Langsung ke konten utama

Harga Naik, Jumlah Perokok Berkurang?



Oleh Syahid Mujtahidy

Wacana kenaikan harga rokok per bungkus Rp 50 ribu mengundang reaksi yang sangat luar biasa. Respon masyarakat terutama perokok sangat menentang akan maraknya wacana tersebut. Wacana kenaikan rokok berawal dari penelitian yang dilakukan oleh Profesor Hasbullah Thabrany, Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Goal yang ingin dicapai, yaitu meminimalisir perokok Indonesia terutama pelajar dan kalangan yang perekonomiannya menengah ke bawah (kalangan miskin) dari penelitian yang dilakukan sejak Desember 2015 – Januari 2016.

Hasil survei yang dilakukan oleh Hasbullah dirilis pada Juli 2016. Hasil berasal dari responden yang berjumlah 1000 orang. 82 persen responden setuju harga rokok dinaikkan. Malah, 72 persen menunjukkan setuju akan harga rokok dinaikkan di atas kisaran Rp 50 ribu. Hasil survei yang menunjukkan begitu antusias warga Indonesia untuk menaikkan harga rokok dengan dua poros tujuan di atas. Namun, patut diketahui 1000 orang merupakan angka yang sangat tergolong minoritas ketika dibandingkan dengan jumlah warga Indonesia yang keseluruhan. Jadi, kemungkinan-kemungkinan dari hasil survei bisa berubah saat mampu mencakup keseluruhan atau paling tidak 50 persen dari jumlah warga Indonesia.

Hasbullah juga melontarkan pendapat bahwa jumlah perokok Indonesia sudah mencapai 34-35 persen dari total penduduk. Dari jumlah perokok tersebut bisa diklarifikasikan ke dalam dua bagian yaitu 67 persen merupakan perokok laki-laki. Sedangkan, perokok perempuan hanya 4 persen. “Perokok Indonesia harus dikendalikan dengan menaikkan harganya,” tertulis pendapat Hasbullah di salah satu surat kabar Nasional pada 23 Agustus 2016. Ia juga menegaskan bahwa Indonesia merupakan juara dunia dari tingkat perokok tertinggi. Jika, kita melihat angka-angka di atas memang begitu miris untuk menatap kondisi negeri ini.

Salah satu target yang dipasang yaitu meminimalisir perokok terutama bagi kalangan yang perekonomiannya menengah ke bawah. Jadi,hal tersebut bisa dikatakan rokok hanya untuk dikonsumsi orang-orang kaya. Orang miskin tidak boleh menkonsumsi rokok. Terdapat dua pengaruh yang sangat besar dari wacana tersebut bila terealisasikan. Pertama, mantan anggota DPR Jatim (Jawa Timur) Darwiz Maszar pernah mengatakan dalam perbincangan yang membahas kenaikan rokok bahwa tubuh manusia membutuhkan nikotin (salah satu yang terkandung di rokok). Ia juga menegaskan bahwa kadar yang dibutuhkan oleh manusia itu berbeda-beda.

”Ada yang butuh merokok untuk memenuhi kadar kebutuhan nikotin, ada juga yang cukup hanya dengan menghirup asap rokok yang diperoleh saat bersama dengan orang yang sedang merokok,” tegas Darwiz. Ia juga menanyakan berapa banyak orang yang terbukti meninggal gara-gara merokok? Pada perbincangan sore menjelang malam itu, sejenak terdiam dengan pertanyaan mantan anggota DPR Jatim tersebut. Darwiz juga mengungkap ada salah satu negara yang sudah membuat obatt-obatan yang mengandung nikotin untuk menggantikan rokok. Jadi, ini bisa ditarik benang merahnya bahwa rokok masih membantu bagi kesehatan tubuh.

Kedua, seperti halnya yang sering dilontarkan para perokok, mereka tidak akan membeli rokok legal. Melainkan, mereka akan mengkonsumsi rokok hasil dari penanaman tembakau sendiri atau membeli rokok ilegal yang tidak membayar cukai kepada negara. Ketika perokok legal berkurang, pendapatan negara juga akan berkurang. Dan, pabrik-pabrik yang menyediakan rokok ilegal akan semakin ramai, sebab peminat semakin meningkat, melihat dari harga yang kurang ekonomis bagi rata-rata perekonomian masyarakat Indonesia.

