Oleh Baihaki
Alumni PGSD FKIP Unsyiah, Darussalam, Banda Aceh
Geliat literasi di bumi Teuku Cut Ali Nanggroe Tuan Tapa, telah
melahirkan seorang sastrawan, tak lain seorang guru Bahasa dan Sastra Indonesia
yang telah banyak menulis buku dan karya sastra, namun jarang terpublikasi ke
publik.
Drs.Bussairi D. Nyak Diwa atau sering dipanggil Tgk.Bussairi, lahir
pada tanggal 10 Juli 1965 silam, di sebuah desa kecil di kaki gunung pedalaman
Kecamatan Bakongan yang sekarang sudah menjadi Kecamatan Kota Bahagia,
Kabupaten Aceh Selatan, tepatnya di Desa Ujong Gunong Rayeuk. Ia merupakan anak
pasangan dari H.Datok Nyak Diwa dan Hj.Siti Ardat.
Lelaki sederhana ini, setelah menamatkan pendidikannya pada
jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP-Unsyiah Banda Aceh, kembali
ke kampung halamannya dengan berprofesi sebagai seorang guru yang telah
mengabdi di beberapa SMA di kampung halamannya. Hingga saat ini, tercatat
sebagai guru senior pada SMA Negeri 2 Kluet Utara, Kabupaten Aceh Selatan.
Baru-baru ini, satu lagi karya Bussairi yang sudah dibukukan. Sebuah
cerpen berjudul "Senyum Terakhir Siti Sara" ditulis dengan nilai
sastra yang menggugah para pembacanya.
Senyum Terakhir Siti Sara, adalah sebuah buku Kumpulan Cerpen yang
memuat sebanyak tujuh buah cerpen yaitu "Sang Pembangkang, Orang Atas,
Pendekar Hutan Mahoni, Misteri Jalan Tembus, Senyum Terakhir Siti Sara, Gadis
yang Bermata Bening dan Mutasi."
Selain cerpen berjudul Gadis yang Bermata Bening, semua cerita
dalam buku tersebut di atas mengisahkan tentang pengalaman "guru dan
murid" dalam mengarungi dunia pendidikan.
Dikisahkan mulai dari pahit getirnya menghadapi proses kegiatan
belajar-mengajar, pengalaman di daerah pedalaman, suka-dukanya di masa konflik,
perjuangan menjaga lingkungan, hingga kisah cinta yang mengharu biru.
Tak dapat dipungkiri, bahwa ide-ide cerita yang terdapat dalam
kumpulan cerita pendek tersebut bersumber dari pengalaman penulis sebagai
seorang guru yang mengalami berbagai
pasang surut dan cerah buramnya cuaca di dunia pendidikan.
Selanjutnya sebagai upaya penulis untuk memperkenalkan segala
suasana wilayah kehidupan yang beragam. Mulai dari keterbatasan sarana
pendidikan, sarana dan prasarana kehidupan di pedesaan, perlindungan terhadap
hewan langka, dan ragam budaya masyarakat di daerah pedalaman.
Sebagai sebuah buku fiksi, penulis berharap buku ini dapat
dijadikan sebagai "bahan" dalam proses pembelajaran, baik oleh guru
maupun siswa. Minimal sebagai bahan perbandingan untuk meningkatkan motivasi
menulis bagi siswa, mahasiswa dan guru dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Begitu ungkapan guru yang murah senyum ini.
Senyum Siti Sara, buku setebal 161 halaman ini, selain
mengisahkan suka dukanya dalam mendidik, mengajar, membina dan mengarahkan
siswa agar menjadi manusia yang sukses, juga mengisahkan cinta dan problematika hidup
seorang guru yang sabar, ikhlas, tawaqqal dalam menjalani kehidupan. Di sini
juga diungkapkan dengan gamblang hubungan seorang ayah dengan anak, bersama
istri dan hubungan dengan masyarakat sekitar yang notabene sosok ayah itu
adalah seorang guru.
Tak ayal, tiga kompetensi yang dimiliki oleh guru, seperti
kompetensi pedagogik, sosial, profesional dan kepribadian, sangat menarik
dipaparkan oleh tokoh-tokoh dalam tujuh judul cerpen yang sangat menginspirasi,
mencerahkan dan menggerakkan.
Di samping buku kumpulan cerpen, beberapa buku yang memuat karya
Bussairi sebelumnya juga telah terbit antara lain "15 Cerpen Terbaik
2009" (Depdiknas,2009), "Ziarah Hati" (Pusat Perbukuan
Depdiknas, 2010), "Yang Membuka
Pintu Syurga" (Fam Publishing, 2017), "Aceh 5:03 6,4 SR" (Fam
Publishing, 2017), dan Kumpulan Puisinya yang segera terbit "Doa
Sajadah."
Hingga saat ini Bussairi telah tercatat dalam Buku
"Ensiklopedi Penulis Indonesia Jilid 7" yang diterbitkan oleh Fam
Publishing sebagai salah seorang penulis Indonesia yang produktif. (Bay)
Komentar
Posting Komentar