Langsung ke konten utama

KETIKA ORANG TUA MENGANGGAP BAHWA MENDIDIK ANAK BUKAN LAGI URUSAN MEREKA


 


Oleh: Hasbi Yusuf

 

Untuk menghibur diri sendiri dan rekan-rekan semua.  Jangan galau berlebih-lebihan gara-gara anak kita tak dapat belajar tatap muka dengan guru di sekolah. Kita sedang wajib tunduk kepada Protokol WHO terkait Covid-19. Menurut saya ini adalah cara Allah menutup pintu membatasi angan-angan keduniaan yang berlebihan selama ini yang terbuka lebar menuju dunia fantasi yang tak pernah ada ujungnya.


Bagian Pertama dari 3 tulisan


Kita telah terjebak dan tersesat jauh di jalan, sehingga telah menyebabkan telah lupa jalan pulang. Sementara sebagian dari kita telah dijemput paksa oleh Allah Swt dengan wajib menumpang Armada super canggih dan super cepat yang disebut Covid-19.

Di antara penumpang armada Covid-19 kemungkinan ada yang diselamatkan oleh Allah swt, karena dikuatirkan perjalanan hidupnya yang selama ini telah baik, akan sirna karena bentangan angan-angan dunia. Mungkin juga ada di antaranya yang dikuatirkan oleh Allah Swt perjalanan hidupnya sudah pada tingkat membahayakan orang lain dan terutama dirinya. Sosok yang kedua ini juga sebenarnya adalah bentuk kasih sayang Allah yang tidak memberikan kesempatan kepadanya untuk bermaksiat terlalu lama, karena terlalu berat bagi dia untuk mempertanggungjawabkanya di Mahkamah Allah Swt, walaupun mungkin dalam anggapan kita seolah-olah Allah telah menjemput paksa karena kebencian kepadanya.

Jika kita telusuri ke belakang bahwa kejayaan Aceh justru terjadi pada saat-saat kita dipimpin oleh sosok yang tidak mengenyam pendidikan umum yang terlalu tinggi. Mereka umumnya memiliki ilmu pengetahuan agama yang sangat memadai dan istiqamah mengikuti sunah nabi Saw. Mereka dihormati sepanjang masa, tanpa takut dikucilkan atau dibenci oleh para penguasa yang sangat merajalela, apalagi kafir Belanda. Jadi ke depan ini ayah dan bunda jangan terlalu gundah dan bingung gara-gara anak tidak dapat bertatatap muka di sekolah dengan gurunya.

Ada beberapa alasan yang membuat saya tidak terlalu gusar dengan keadaan nyata yang sedang kita hadapi bersama, di antaranya, hampir semua kita melepaskan tanggung jawab anak kita kepada gurunya. Sejak lahir, makan-minum dan pendidikan anak diurus oleh pembantu rumah tangga.  Umur 3 tahun sudah kita titip tanggung jawab anak kepada pengasuhnya. Semua ibunda harus bekerja mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, meskipun pendapatan suaminya tiap tahun cukup beli sawah 2 gunca

Anak tak pernah mandapat pendidikan aqidah-akhlak dari orang tuanya. Semua orang tua berupaya menyekolahkan anak di sekolah yang paling unggul dari yang ada, tanpa pernah mau tahu apa yang terjadi di dalamnya. Hampir semua orang tua menginginkan anaknya juara tanpa memperhitungkan kemampuan dasarnya. Banyak orang tua memaksa anak mengambil jurusan atas nafsu dan kehendak dan hobbi orang tuanya. Pulang sekolah anak wajib ikut les ke mana-mana tanpa ada waktu untuk menambah pelajaran agama.  Jarang kita temukan orang tua menginginkan anaknya menjadi ulama. Kebanyakan orang tua, setiap kegagalan anak selalu menyalahkan gurunya.  

Di samping itu kurikulum sekolah selama ini sangat membebani siswa, hampir semua pejabat dan banyak pihak selalu cenderung membebani kurikulum sesuai kebutuhan pihaknya. Semua kepala sekolah tak ada yang punya nyali untuk melahirkan kreatifitas bersama koleganya.  Hampir semua orang yang menjadi guru hanya menyangkut lapangan kerja, sesungguhnya mereka jarang ada yang bangga dengan frofesi yang dijalaninya. 

Hampir semua guru memaksa anak harus 100 % mencintai dan menguasai pelajaran yang diasuhnya; Jika dia guru fisika seolah-olah siswanya mesti menjadi scientistsemua; Kalau guru olah raga, seolah-olah siswanya harus menjadi atlit seluru cabang olah raga yang ada.  Hasrat hampir semua guru begitu adanya, tanpa meperhitungkan masing-masing murid ada bakat yang dibawanya.  Masing masing guru memberikan  tugas dan PR sekehendaknya, tanpa menyadari guru yang lain juga melakukan hal yang sama. Penyelenggaraan pendidikan di sekolah lebih berorientasi kepada keinginan dan nama besar kepala sekolahnya, bukan kepentingan murid atau kemaslahatan rakyat pada umumnya. Pengadaan sarana dan prasarana  sekolah sejak lama, sama saja dengan yang terjadi di bidang lainnya, berorientasi kepada bisnis penguasa atau keluarganya; Pendidikan kita kurang berorientasi mencerdaskan kehidupan bangsa, melainkan lebih berorientasi pada pemborosan anggaran untuk dagang kita semua. Banyak fasilitas hanya menjadi pajangan saja tanpa ada pendayagunaannya, seperti Lab IPA dan sarana lainnya.  Hubungan murid, guru dan orang tua tak lebih sebagai rekan bisnis saja. 

