Langsung ke konten utama

STUNTING, SEBUAH REFLEKSI DI HARI PANGAN SEDUNIA


Oleh: Dony Purnomo
Guru Geografi SMAN 1 Purwantoro, Wonogiri  Jawa Tengah

Hari pangan sedunia selalu diperingati setiap tanggal 16 Oktober setiap tahunnya. Hari pangan sedunia awalnya digagas oleh FAO pada pada bulan November tahun 1979. Penetapan hari pangan sedunia dilatarbelakangi oleh keprihatinan dunia terhadap kondisi kemisikinan dan kelaparan yang terjadi di 150 negara di dunia pada saat itu.
Setiap tahun tema perayaan hari pangan sedunia selalu berubah. Untuk tahun 2019 ini hari pangan sedunia mengangkat tema “Tindakan kita adalah masa depan kita”. Pola Pangan sehat untuk #Zerohunger 2030. Tema ini merefleksikan bahwa masalah pangan bukan hanya sekadar ketercukupan pangan, melainkan juga untuk memelihara kesehatan.
Indonesia merupakan negara yang masih mengalami permasalahn kesehatan, salah satunya adalah stunting. Stunting merupakan permasalahan serius yang harus ditangani oleh Indonesia, karena stuntingbukan hanya berdampak secara individu, melainkan juga berdampak terhadap pembangunan bangsa Indonesia. Sumberdaya manusia yang mengalami stunting akan menghambat pembangunan bangsa, karena mereka tumbuh di bawah kemampuan rata-rata.
Achmadi (2012) menjelaskan bahwa anak yang pada masa balitanya mengalami stunting akan memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah, prestasi belajar dan psikososial yang buruk. Penelitan lain yang dilakukan oleh Chang et all (2010) menunjukkan bahwa anak (9-24 bulan) yang stunting selain memiliki tingkat intelegensi yang rendah juga memiliki penilaian yang rendah pada lokomotor, koordinasi tangan dan mata, pendengaran, berbicara, maupun kinerja jika dibandingkan dengana anak normal.
Berdasarkan data tahun 2018 yang dirilis dari tempo.co di Indonesia masih  terdapat lebih dari juta anak Indonesia mengalami stunting. Angka prevelensinya mencapai 37,2 yang artinya satu dari tiga anak di Indonesia mengalami stunting. Angka tersebut menyiratkan bahwastuntingmerupakan hal yang harus menjadi perhatian di Indonesia. Ketika stunting ini tidak segera diatasi, maka generasi Indonesia di masa yang akan mengalami permasalahan dalam kualitas sumberdaya manusianya.
Laporan World Bank pada tahun 2016 menjelaskan bahwa potensi kerugian ekonomi akibat stunting mencapai 2-3% Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan demikian, apabila PDB Indonesia sebesar Rp 13.000 trilyun, maka potensi kerugian ekonomi yang mungkin  dialami adalah sebesar Rp260-390 trilyun per tahun. Di beberapa negara di Afrika dan Asia potensi kerugian akibat stuntingdapat lebih tinggi lagi bisa mencapai 11% .
Merujuk pada pada pola pikir UNICEF kejadian stunting disebabkan oleh pengaruh pola asuh, cakupan dan kualtas pelayanan kesehatan, lingkungan, ketahanan pangan. 
Ada beberapa hal penting yang dapat dilakukan untuk mencegah stuntingsejak dini. Pertama, setiap bayi berhak mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan selama 6 bulan, kecuali atas indikasi medis.
Kedua, selama pemberian ASI pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.
Ketiga, sesudah bayi berusia 6 bulan, walaupun ketentuannya masih harus menyusui sampai usia 2 tahun, bayi memerlukan makanan pendamping agar pemenuhan gizi untuk tumbuh dapat  terpenuhi. WHO/UNICEF dalam ketentuannya mengharuskan bayi usia 6-23 bulan dapat MPASI  yang adekuat dengan ketentuan dapat menerima minimal 4 atau lebih dari 7 jenis makanan (serealia/umbi-umbian, kacang-kacangan, produk olahan susu, telur, sumber protein lainnya, sayur dan buah kaya vitamin A, sayur dan buah lainnya-Minimum Dietary Diversity/MMD).
Ketahanan pangan (food security) tingkat rumah tangga adalah aspek penting dalam pencegahan stunting. Isu ketahanan pangan termasuk ketersediaan pangan sampai level rumah tangga, kualitas makanan yang dikonsumsi (intake), serta stabilitas dari ketersediaan pangan itu sendiri yang terkait dengan akses penduduk untuk membeli.
Masalah ketahanan pangan tingkat rumah tangga masih tetap menjadi masalah global, dan juga  di Indonesia, dan ini sangat terkait dengan kejadian kurang gizi, dengan indikator prevalensi kurus pada semua kelompok umur. Dalam jangka panjang masalah ini akan menjadi penyebab meningkatnya prevalensi stunting. Ada proses gagal tumbuh yang kejadiannya diawali pada kehamilan, sebagai dampak kurangnya asupan gizi sebelum dan selama kehamilan. Melalui pemenuhan ketahanan pangan keluarga yang baik semoga dapat menjadi penggerak untuk tercapainya ketahanan pangan nasional dan ketahanan pangan dunia dan selanjutnya permasalahan stuntingdapat teratasi.. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi Besar Arisqa Rinaldi Terwujud dalam Usaha dan Doanya

