rizali
Berdomisili di Depok
Dalam masa injury time, BSNP mengadakan 2 seri FGD dengan mengundang responden yang dianggap pakar dalam bidang pendidikan. Mungkin karena durasi saya aktif di dunia pendidikan, atau pengalaman saya nyaris pernah terlibat di semua jenjang atau dikenal oleh kawan saya yang berkawan dengan tokoh BSNP, jadilah saya responden pakar yang diminta menjawab pertanyaan terstruktur dari tim pakar BSNP. Di bawah ini esai ringkasan jawaban saya (semoga dapat A+).
Standar Pendidikan masih diperlukan, meskipun BSNP diamputasi, namun 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) wajib diubah total, mengapa ?
8 SNP itu, meskipun disusun sangat lengkap dengan acuan perundangan yang kokoh dan mencakup semua keinginan tujuan pendidikan di Konstitusi, namun sangat ideal sehingga terkesan yang akan dituju dengan 8 SNP ini adalah "manusia super" uber alles atau insan kamil (Iqbal, 1964). Di lain sisi, pelaksana standar ini masih dalam tahap pemula (novice), sehingga ada "delta" yang besar antara "yang ideal" dengan "yang terjadi" (ujar akademikus, jurang menganga antara das sein dan das sollen terlalu lebar).
4 Standar: Kompetensi Lulusan, Isi, Proses dan Evaluasi, meski lengkap kap, namun harus disederhanakan dengan menyulingnya dan menghasilkan "intisarinya" tentu, selain mengacu ke cita cita konstitusi, juga mengacu ke bukti-bukti ilmiah terbaru serta tantangan global dan teknologi. Saking lengkapnya (dan dengan bahasa yang agak rumit sulit difahami) maka, guru yang pada dasarnya manusia yang ingin ringkas dan mendapat hasil cepat, umumnya gagal menurunkan 4 standar itu ke dalam rencana pembelajaran dan menjalankannya di kelas masing masing.
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang mengacu UUGD juga meski lengkap, namun tidak solid dan jelas memerlukan perubahan mendasar sejak acuan standar masuk LPTK, saat "preservice" di LPTK, saat transisi menjadi capeg ASN/guru muda, hingga guru senior dan skema pensiun. Jelas, acuan standar ini wajib merujuk ke 4 standar di atas, bukankah guru adalah pelaku utamanya?
3 Standar (pendukung): Pengelolaan, Sarpras dan Keuangan, jelas wajib dirombak jika 5 standar sebelumnya sudah dirombak. Standar ini juga mesti disuling dan menghasilkan intisari pendukung. Dengan hanya menetapkan intisarinya, maka akan mengakomodasi setiap kekhasan budaya dan keunggulan kompetitifnya. Kita akan menyaksikan bangunan fisik sekolah dan nuansa kelas yang mewakili budaya daerah tersebut. Jelaslah, kecakapan dijital dan kecakapan kaidah masing-masing standar wajib ditetapkan, misal: laporan keuangan yang diaudit dan seterusnya.
Ketika semua acuan itu menjadi Sederhana dan Mendasar dan Kontekstual, maka evaluasi yang diwakili dengan Akreditasi, Rapor kelas, Asesmen Kompetensi Minimal akan menjadi lebih condong ke "Evaluation for Better Learning Objetives" daripada "Evaluation of...." yang cenderung mengutamakan "Compliance" terhadap SoP dan jelas merusak, karena lupa Tujuan Pendidikan.
(bersambung)
Komentar
Posting Komentar