Dampak yang diperoleh dari menurunnya peminat rokok legal yang disebabkan oleh melambungnya harga, bukan hanya pada ketidakstabilan pendapatan negara dan maraknya pabrik rokok yang memproduksi rokok ilegal. Akan tetapi, pabrik yang memproduksi rokok legal akan mengerami kemerosotan dari segi konsumen. Produk yang mereka hasilkan akan lambat untuk terjual, yang pastinya akan mempengaruhi terhadap pemasukan terhadap pabrik itu sendiri. Kerja yang mulai berkurang dan pemasukan yang mulai menurun akan menyebabkan pabrik memecat beberapa pegawainya untuk menjaga kestabilan sirkulasi keuangan perusahaan.

Pemecatan tersebut memberikan warning tersendiri bagi negeri ini, yang mana secara otomatis ketika melihat lapangan kerja yang sangat minim. Itu tidak akan mampu menampung semua pekerja pabrik yang dipecat. Akibatnya, angka pengangguran di Indonesia akan bertambah, bisa saja angkanya akan membludak. Hal seperti ini menjadi pekerjaan rumah untuk mengkaji ulang akan dampak yang akan menjadi hambatan negara Indonesia dalam merealisasikan target yang berlandaskan akan hasil survey yang dilakukan oleh Profesor Hasbullah Thabrany.

Target meminimalisir konsumen rokok terutama bagi pelajar dan kalangan yang perekonomiannya menengah ke bawah sangat tidak memungkinkan. Sebab, mereka memiliki dua opsi untuk tetap merokok, yaitu mengkonsumsi dari hasil tani mereka sendiri atau membeli rokok yang ilegal dengan harga miring ketika disandingkan dengan rokok legal. Berbicara tingkat keberhasilan untuk meminimalisir konsumen rokok, masih tidak memungkinkan. Jika, berkaca kepada guyonan Cak Lontong, salah satu komedian Nasional. Ia mengatakan cara meminimalisir konsumen rokok lebih baik menutup pabrik korek, ketimbang menutup pabrik rokok. Karena, perokok akan merasa bosan merokok, jika kesulitan mencari alat untuk menyalakan rokok.

Hasil dari target sudah ternilai nihil, ini saatnya beralih terhadap dampak yang mana titiknya akan berhenti di kata ‘pengangguran’. Kita ketahui bersama pengangguran akan bisa memberikan masalah yang besar terhadap negara ini. Para pengangguran yang ada pada detik ini masih belum bisa dicarikan solusinya, apa lagi bertambah dengan angka yang lumayan besar nantinya. Jadi, negara akan mengalami delematis dalam mencarikan solusi. Sebab keterlambatan solusi akan mengakibatkan dua dampak negatif dari adanya pengangguran sudah akan memanjakan warga negeri ini, yaitu dari perspektif ekonomi dan lingkungan sosial.

Jadi, saya kira wacana tentang kenaikan harga rokok untuk meminimalisir konsumen terutama pelajar dan kalangan orang bawah bukan langkah yang solutif. Meski, saya bukan seorang perokok menegaskan pemerintah akan meminimalisir ruang gerak untuk kerja bagi warga Indonesia. Malahan, Indonesia memberikan peluang bagi negara lain yang sudah mempersiapkan obat yang mengandung nikotin sebagai pengganti rokok. Pengangguran juga yang sering diorasikan sana-sini bahwa merupakan salah satu masalah besar yang dimiliki Indonesia. Namun, dengan mudah jumlah pengangguran akan bertambah jika tetap direalisasikan. Maka dari itu, kita sebagai warga Indonesia harus berfikir yang jernih untuk mencari solusi yang baik dan bukan menambah masalah.



