Langsung ke konten utama

Sisa Masa Lalu


Oleh Komala Sutha
Berdomisili di Bandung
            Perempuan itu datang lagi menemuiku. Mengajakku pergi ke sebuah danau. Memaksaku menikmati makan di sebuah resto kecil, sambil memandangi air danau yang tenang. Ia kembali mencurahkan perasaannya. Seperti sebelumnya. Bahkan cerita yang sama. Diulang-ulang dan aku harus kembali pura-pura senang dengan semua yang diungkapkannya. Aku harus menanggapinya dengan serius agar ia merasa memiliki teman yang bisa diajak berbagi rasa.
            “Dulu… Zul lelaki yang baik, perhatian, setia dan penuh cinta,” ungkapnya di sela kami menikmati makan siang. Sebenarnya aku tak begitu berselera dengan hidangan makanan yang disajikan di pinggir danau ini. Selain menunya tak begitu kusuka, juga karena tadi pagi sarapan cukup banyak.  Sebenarnya, aku pun lagi enggan berpergian. Banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan. Namun perempuan ini tanpa memberi kabar terlebih dulu, tiba-tiba menemuiku. Lalu aku tak mampu menolak. 
            Perempuan ini bernama lengkap yang cukup panjang hingga aku kadang lupa mengingatnya. Namun cukup aku pangil Bu Ayu saja dan ia pun yang memintaku memanggil nama itu. Ayu, nama yang diberikan kekasihnya semasa muda dulu. Seorang lelaki yang baik, cerdas dan setia. Lelaki yang akhirnya menjauhi Ayu ketika menyadari ketidakberdayaannya. Setelah sebelumnya Ayu sering menerima kehadiran lelaki lain. Widodo  anak orang terpandang, keluarga atlit terkenal berhasil membuat Ayu mengabaikan Zul. Namun akhirnya kepergian Zul  membuat Ayu sangat kehilangan. Ayu menyesal. Menyesal membagi hati, menyesal menerima Widodo dan menyesal membuat Zul pergi. Zul yang kala itu pulang ke kampung halamannya di Halmahera tak pernah berkabar sedikit pun. Bahkan surat terakhir Ayu yang dikirim ke alamat tempat kerjanya, tak pernah sampai ke tangan Zul. 
            “Sebenarnya kami tak pernah saling melupakan,” binar mata Ayu penuh bara cinta. Ayu letih menanti Zul. Lalu ia pun menerima pinangan lelaki lain dan berharap bisa melupakan Zul. Lalu Zul pun menikah dengan gadis lain, sepuluh tahun kemudian.
            Setelah tiga puluh dua tahun terpisah, Ayu dan Zul dipertemukan lewat media sosial. Cinta lama bersemi kembali. Mereka berdua lupa usia. Tak sadar masing-masing sudah terikat dengan pasangan hidup juga telah dikaruniai anak yang  dewasa. Zul sudah menjadi pejabat tinggi. Sementara Ayu seorang ASN sebuah departemen sosial. Ayu yang tengah mengalami persoalan  rumit dengan suaminya, merasa mendapat pelarian. Namun tidak begitu dengan Zul. Ia baik-baik saja dengan istrinya, namun ia tak bisa menghindar dari pesona Ayu, perempuan yang semasa muda sangat dipujanya. 
            “Boleh saya tanya sesuatu hal?”  tanyaku setelah semua makanan kupaksa masuk ke dalam perutku.
            Ayu mengangguk lembut. “Boleh, tanya apa?”
