Oleh Tabrani Yunis.
( Sebuah Catatan Yang Tercecer)
Bagian ke dua
Ini adalah tulisan lanjutan. Ya, lanjutan dari tulisan sebelumnya yang diposting di www.potretonline.compada tanggal 20 Juli 2019 lalu, dengan judul “ Berbincang Tentang Menulis, sembari menikmati Mie Aceh”. Tulisan yang menjadi catatan yang tercecer, agar tidak lupa. Sebut saja ini sebuah tulisan untuk melawan lupa. Dengan harapan tulisan ini bisa menjadi pengingat (reminder) akan sebuah kegiatan yang sangat positif dalam membangun kapasitas menulis orang-orang muda di Aceh kala ada pihak yang peduli dan mau berbuat untuk orang muda Aceh, walau sudah hampir setahun berselang. Maka, wajar pula tulisan ini disebut sebagai catatan yang tercecer, di mana bagian pertama mungkin sudah dibaca. Kalau pun belum, bisa dicari di www.potretonline.com.
Nah, apa yang perlu dicatat dalam tulisan bagian kedua ini adalah terkait dengan lokasi atau location. Walau ini selama ini, dalan masyarakat kita, ketika kita mengucapkan kata lokasi, maka dalam pikiran kita atau ingatan kita, lokasi adalah tempat. Tentu tidak salah, karena kalau kita membuka kamus, kita pasti akan menemukan makna seperti itu. Lokasi, yang asal katanya adalah dari bahasa Inggris, locate dan location, lalu kemudian diadopsi ke dalam bahasa Indonesia dengan menyederhanakannya menjadi lokasi atau tempat.
Nah, karena kata lokasi yang dimaksud bukanlah lokasi atau tempat, maka ketika kata ini berbeda dalam kegiatan tulis menulis,locationmenjadi hal yang menarik untuk kita catat. Karena sudah terlambat, maka kita jadikan sebagai catatan yang tercecer. Sehingga, setelah kita catat, kita akan bisa ingat atau tidak akan lupa lagi. Karena lupa adalah sudah menjadi sifat kita manusia. Hanya Allah lah yang tidak lupa. Jadi, selayaknya kita coba menulis kembali hal-hal yang penting yang harus menjadi catatan dari pelatihan menulis yang diselenggarakan di ruang memorial perdamaian yang berada di Kesbangpol Aceh itu. Pelatihan yang diadakan oleh team peneliti dari Pusat Study Perdamaian UGM Jogjakarta yang kala itu tengah melakukan kegiatan penelitian di Aceh.
Sekadar mengingatkan dan menyegarkan ingatan, yang menjadi pelatih dan nara sumber dalam pelatihan menulis artikel dan penelitian tersebut adalah Prof. Dr. Irwan Abdullah, kelahiran Bireun Aceh kini masih aktif di UGM, dan juga Dr. Wening Udasmoro yang menjabat sebagai Dekan Fakultas Kebudayaan UGM Jogjakarta. Kedua nara sumber yang sekaligus masternya menjelaskankan bahwa the location, is not the place as we think, but here is how to locate your writing in the context.Ya, location, bukanlah lokasi atau tempat, tetapi bagaimana anda menempatkan tulisan anda dalam konteks untuk menunjukan bahwa tulisan and itu penting. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya? Inilah yang penting untuk kita catat, mencari cara agar membuat tulisan kita penting dibaca, sehingga membuat orang juga merasa penting membaca tulisan kita. Biasanya, sebuah tulisan yang penting dibaca tersebut akan sangat menarik untuk dibaca. Namun, pertanyaannya adalah bagaimana membuat sebuah tulisan yang menarik?
Ada banyak cara untuk membuat atau menulis sebuah tulisan yang menarik. Pertanyaannya, menarik menurut siapa, dan buat siapa? Apakah menarik menurut penulis dan menarik untuk penulis, atau menarik menurut pembaca dan ditujukan agar dibaca oleh banyak orang? Bila menurut penulis, maka penialaiannya sangat subjektif dan jauh dari apa yang disebut dengan objektif. Seharusnya bukan saja menurut penulis dan untuk memuatskan hati penulis, tetapi menarik menurut banyak pembaca sehingga menyedot banyak orang untuk membaca tulisan kita. Tentu akan semakin bagus, bila tulisan tersebut membuat kita sendiri merasa sangat menarik dan juga menjadi sangat menaruk bagi banyak orang. Sehingga mereka merasa perlu dan penting membaca tulisan kita. Oleh sebab itu, seorang penulis yang bisa membuat tulisannya menarik adalah penulis yang memahami selera para pembacanya.
Komentar
Posting Komentar