Langsung ke konten utama

BEBEK GORENG

dok.dimanaja



Oleh Tanjung Files/ Fileski 

Berdomisili di Madiun

Monas menjadi lautan manusia. Hamparan yang biasanya hijau bila dilihat dari atas gedung-gedung sekelilingnya itu, kini berubah warna menjadi putih bak kapas, yang bertebaran di sepanjang jalan menuju satu pusat tugu bermahkota api itu. Imron seorang pemuda asal Madiun yang merantau ke Jakarta, hari ini sedang mengikuti pengajian akbar di Monas. Berjubel jamaah dari segala penjuru menjadikan keimanannya semakin kuat, bahwa ia merasa jalan yang ia tempuh saat ini adalah jalan kebenaran yang mutlak dan surga nampak jelas terlihat di depan matanya.

Sepulang dari pengajian, imannya jadi berlipat ganda. Kini apapun yang tak sesuai dengan pemahamannya, ia anggap sesat dan pantas untuk dihujat, atau kalau perlu dilenyapkan dari muka bumi. Ia tak ingin ada tuhan-tuhan lain yang disembah. Semenjak saat itu ia sangat membenci dan berusaha keras meyakinkan setiap orang di sekitarnya agar punya kualitas keimanan seperti dirinya. Sebagai seorang yang merantau di Jakarta, bekerja sebagai office boy di salah satu perusahaan swasta, ia memiliki banyak kawan yang berbeda-beda agama. Baginya itu adalah ladang untuk memanen pahala, siapa tahu ada teman kerja yang bisa diajak untuk pindah agama.

Ketika jam istirahat kantor, di sebuah warung makan yang menyediakan menu masakan bebek goreng, Imron duduk dekat dengan seorang teman  kerja yang beragama Hindu. Tekadnya bulat, bahwa setiap waktu adalah saat yang tepat untuk berdakwah. Profesi sebagai office boy tak bisa dibanggakan. Satu-satunya hal yang bisa membuatnya jadi manusia berharga adalah menjadi pendakwah, meskipun hanya bermodal hafalan ayat-ayat yang ia dapatkan dari melihat tayangan di Youtube.

"Saha, agamamu Hindu bukan?"

"Iya Imron, kenapa kok tiba-tiba tanya soal agama?"

"Aneh nggak sih, kamu minta-minta pada patung yang terbuat dari batu, apakah patung itu bisa mendengarmu?"

"Hmmmm.... Maaf, aku tidak mau debat soal keyakinan di sini. Keyakinan kita beda dan tak perlu diperdebatkan"

Bel kantor berbunyi 3 kali. Itu tandanya sudah selesai jam makan siang dan mereka harus kembali bekerja. Dengan perasaan agak jengkel, Imron tak berhasil mempengaruhi temannya. 

Setiap pulang kerja, dia berjalan kaki dari kantor menuju kosnya. Di sepanjang trotoar ia melewati beberapa tempat ibadah, mulai dari gereja katolik, klenteng, dan Vihara. Sepanjang perjalanan pulang, setiap kali di depan tempat ibadah umat agama lain, si Imron selalu mengumpat dan menghujat tempat ibadah yang ia lewati, ada atau tidak ada orang di lokasi. 

Menurutnya mengumpat, mengejek, menghina Tuhan agama lain adalah amal makruf nahi mungkar. Bahkan dengan semangat yang menggebu ia sering menghina saudara seiman yang masih sering bolong salatnya. Katanya, orang Islam yang jarang salat itu pasti masuk neraka. Imannya semakin bertambah kuat, ia semakin yakin bahwa kebiasaan barunya itu adalah tindakan yang benar, dengan menghujat orang lain yang imannya masih lemah atau yang beda keyakinan.

Sampai kabar itu terdengar oleh bosnya, ia dianggap telah merusak kerukunan antar umat beragama di lingkungan kantor. Singkat cerita Imron dipecat dari pekerjaannya. Di Jakarta saat ini sangat sulit mencari pekerjaan, Imron kini menjadi pengangguran. 

Satu bulan berlalu, ia tak punya pemasukan sama sekali. Uang tabungannya semakin menipis hanya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Ponselnya berdering, ia menerima telpon dari saudaranya yang ada di Kupang NTT.

"Imron piye kabare?"

"Payah lur, aku sekarang jadi pengangguran, dipecat bosku"

"Yowis kebetulan, kowe ke kupang aja, bantu aku mengelola warung bebek goreng"

"Wih bisnis bebekmu di sana sukses to?"

"Iyo, lumayan iki aku akan buka cabang baru, bantu aku yo"

Akhirnya Imron berangkat naik pesawat dari Jakarta ke pulau Sasando itu. Di sana ia langsung ditempatkan saudaranya untuk mengatur salah satu warung bebek goreng cabang milik saudaranya.

Warung bebeknya memang sangat laris. Buka mulai jam 10 pagi sampai jam 10 malam. Di sana Imron sebetulnya kewalahan untuk melayani pelanggan, namun apa boleh buat tidak mudah untuk mencari partner kerja yang tepat di tanah rantau NTT, terpaksa ia bertahan mengelola warung bebek dengan sekuat-kuatnya dengan tenaga yang ada.