            “Apa Zul sering membicarakan istri dan keluarganya?” tanyaku hati-hati.
            Kulihat ia menelan ludah. “Tidak. Dia hanya cerita  istrinya seorang anggota dewan legislatif kabupaten. Anaknya ada tiga. Yang sulung dari istri pertamanya yang sudah meninggal, namun sudah lama tak bersua. Perempuan.”
            “Selain itu?”  selidikku.
            Kepalanya cepat menggeleng. “Tidak. Hanya itu. Bahkan dia tak pernah menyebut nama-namanya. Dan … saya juga malas untuk membahasnya.”
            “Kenapa? Cemburu?” aku menggodanya. Rona merah menjalari wajahnya yang mulai mengeriput. Matanya berbinar. Untuk pertama kali kudengar ada perempuan seusianya bicara langsung padaku, tentang perasaan cintanya yang menggebu-gebu. Belum lama kami saling mengenal. Diawali dengan kedatangannya ke rumahku.  Ia tahu aku dari novel-novel yang pernah kutulis. 
            Awalnya kupikir ia hanya ingin dekat denganku sebagai penulis idolanya. Rupanya ia merasa nyaman denganku. Ia terhibur. Ia suka berkawan denganku. Alasan utama yang membuatnya nyaman karena aku menanggapi curahan hatinya.  Perempuan berusia lima puluh lima tahun yang masih berstatus istri orang, menjalin cinta lama dengan mantan kekasihnya.
            Dua jam kami menghabiskan waktu di pinggir danau. Ia tampak lega setelah bicara denganku. Usia kami terpaut jauh. Aku lebih pantas menjadi anaknya namun dengan keakraban selama ini seperti tak ada jarak. Kami menjadi sahabat. Dan kumaklumi perasaannya. Hingga sebulan kemudian, ia membawa cerita baru yang mengharu biru. Zul yang sangat sibuk sudah tak punya waktu lagi menghubunginya. Bahkan pesan-pesan pendek yang dikirimkan Ayu, diabaikannya. Ayu sedih dan kecewa. Ia tak mau kehilangan Zul. Bahkan Zul seperti sudah tak berniat berhubungan lagi dengan Ayu. Kalau menganalisis ceritanya, tampaknya Zul mulai bingung dengan hubungan mereka yang terlarang. Di samping itu, Ayu menuntut diajak hidup bersama. Sebagai suami istri. Aneh, bukankah Ayu punya suami? Untuk hal itu, aku pun tak bisa membenarkannya, namun aku harus pandai-pandai mengajak bicara jangan sampai ia depresi.
            Tiga bulan tubuh perempuan itu kelihatan semakin kurus. Aku tak tega melihatnya. Hingga aku menawarkan untuk menyambung silaturahminya dengan Zul. Mungkin bisa mengobati kerinduannya. Ia menyepakatinya dengan gembira. Kuhubungi nomer Zul dan aku berhasil bicara dengan lelaki itu. Mengenai Ayu. 
            Setahun aku tak pernah bertemu Ayu. Ia pun tak pernah lagi menghubungiku. Mungkin sadar penantiannya itu sia-sia karena ia hanya sisa masa lalu Zul. Kudengar kabar ia rukun kembali dengan suaminya. Aku lega mendengarnya. Aku pun tak berniat menemuinya lagi. Biarlah ia tenang dengan keluarganya. Entahlah, apakah Ayu ingat aku atau tidak. Yang pasti, sampai detik ini, ia tak pernah tahu kalau aku anak Miranti, perempuan yang pernah menikah dengan Zul. Lelaki yang selama ini kupanggil ‘Ayah’.***  
Bandung, 23 April 2019