Arisqa murid kelas 5 SDN 2 Kandang, Kecamatan Kleut Selatan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada ilmu pengetahuan, yaitu di bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Setiap malam, dia selalu meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku tentang sains, melakukan eksperimen sederhana dan bertanya kepada gurunya tentang berbagai fenomena alam yang menarik minatnya. Keinginannya untuk memahami dunia di sekitarnya tidak pernah kandas dan mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di tingkat Kabupaten Aceh Selatan. Arisqa menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, dia harus bekerja keras dan berlatih dengan tekun.  Dengan dukungan penuh dari orang tuanya yang selalu mengingatkannya di depan pintu gerbang sekolahnya, ayahnya berkata, “Nak teruslah berproses dan jangan lupa hormati gurumu”.    Dengan    bimbingan dari guru-guru di sekolahnya, Arisqa mempersiapkan diri dengan baik. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Arisqa selalu menyempat...

Profesor

Oleh Ahmad Rizali Berdomisili di Depok Jagat maya akademik sedang gaduh karena ibu Megawati memperoleh gelar Guru Besar Tidak Tetap Honoris Causa dari Universitas Hankam.  Beberapa sahabat saya sering jengah bahkan ada yang berang, karena kadangkala saat diundang bicara dalam sebuah perhelatan akademis, ditulislah di depan namanya gelar Prof. Dr.    Setiap saat pula beliau menjelaskan bahwa dirinya hanya S1.  Satu lagi sahabat saya yang bernasib sama dengan yang di atas. Kalau yang ini memang dasar "rodok kusruh" malah dipakai guyon. Prof diplesetkan menjadi Prov alias Provokator, karena memang senangnya memprovokasi orang dengan tulisan-tulisannya , terutama dalam diskusi cara beragama dan literasi.  Sayapun mirip dengan mereka berdua. Namun karena saya di ijazah boleh memakai gelar Insinyur, tidak bisa seperti mereka yang boleh memakai Drs, yang juga kadang diplesetkan kembali menjadi gelar doktor lebih dari 1. Saya pikir mereka yang pernah memperoleh gelar Do...

FJL Aceh Nilai Distribusi Data Bencana di Aceh Belum Baik

  BANDA ACEH - Potretonline.com, 03/01/22. Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh menilai distribusi data terkait bencana banjir di beberapa kabupaten saat ini belum baik. FJL Aceh menyarankan agar Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) memfungsikan pusat data informasi dengan maksimal. Kepala Departemen Monitoring, Kampanye, dan Advokasi FJL Aceh Munandar Syamsuddin, melului siaran pers, Senin (3/1/2022) menuturkan BPBA sebagai pemangku data kebencanaan seharusnya memperbarui data bencana setiap hari sehingga media dapat memberitakan lebih akurat. "Memang tugas jurnalis meliput di lapangan, namun untuk kebutuhan data yang akurat harusnya didukung oleh instansi terkait, dalam hal ini pemangku data adalah BPBA," kata Munandar. Penyediaan data satu pintu, kata Munandar, sangat penting agar tidak ada perbedaan penyebutan data antarmedia. Misalnya, data jumlah desa yang tergenang, jumlah pengungsi, dan kondisi terkini mestinya diupdate secara berkala. Perbedaan penyebutan data ak...