Pemerintah didesak memperhatikan nasib guru, alhamdulillah  sudah dilakukannya dengan memberikan tunjangan sertifikasi guru, walaupun tidak selancar tunjangan di instansi lainnya; Tunjangan Sertifikasi Guru tidak ada bedanya dengan tunjangan buruh pabrik misalnya. Tujuan sertifikasi  guru sebenarnya adalah  untuk meningkatkan mutu pendidikan, ternyata menjadi bumerang, karena guru dipaksa 24 jam mengajarnya; Jika jam mengajar di selolah tidak cukup 24 jam, untuk bayar sertifikasinya, wajib mengajar di sekolah lain untuk mencukupinya; Dengan jumlah jam mengajar minimal 24 jam tatap muka apakah mungkin untuk meningkatkan mutu pendidikannya, apa beda dengan petani di sawah saja. 

Kehadiran Pandemi di  seluruh dunia, lebih-lebih di negeri kita ini mau tidak mau kita dipaksa harus belajar daring dari rumah saja; Belajar daring tentu menimbulkan banyak konsekuansinya; Bagi murid terutama lebih banyak problem dan tantangannya, terutama sudah terbiasa belajar jika ada pembimbingnya; Bagi orang tua, terutama  yang berpenghasilan rendah, tidak sanggup menyediakan gadgeddan kuotanya; Bagi pemerintah tak mampu menyediakan fasilitas umum berupa sarana dan prasarana, terutama ketersediaan daya listrik dan internet ke seluruh seluruh pelosok sampai ke desa. Tidak semua guru dan murid apalagi orang tua terampil memanfaatkan banyak sarana. Pada saat ini banyak ditawarkan pendidikan dengan menggunakan aplikasi yang semakin banyak saja, tetapi tetap lebih memberi untung besar bagi penyelenggra aplikasinya. 

Ada beberapa aplikasi yang dapat digunakan untuk PBM siswa dalam masa belajar secara daring ke depannya, tetapi kita tidak mungkin membahas di sini bentuk-bentuk aplikasinya. Kita akan membahasnya pada tulisan-tulisan mendatang secara berwacana dan mesti terperinci pula uraiannya, agar berguna dan dapat dipahami dan menjadi pilihan saja yang tidak terlalu mengikat masing-masing kita.

 

Bagian ke-1 (dari 3 tulisan).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi Besar Arisqa Rinaldi Terwujud dalam Usaha dan Doanya

Arisqa murid kelas 5 SDN 2 Kandang, Kecamatan Kleut Selatan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada ilmu pengetahuan, yaitu di bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Setiap malam, dia selalu meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku tentang sains, melakukan eksperimen sederhana dan bertanya kepada gurunya tentang berbagai fenomena alam yang menarik minatnya. Keinginannya untuk memahami dunia di sekitarnya tidak pernah kandas dan mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di tingkat Kabupaten Aceh Selatan. Arisqa menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, dia harus bekerja keras dan berlatih dengan tekun.  Dengan dukungan penuh dari orang tuanya yang selalu mengingatkannya di depan pintu gerbang sekolahnya, ayahnya berkata, “Nak teruslah berproses dan jangan lupa hormati gurumu”.    Dengan    bimbingan dari guru-guru di sekolahnya, Arisqa mempersiapkan diri dengan baik. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Arisqa selalu menyempat...

Profesor

Oleh Ahmad Rizali Berdomisili di Depok Jagat maya akademik sedang gaduh karena ibu Megawati memperoleh gelar Guru Besar Tidak Tetap Honoris Causa dari Universitas Hankam.  Beberapa sahabat saya sering jengah bahkan ada yang berang, karena kadangkala saat diundang bicara dalam sebuah perhelatan akademis, ditulislah di depan namanya gelar Prof. Dr.    Setiap saat pula beliau menjelaskan bahwa dirinya hanya S1.  Satu lagi sahabat saya yang bernasib sama dengan yang di atas. Kalau yang ini memang dasar "rodok kusruh" malah dipakai guyon. Prof diplesetkan menjadi Prov alias Provokator, karena memang senangnya memprovokasi orang dengan tulisan-tulisannya , terutama dalam diskusi cara beragama dan literasi.  Sayapun mirip dengan mereka berdua. Namun karena saya di ijazah boleh memakai gelar Insinyur, tidak bisa seperti mereka yang boleh memakai Drs, yang juga kadang diplesetkan kembali menjadi gelar doktor lebih dari 1. Saya pikir mereka yang pernah memperoleh gelar Do...

FJL Aceh Nilai Distribusi Data Bencana di Aceh Belum Baik

  BANDA ACEH - Potretonline.com, 03/01/22. Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh menilai distribusi data terkait bencana banjir di beberapa kabupaten saat ini belum baik. FJL Aceh menyarankan agar Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) memfungsikan pusat data informasi dengan maksimal. Kepala Departemen Monitoring, Kampanye, dan Advokasi FJL Aceh Munandar Syamsuddin, melului siaran pers, Senin (3/1/2022) menuturkan BPBA sebagai pemangku data kebencanaan seharusnya memperbarui data bencana setiap hari sehingga media dapat memberitakan lebih akurat. "Memang tugas jurnalis meliput di lapangan, namun untuk kebutuhan data yang akurat harusnya didukung oleh instansi terkait, dalam hal ini pemangku data adalah BPBA," kata Munandar. Penyediaan data satu pintu, kata Munandar, sangat penting agar tidak ada perbedaan penyebutan data antarmedia. Misalnya, data jumlah desa yang tergenang, jumlah pengungsi, dan kondisi terkini mestinya diupdate secara berkala. Perbedaan penyebutan data ak...