Kesibukan barunya jadi pebisnis bebek goreng menjadikan ia sering meninggalkan salat. Di samping kondisinya umat Islam di NTT adalah minoritas, sehingga letak warungnya jauh dari masjid. Selain itu juga saudaranya jarang salat. Bahkan bisa dihitung hanya melakukan salat ketika Idul Fitri setahun sekali. Imron tak berani menegur, apalagi memaki saudaranya yang sangat jarang salat itu, sebab saudaranya itu lah yang menyelamatkan nasibnya dari pengangguran di Jakarta.

Terkadang ia kangen dengan kawan-kawan jamaahnya di Jakarta yang dulu sering salat berjamaah di Monas. Keadaan di NTT berbeda 180 derajat dengan di tempatnya dulu. Kini ia sulit menemui kawan yang suka ikut pengajian. Beberapa nama pelanggan warungnya ada yang menandakan beragama islam, seperti nama Kholil, Anam, Toha, adalah orang-orang yang membuatnya cukup senang, karena bisa bertemu saudara seiman, walau mereka ternyata jarang salat juga. 

Sedangkan kebiasaannya di Jakarta yang dulu suka ia lakukan, menghujat tempat ibadah agama lain sudah tak pernah ia lakukan di NTT. Ia sadar kalau itu ia lakukan pasti warungnya bisa dibakar masa dan bukan hanya bebeknya saja yang digoreng, tapi dirinya juga bakal jadi bebek goreng.

 

Tanjung Files / Fileski

Lahir dan tinggal di Madiun, Jawa Timur. Buku kumpulan ceritanya yang sudah terbit berjudul Metamorphosa (2019). Sedang buku puisinya berjudul Kitab Puisi Negeri Kertas (2015). Keseharian sebagai ASN Guru Seni Budaya di SMAN 2 Madiun. Akun media sosial: @Fileski (instagram)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi Besar Arisqa Rinaldi Terwujud dalam Usaha dan Doanya

Arisqa murid kelas 5 SDN 2 Kandang, Kecamatan Kleut Selatan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada ilmu pengetahuan, yaitu di bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Setiap malam, dia selalu meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku tentang sains, melakukan eksperimen sederhana dan bertanya kepada gurunya tentang berbagai fenomena alam yang menarik minatnya. Keinginannya untuk memahami dunia di sekitarnya tidak pernah kandas dan mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di tingkat Kabupaten Aceh Selatan. Arisqa menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, dia harus bekerja keras dan berlatih dengan tekun.  Dengan dukungan penuh dari orang tuanya yang selalu mengingatkannya di depan pintu gerbang sekolahnya, ayahnya berkata, “Nak teruslah berproses dan jangan lupa hormati gurumu”.    Dengan    bimbingan dari guru-guru di sekolahnya, Arisqa mempersiapkan diri dengan baik. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Arisqa selalu menyempat...

Profesor

Oleh Ahmad Rizali Berdomisili di Depok Jagat maya akademik sedang gaduh karena ibu Megawati memperoleh gelar Guru Besar Tidak Tetap Honoris Causa dari Universitas Hankam.  Beberapa sahabat saya sering jengah bahkan ada yang berang, karena kadangkala saat diundang bicara dalam sebuah perhelatan akademis, ditulislah di depan namanya gelar Prof. Dr.    Setiap saat pula beliau menjelaskan bahwa dirinya hanya S1.  Satu lagi sahabat saya yang bernasib sama dengan yang di atas. Kalau yang ini memang dasar "rodok kusruh" malah dipakai guyon. Prof diplesetkan menjadi Prov alias Provokator, karena memang senangnya memprovokasi orang dengan tulisan-tulisannya , terutama dalam diskusi cara beragama dan literasi.  Sayapun mirip dengan mereka berdua. Namun karena saya di ijazah boleh memakai gelar Insinyur, tidak bisa seperti mereka yang boleh memakai Drs, yang juga kadang diplesetkan kembali menjadi gelar doktor lebih dari 1. Saya pikir mereka yang pernah memperoleh gelar Do...

FJL Aceh Nilai Distribusi Data Bencana di Aceh Belum Baik

  BANDA ACEH - Potretonline.com, 03/01/22. Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh menilai distribusi data terkait bencana banjir di beberapa kabupaten saat ini belum baik. FJL Aceh menyarankan agar Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) memfungsikan pusat data informasi dengan maksimal. Kepala Departemen Monitoring, Kampanye, dan Advokasi FJL Aceh Munandar Syamsuddin, melului siaran pers, Senin (3/1/2022) menuturkan BPBA sebagai pemangku data kebencanaan seharusnya memperbarui data bencana setiap hari sehingga media dapat memberitakan lebih akurat. "Memang tugas jurnalis meliput di lapangan, namun untuk kebutuhan data yang akurat harusnya didukung oleh instansi terkait, dalam hal ini pemangku data adalah BPBA," kata Munandar. Penyediaan data satu pintu, kata Munandar, sangat penting agar tidak ada perbedaan penyebutan data antarmedia. Misalnya, data jumlah desa yang tergenang, jumlah pengungsi, dan kondisi terkini mestinya diupdate secara berkala. Perbedaan penyebutan data ak...