Langsung ke konten utama

Wujudkan Program Literasi Kritis untuk Meningkatkan Kesejahteraan Perempuan Indonesia



Jaringan Pendidikan Alternatif Perempuan Indonesia dalam rangka Hari Aksara Internasional (Jaringan LSM dan Individu di seluruh Indonesia Pegiat Pendidikan Alternatif bagi Perempuan) bersama 15 lembaga dan 16 individu menerbitkan rilis.

Angka buta aksara di Indonesia memang mengalami penurunan. Berdasarkan data Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) per tahun 2015. Sebanyak 3,56 persen penduduk Indonesia atau dari 5,7 juta orang masih buta aksara. Angka tersebut menurun tipis dari tahun 2014 sebelumnya yakni 3,7 persen atau 5,9 juta penduduk. Mayoritas penyandang buta aksara ini adalah perempuan.
Sayangnya, penurunan angka buta huruf tidak atau belum dibarengi dengan pemberdayaan perempuan padahal angka tinggi buta aksara diderita oleh perempuan.

Beberapa masalah perempuan yang masih memprihatinkan yaitu angka kematian ibu melahirkan yang masih tinggi (126 kematian per 100.000 melahirkan), Perkawinan Usia Anak (23% dan Indonesia termasuk tertinggi di kawasan Asia Pasifik, KDRT (catatan BPS 2017: 28 juta perempuan mengalami kekerasan) dan rendahnya representasi perempuan dalam politik (17%).

Terkait dengan isu penguatan gerakan fundamentalisme, Institut for Policy Analysis of Conflict (IPAC) di Jakarta, baru saja mengeluar hasil studinya yang menyatakan bahwa banyak perempuan yang sudah lama bergabung dengan kelompok-kelompok militan dan jihadis. Tapi mereka biasanya berperan pasif. Namun belakangan ada kecenderungan para perempuan diterjunkan dalam aksi-aksi bunuh diri. Meningkatnya partisipasi aktif para perempuan seiring dengan makin canggihnya jaringan media sosial. Lewat jaringan itu, propaganda jihadis makin mudah diakses, juga oleh kaum perempuan.

Permasalahan tersebut terjadi karena perempuan selalu dianggap warga kelas 2 sehingga tidak dianggap penting untuk pelibatan atau pemberdayaan bagi perempuan termasuk akses terhadap pendidikan serta keaksaraan. Dengan masih lemahnya perspektif keadilan terhadap perempuan tersebut maka tidak heran jika kebijakan yang dilahirkan akan selalu mendiskriminasi perempuan. Misalnya kebijakan atau perda-perda yang dianggap diskriminatif hasil monitoring Komnas Perempuan karena memiliki aturan kriminalisasi, mengandung moralitas dan agama, dan pengaturan terhadap kontrol tubuh, lambannya pembahasan kebijakan yang melindungi perempuan seperti RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

Dengan demikian bisa dikatakan bahwa program keaksaraan yang berjalan selama ini belum memberikan pemberdayaan terhadap perempuan karena masih beorientasi melek aksara semata. Jikapun ada program keaksaraan fungsional tetapi lebih mengarah kepada keterampilan usaha yang semakin menguatkan domestifikasi perempuan.


Sudah saatnya keaksaraan yang dibangun yaitu untuk pemberdayaan perempuan agar mereka mampu berpartisipasi dan mengawasi program pembangunan terutama yang terkait dengan kesejahteraan dirinya. Hal ini sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) pada isu pendidikan yaitu menjamin pendidikan berkualitas yang inklusif dan merata serta mempromosikan kesempatan belajar sepanjang hayat bagi semua.

Partisipasi masyarakat sipil dalam mengembangkan pendidikan kritis bagi perempuan sudah sejak lama dan mampu mengeliminir kekerasan terhadap perempuan bahkan berpartisipasi dalam proses pembangunan mulai dari Musrenbang Tingkat Desa sampai dengan pengawasan pembangunan. Upaya ini telah diakui di beberapa daerah dengan dilakukanya replikasi pemberdayaan perempuan oleh pemerintah daerah.

Atas dasar permasalahan tersebut dan pentingnya peran negara dalam mengatasi masalah keaksaraan khususnya pendidikan perempuan, kami dari masyarakat sipil baik itu lembaga maupun individu yang aktif dalam melakukan Pendidikan Alternatif bagi Perempuan pada Hari Aksara Internasional yang diperingati setiap tanggal 8 September, mendesak kepada:

Joko Widodo (Presiden Republik Indonesia) agar segera mewujudkan Pembentukan Satuan Tugas Pemajuan Perempuan
Kementerian/Lembaga Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah agar:
Merevitalisasi program keaksaraan yang disesuaikan dengan situasi saat ini yang mampu meningkatkan partisipasi  dan kekritisan Perempuan, keberagaman dan anti kekerasan.
Memastikan agar praktek-praktek baik dalam pendidikan alternatif perempuan menjadi input penting bagi pemerintah dalam melaksanakan program pemberdayaan perempuan
Mengadopsi praktik baik pendidikan alternatif perempuan sebagai pilot project untuk pemberdayaan perempuan.

