Oleh : Yang G. Aditya Jakti, S.Pd.
Dalam era dewasa saat ini, setiap individu bebas dalam mengekspresikan diri. Hal tersebut dikarenakan setiap hak warga negara telah diatur dan ditata sedemikian rupa agar tatanan negara mampu berjalan sebagaimana mestinya. Namun demikian, berdasarkan data dan kejadian fenomenologis dalam beberapa tahun ini telah terjadi banyak sekali permasalahan kronis yang sangat membutuhkan perhatian dan penyelesaian dari semua belah pihak, diantaranya adalah kekerasan seksual terhadap anak. Mirisnya, salah satu sebab permasalahan kekerasan seksual terhadap anak tersebut muncul disebabkan oleh penyalahgunaan arti kebebasan berekspresi yang telah diberikan oleh pemerintah. Masalah yang terjadi tersebut saat ini telah menjadi krisis multilateral dan telah menjadi sebuah bom waktu yang akan meledak kapanpun tanpa kita sadari. Seperti yang diketahui, anak-anak merupakan suatu masa yang memerlukan kasih sayang, satu masa meniru dan merekam segala peristiwa yang dialami, serta merupakan suatu masa yang sangat rentan terhadap perlakuan yang salah.
Dalam era dewasa saat ini, setiap individu bebas dalam mengekspresikan diri. Hal tersebut dikarenakan setiap hak warga negara telah diatur dan ditata sedemikian rupa agar tatanan negara mampu berjalan sebagaimana mestinya. Namun demikian, berdasarkan data dan kejadian fenomenologis dalam beberapa tahun ini telah terjadi banyak sekali permasalahan kronis yang sangat membutuhkan perhatian dan penyelesaian dari semua belah pihak, diantaranya adalah kekerasan seksual terhadap anak. Mirisnya, salah satu sebab permasalahan kekerasan seksual terhadap anak tersebut muncul disebabkan oleh penyalahgunaan arti kebebasan berekspresi yang telah diberikan oleh pemerintah. Masalah yang terjadi tersebut saat ini telah menjadi krisis multilateral dan telah menjadi sebuah bom waktu yang akan meledak kapanpun tanpa kita sadari. Seperti yang diketahui, anak-anak merupakan suatu masa yang memerlukan kasih sayang, satu masa meniru dan merekam segala peristiwa yang dialami, serta merupakan suatu masa yang sangat rentan terhadap perlakuan yang salah.
Anak-anak merupakan generasi penerus bangsa, ditangan merekalah bangsa ini akan dikelola dan dijalankan di masa depan. Apabila kekerasan seksual terus dibiarkan, apa yang akan terjadi pada generasi kita, bagaimana bangsa dan negara ini akan berkembang. Itu semua merupakan sekelumit pertanyaan skeptis yang harus kita renungkan bersama agar memperoleh jalan keluarnya. Memang, negara saat ini telah mengatur mengenai anak seperti UU RI nomor 10 tahun 2012 yang membahas tentang anak, UU nomor 23 tahun 2003 dan UU nomor 35 tahun 2014 yang memuat mengenai perlindungan anak. Akan tetapi, kenyataan di lapangan saat ini sungguh membuat miris dan ketar-ketir pihak orang tua maupun pendidik yang setiap hari berinteraksi dan berusaha membentuk pribadi bangsa yang bermoral dan bermartabat. Bagaimana tidak, saat ini banyak sekali peristiwa yang menjadikan anak-anak sebagai sasaran empuk penyimpangan seksual yang dilakukan beberapa pihak akibat terbukanya kebebasan berekspresi.
Perlu diketahui, selama beberapa tahun ini telah banyak terjadi peristiwa kekerasan seksual terhadap anak di negara kita yang terkenal sebagai salah satu negara dengan nilai sosial budaya dan penghargaan nilai moral cukup baik, diantaranya seperti sodomi, pemerkosaan, pencabulan, hingga eksploitasi anak ke ranah prostitusi. Hal tersebut tentunya sangat bertolak belakang dengan nilai moral dan nilai kemanusiaan yang ada. Berdasarkan
data di Jawa Timur selama tahun 2011 – 2016 telah terjadi permasalahan kekerasan seksual
sebanyak 338 kasus dan hal tersebut merupakan 23% dari keseluruhan permasalahan
terhadap anak pada tahun yang sama. Dalam taraf yang lebih luas, selama tahun 2011 – 2016
di Indonesia telah terjadi sekitar 22.109 kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku maupun
korban. Dalam hal kekerasan seksual dan cyber crime, selama jangka waktu 6 tahun tersebut
telah terjadi sebanyak 5323 kasus dan sebanyak 1.306 kasus dalam hal trafficking serta
eksploitasi anak. Hal tersebut menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual dan trafficking
yang terjadi menyumbang 30% dari keseluruhan kasus anak, tentunya bukan suatu rekor yang
menarik untuk dibanggakan meskipun kasus yang terjadi setiap tahun cenderung dinamis.
Selain itu, permasalahan yang terpetakan merupakan data yang diperoleh atas dasar laporan
dan kejujuran masyarakat terhadap peristiwa yang terjadi sehingga dapat dipastikan data riil
di lapangan lebih besar dari data yang tertulis tersebut.
Dalam menyikapi problematika kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak, saat ini kita tidak perlu lagi adu argumen untuk mencari siapa yang benar dan siapa yang salah tetapi sudah saatnya bagi kita selaku orang tua, pendidik, ataupun orang yang sangat menginginkan generasi penerus yang sehat fisik dan mental untuk bergerak aktif secara nyata mencegah meluasnya kekerasan seksual terhadap anak. Tentunya hal tersebut bukan tanpa alasan, seperti diketahui bahwa kekerasan seksual merupakan suatu perilaku yang mampu mempengaruhi individu secara fisik dan psikis sehingga dapat dipastikan apabila seorang anak pernah mengalami suatu kekerasan seksual maka perkembangan fisik, psikis dan pola pikirnya akan jauh berbeda dari yang seharusnya. Bagi seorang anak yang masih menerima pengalaman sehari-hari sebagai pandangan dan acuan hidup, maka kekerasan seksual akan
secara tidak sadar menjadi suatu pandangan yang manusiawi dan biasa terjadi di lingkungan
sehari-hari dan sudah dapat dipastikan akan mempengaruhi alam bawah sadar yang pada
akhirnya membentuk karakter anak tersebut ketika dewasa. Dengan karakter yang
memandang suatu perilaku kekerasan seksual sebagai salah satu perilaku adaptif, maka dapat
dipastikan bangsa ini akan semakin hancur akibat krisis identitas yang tiada jalan
penyelesaian. Oleh karena itu, saat ini sudah saatnya bagi kita melihat perilaku kekerasan
seksual terhadap anak sebagai salah satu permasalahan krisis identitas yang cukup kronis
untuk segera diselesaikan.
Komentar
Posting Komentar