Oleh
: Isra Yauminnisa
Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala.
Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala.
Tidak
ada manusia yang terlahir sempurna di muka bumi ini. Setiap manusia pasti ada
kekurangan. Namun pada setiap kekurangan itu, pasti ada kelebihan. Itulah yang
dapat dilihat pada sosok inspiratif, Kak Idah. Perempuan yang bernama
lengkap Azizah Ali ini lahir pada 1 Juli 1956. Kak Idah, sapaan akrab warga sekitar tempatnya menetap
adalah warga Desa Lam Glumpang,
Kemukiman Ateuk, Aceh Besar.
Kak
Idah tinggal sendiri. Beliau tidak berumah tangga dan memiliki anak. Mulanya
beliau tinggal dengan orang tua dan adik-adiknya. Namun setelah orang tuanya
meninggal dan adik-adiknya telah memiliki keluarga masing-masing, beliau
meminta dibuatkan rumah atas jatah bagian tanah warisan beliau dari orang tua
yang letaknya masih berdekatan dengan rumah orang tua dan rumah adik-adiknya. Rumah
Kak Idah hanya berukuran 5 x 6 meter. Rumah itu semi permanen yang terdapat 1
kamar, dapur yang tidak begitu luas dan ruang tamu yang berukuran sama dengan
dapur
Kak Idah
adalah seorang tuna netra yang sudah tidak bisa melihat sejak kecil. Namun Kak
Idah ini sosok tunanetra yang mandiri. Tinggal
berdekatan dengan adik-adiknya tak membuat Kak Idah bergantung dan mengharap
belas kasihan pada adik-adiknya. Beliau terbiasa mengerjakan pekerjaan yang
biasa orang normal lakukan.
”Saya
alhamdulillah bisa semuanya, walaupun keadaannya seperti ini. “Ikan saya
bersihkan sendiri, goreng sendiri, menyapu rumah sendiri, nasi bisa masak
sendiri, menyuci sendiri. Saya semuanya kerjakan sendiri, ”tuturnya.
Hal itu
dibenarkan oleh tetangga sekitar Kak Idah yang mengatakan bahwa beliau adalah
sosok yang bersih. Bahkan walaupun tunanetra, beliau membersihkan rumah lebih
bersih dari orang normal. Maka dari itu tak heran jika rumah Kak Idah tampak
bersih, baik di dalam maupun di luar.
Untuk
membiayai kehidupannya, Kak Idah berjualan di ruang tamu rumahnya yang difungsikan
sebagai kedai. Sulit dipercaya dengan keterbatasan beliau berjualan. Namun jika
dilihat pada gerak geriknya, saat sedang melakukan kegiatan jual beli. beliau
dengan cekatan mengambil barang tanpa meraba-raba dan menghabiskan waktu lama.
Saat mengembalikan uang tanpa silap beliau melalukannya dengan benar. Kegiatan berdagang
ini telah ditekuninya selama sepuluh tahun. Kami banyak bertanya seperti siapa
yang berbelanja untuk kebutuhan tokonya dan bagaimana jika ada pembeli yang
berlaku curang dengan mengambil barang tanpa membayar.
“ kalau
masalah belanja saya ada langganan. Nanti saya telepon atau saya suruh SMS pada
keponakan saya. Kalau telepon saya bisa sendiri. Setelah itu barangnya langsung
diantar. Sejauh ini Alhamdulillah uangnya selalu cukup. Saya hanya berserah
kepada Allah. Kalau memang rezeki kita tak akan ke mana,” tutur Kak Idah.
Tidak
hanya itu, saat kami menanyakan biodata, beliau mengambil lembaran biodata
dengan benar. Lalu, saat kami tidak memerlukannya lagi beliau langsung
menyimpannya kembali. Agar biodata itu tidak hilang dan saat butuh bisa
dipergunakan lagi.
Keterbatasannya
tak membuat Kak Idah lupa pada kewajibannya sebagai seorang muslim. Kak Idah selalu
salat tepat waktu. Saat azan berkumandang beliau bergegas melaksanakan
kewajiban ibadah. Beliau juga rutin mengikuti pengajian dan rajin maupun pintar
dalam berzikir.
“hari Selasa
ikut pengajian, mulai habis zuhur. Shalat di sana sore jam 6 pulang dijemput Ali
(keponakan),” kata perempuan 61 tahun yang kesehariannya menjual jajanan
anak-anak.
Saat
bulan Ramadhan tiba, beliau rutin mengikuti suluk. Saat mengikuti suluk beliau
tidak mencuci pakaian maupun masak. Beliau hanya membeli makanan yang dijual di
tempat beliau suluk. Karena beliau takut tidak ketinggalan rukun suluk.
“sesudah
pulang suluk saya cuci pakaian. 3 hari hari cuci pakaian. Setelah itu beresi
rumah untuk (menyambut) lebaran dan sudah beres semua. Belanja untuk isi barang
balik (perlengkapan kedai). Di suluk
baju tidak cepat kotor karena kerja hanya beribadah. Jadi baju tidak terlalu
menumpuk,” tuturnya.
Kak
idah banyak bercerita dan membagikan pengetahuan mengenai ilmu agama seperti
ilmu tarekat, dan ilmu lainnya yang ia dapatkan selama mengikuti pengajian
maupun suluk yang ia ikuti pada bulan Ramadhan. Secara tidak langsung dapat
dilihat bahwa Kak Idah ini adalah sosok yang berpengetahuan luas mengenai
agama.
Lima puluh
menit berbincang banyak didapati fakta yang luar biasa dari sosok Kak Idah ini.
Sosok inspiratif, mampu melewati keterbatasan yang dimilikinya. Dari gayanya
bertutur ia tampak tegar dalam menghadapi hidup. Tak ada satu kata keluh kesah
yang keluar dari mulutnya, wajahnya selalu tersenyum. Terdengar tak
henti-hentinya ia mengucap syukur atas karunia yang Allah berikan kepadanya.
Kehidupan
Kak idah amat disiplin yang menjadikan hidupnya kian teratur. Semoga kisah kak
idah ini dapat menginspirasi kita semua bahwa terlahir dengan keterbatasan tak
membatasi kita dalam melakukan apa pun dan bahkan kita bisa melakukan lebih
dari keterbatasan yang kita miliki.
Komentar
Posting Komentar