Daftar Lembaga dan Individu Pendukung:
Dukungan Lembaga:
Aliansi Sumut Bersatu, Medan
AMAN Indonesia, Jakarta
CCDE, Banda Aceh
Dewi Keadilan, Sulawesi Selatan
E-net For Justice, Jakarta
Institut KAPAL Perempuan, Jakarta
KPS2K, Jawa Timur
Lembaga Pambangkik Batang Tarandam, Padang
LPSDM, Lombok Timur
PEKKA, Jakarta
Perkumpulan Pondok Pergerakan, Kupang
Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan, Bekasi
Yayasan Dian Tama, Pontianak
Yayasan Perempuan BesKar, Bone
Yayasan Teratai Hati Papua


Dukungan Individu:
Andi Inar sahabat, WIRE Gorontalo
Asia A. Pananrangi, Bone, Sulawesi Selatan
Cindra , Sikola Mombine Palu
Delmyser Ndolu, Kupang, NTT
Eva Khovivah, Banda Aceh
Henny Dinan, Rumah Tenun Baku Peduli, Labuan Bajo, NTT
Iva Hasanah, Jawa Timur
Mesry M Tefa, NTT
Ona Ramzia Djangoan, Ternate, Maluku
Qory Dellasera - Mitra Imadei, Jakarta
Ririn Hayudiani, Lombok Timur, NTB
Rona septiani,  JARI Kalteng
Sarinah, Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan, Bekasi
Tabrani Yunis, Banda Aceh
Theresia Indriani Pratiwi, Lembaga Dayak Panarung, Kalteng
Yulianti Puti, Padang, Sumatera Barat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi Besar Arisqa Rinaldi Terwujud dalam Usaha dan Doanya

Arisqa murid kelas 5 SDN 2 Kandang, Kecamatan Kleut Selatan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada ilmu pengetahuan, yaitu di bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Setiap malam, dia selalu meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku tentang sains, melakukan eksperimen sederhana dan bertanya kepada gurunya tentang berbagai fenomena alam yang menarik minatnya. Keinginannya untuk memahami dunia di sekitarnya tidak pernah kandas dan mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di tingkat Kabupaten Aceh Selatan. Arisqa menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, dia harus bekerja keras dan berlatih dengan tekun.  Dengan dukungan penuh dari orang tuanya yang selalu mengingatkannya di depan pintu gerbang sekolahnya, ayahnya berkata, “Nak teruslah berproses dan jangan lupa hormati gurumu”.    Dengan    bimbingan dari guru-guru di sekolahnya, Arisqa mempersiapkan diri dengan baik. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Arisqa selalu menyempat...

Profesor

Oleh Ahmad Rizali Berdomisili di Depok Jagat maya akademik sedang gaduh karena ibu Megawati memperoleh gelar Guru Besar Tidak Tetap Honoris Causa dari Universitas Hankam.  Beberapa sahabat saya sering jengah bahkan ada yang berang, karena kadangkala saat diundang bicara dalam sebuah perhelatan akademis, ditulislah di depan namanya gelar Prof. Dr.    Setiap saat pula beliau menjelaskan bahwa dirinya hanya S1.  Satu lagi sahabat saya yang bernasib sama dengan yang di atas. Kalau yang ini memang dasar "rodok kusruh" malah dipakai guyon. Prof diplesetkan menjadi Prov alias Provokator, karena memang senangnya memprovokasi orang dengan tulisan-tulisannya , terutama dalam diskusi cara beragama dan literasi.  Sayapun mirip dengan mereka berdua. Namun karena saya di ijazah boleh memakai gelar Insinyur, tidak bisa seperti mereka yang boleh memakai Drs, yang juga kadang diplesetkan kembali menjadi gelar doktor lebih dari 1. Saya pikir mereka yang pernah memperoleh gelar Do...

FJL Aceh Nilai Distribusi Data Bencana di Aceh Belum Baik

  BANDA ACEH - Potretonline.com, 03/01/22. Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh menilai distribusi data terkait bencana banjir di beberapa kabupaten saat ini belum baik. FJL Aceh menyarankan agar Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) memfungsikan pusat data informasi dengan maksimal. Kepala Departemen Monitoring, Kampanye, dan Advokasi FJL Aceh Munandar Syamsuddin, melului siaran pers, Senin (3/1/2022) menuturkan BPBA sebagai pemangku data kebencanaan seharusnya memperbarui data bencana setiap hari sehingga media dapat memberitakan lebih akurat. "Memang tugas jurnalis meliput di lapangan, namun untuk kebutuhan data yang akurat harusnya didukung oleh instansi terkait, dalam hal ini pemangku data adalah BPBA," kata Munandar. Penyediaan data satu pintu, kata Munandar, sangat penting agar tidak ada perbedaan penyebutan data antarmedia. Misalnya, data jumlah desa yang tergenang, jumlah pengungsi, dan kondisi terkini mestinya diupdate secara berkala. Perbedaan penyebutan data ak...