Penulis: SYAHID MUJTAHIDY Mahasiswa Tadris Bahasa Inggris Semester 5 Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan. Ia kelahiran Sumenep, 20 Januari 1995 yang tinggal di Kec. Batang-Batang Sumenep.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Guru- Guru Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 11 Banda Aceh

Dalam Rangka Memperingati Hari Guru   Canda Tawa Oleh  Dahrina,M,S.Sg.MA   Panggilan suara hati Menerjang segala penjuru Betabur butiran  resah dalam pandemi  Kemana muaranya dunia pendidikan   Tersungkur kaku aku dalam lamunan Terkontaminasi jiwa dalam keraguan Pikirku mulai menerawang Akan kah pandemik ini bisa kulawan   Aku memang tidak punya kuasa Tapi Allah Maha di atas segalanya Aku lemah dalam berlogika Tapi Allah Nyata adanya   Kini.... Derap langkah siswaku kembali terdengar Guruku kembali mengajar Canda tawa siswaku berbalut persahabatan Ada guru yang membimbing dengan balutan karakter budiman   Guru mari kita bersama ciptakan suasana baru  Wujudkan merdeka belajar  Negeri ini menantimu dalam karya yang terus dikenang   Baying-Bayang Pandemi Komite MIN 11 Banda Aceh    Hari ini terasa berbeda dengan tahun-tahun yang lalu Hari ini kita rayakan hari guru dengan sangat sederhana Tapi janganlah terperanjat dengan kesederhanaanya Syukurilah apa yang sudah di takdirkan Allah    Har

Tingkatkan Budaya Baca, Dispersa Kota Banda Aceh Bina Pustaka Sekolah dan Gampong

Banda Aceh - Pemerintah Kota Banda Aceh melalui program pengembangan minat dan budaya baca Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Banda Aceh berupaya untuk terus meningkatkan minat baca masyarakat di Kota Banda Aceh. Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Banda Aceh Alimsyah, S. Pd, MS melalui Sekretaris Dinas Amir mengatakan bahwa beberapa strategi dan upaya yang dilakukan yakni memberikan pembinaan kepada pustaka sekolah-sekolah dan gampong-gampong. "Yang dibina bukan hanya pustaka sekolah, dan pustaka gampong. Kita juga bina pustaka rumah sakit, pustaka di masjid-masjid dan di tempat-tempat publik, seperti pojok baca di Mall Pelayanan Publik (MPP) Kota Banda Aceh," jelasnya saat ditemui pasa Selasa, (17/6/2020) Selain itu jelasnya, pihaknya juga memberikan kemudahan dalam bentuk pelayanan pustaka keliling ke gampong-gampong atau sekolah-sekolah. "Untuk mendatangkan pustaka keliling ke sekolah atau gampong bisa masukkan surat ke dinas kita. Akan kita layani jika t

Peringati Hari Ibu, Kantor PPKB Banda Aceh Gelar Seminar Parenting

    Banda Aceh - Dalam rangka memperingati Hari Ibu ke-88 2016, Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (PPKB) Kota Banda Aceh menggelar seminar parenting bertajuk “Menjadi Ibu Profesional”.    Menghadirkan ahli parenting nasional Septi Peni Wulandani yang juga pimpinan Institut Ibu Profesional (IIP) Jakarta sebagai pembicara utama, acara ini diikuti oleh ratusan kaum perempuan dari berbagai kalangan di Aula Lantai IV, Gedung A, Balai Kota Banda Aceh, Selasa (29/11/2016). Di antara tamu undangan terlihat hadir Ketua DPRK Banda Aceh Arif Fadillah, Ketua DWP Banda Aceh Buraida Bahagia, para pejabat di lingkungan Pemko Banda Aceh, Ketua Balee Inong se-Banda Aceh, dan sejumlah tokoh perempuan lainnya. Kepala Kantor PPKB Banda Aceh Badrunnisa menyebutkan peringatan Hari Ibu ke-88 2016 mengusung tema “Kesetaraan Perempuan dan Laki-laki untuk Mewujudkan Indonesia Bebas dari Kesenjangan Ekonomi, Kekerasan, dan Perdagangan Orang.” Pihaknya, sebut Badrunnisa, terus ber