Komala Suthayang lahir di Bandung, 12 Juli 1974,  menulis dalam bahasa Indonesia dan Sunda. Tulisannya dimuat  dalam  majalah Manglé, SundaMidang, Beat Chord Music, Tribun Jabar, SoloPos, Kedaulatan Rakyat, DenPost, Tribun Kaltim,  Buletin    Selasa, Koran  Galura, Radar  Tasik,   Kabar Priangan, Redaksi Jabar   Publisher, Buletin Selasa,  Sunda Urang, Warta Sunda, Metrans, Kandaga, Mayaradan tulisan lainnya tergabung dalam beberapa buku solo dan puluhan antologi cerpen serta puisi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Guru- Guru Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 11 Banda Aceh

Dalam Rangka Memperingati Hari Guru   Canda Tawa Oleh  Dahrina,M,S.Sg.MA   Panggilan suara hati Menerjang segala penjuru Betabur butiran  resah dalam pandemi  Kemana muaranya dunia pendidikan   Tersungkur kaku aku dalam lamunan Terkontaminasi jiwa dalam keraguan Pikirku mulai menerawang Akan kah pandemik ini bisa kulawan   Aku memang tidak punya kuasa Tapi Allah Maha di atas segalanya Aku lemah dalam berlogika Tapi Allah Nyata adanya   Kini.... Derap langkah siswaku kembali terdengar Guruku kembali mengajar Canda tawa siswaku berbalut persahabatan Ada guru yang membimbing dengan balutan karakter budiman   Guru mari kita bersama ciptakan suasana baru  Wujudkan merdeka belajar  Negeri ini menantimu dalam karya yang terus dikenang   Baying-Bayang Pandemi Komite MIN 11 Banda Aceh    Hari ini terasa berbeda dengan tahun-tahun yang lalu Hari ini kita rayakan hari guru dengan sangat sederhana Tapi janganlah terperanjat dengan kesederhanaanya Syukurilah apa yang sudah di takdirkan Allah    Har

Tingkatkan Budaya Baca, Dispersa Kota Banda Aceh Bina Pustaka Sekolah dan Gampong

Banda Aceh - Pemerintah Kota Banda Aceh melalui program pengembangan minat dan budaya baca Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Banda Aceh berupaya untuk terus meningkatkan minat baca masyarakat di Kota Banda Aceh. Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Banda Aceh Alimsyah, S. Pd, MS melalui Sekretaris Dinas Amir mengatakan bahwa beberapa strategi dan upaya yang dilakukan yakni memberikan pembinaan kepada pustaka sekolah-sekolah dan gampong-gampong. "Yang dibina bukan hanya pustaka sekolah, dan pustaka gampong. Kita juga bina pustaka rumah sakit, pustaka di masjid-masjid dan di tempat-tempat publik, seperti pojok baca di Mall Pelayanan Publik (MPP) Kota Banda Aceh," jelasnya saat ditemui pasa Selasa, (17/6/2020) Selain itu jelasnya, pihaknya juga memberikan kemudahan dalam bentuk pelayanan pustaka keliling ke gampong-gampong atau sekolah-sekolah. "Untuk mendatangkan pustaka keliling ke sekolah atau gampong bisa masukkan surat ke dinas kita. Akan kita layani jika t

Peringati Hari Ibu, Kantor PPKB Banda Aceh Gelar Seminar Parenting

    Banda Aceh - Dalam rangka memperingati Hari Ibu ke-88 2016, Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (PPKB) Kota Banda Aceh menggelar seminar parenting bertajuk “Menjadi Ibu Profesional”.    Menghadirkan ahli parenting nasional Septi Peni Wulandani yang juga pimpinan Institut Ibu Profesional (IIP) Jakarta sebagai pembicara utama, acara ini diikuti oleh ratusan kaum perempuan dari berbagai kalangan di Aula Lantai IV, Gedung A, Balai Kota Banda Aceh, Selasa (29/11/2016). Di antara tamu undangan terlihat hadir Ketua DPRK Banda Aceh Arif Fadillah, Ketua DWP Banda Aceh Buraida Bahagia, para pejabat di lingkungan Pemko Banda Aceh, Ketua Balee Inong se-Banda Aceh, dan sejumlah tokoh perempuan lainnya. Kepala Kantor PPKB Banda Aceh Badrunnisa menyebutkan peringatan Hari Ibu ke-88 2016 mengusung tema “Kesetaraan Perempuan dan Laki-laki untuk Mewujudkan Indonesia Bebas dari Kesenjangan Ekonomi, Kekerasan, dan Perdagangan Orang.” Pihaknya, sebut Badrunnisa, terus ber