Langsung ke konten utama

Belajar Menjadi Guru Super Yang Menghibur




Oleh Tabrani Yunis

 

Teaching is an art, begitu ungkapan yang pernah saya baca dari sebuah buku yang saya sendirisudah lupa. Karena mengajar itu adalah seni, maka proses mengajar itu bisa diimprovisasi. Kita bisa memolesnya dengan berbagai bentuk kreasi-kreasi baru. Mengemasnya dengan hal-hal yang inovatif. Mengajar tentu saja bukan sekadar mentransfer ilmu dan ketrampilan, tetapi harus memilki fungsi-fungsi lain seperti fungsi hiburan. Nah, sebagai sosok seorang guru yang menganut falsafah guru yang pembelajar, saya mencoba mengembangkan sebuah cara pembelajaran yang dapat menarik minat para peserta didik untuk belajar bahasa Inggris. Karena pengalaman kita dalam proses pembelajaran bahasa Inggris di sekolah memang lebih banyak hal yang tidak menarik. Pelajaran bahasa Inngris menjadi pelajaran yang membosankan, ditakuti siswa dan sebagaianya. Realitas ini saya temukan berbekal pengalaman mengajar selama 10 tahun. Saya juga sering bersama siswa mengidentifikasi berbagai masalah yang menyebabkan kegagalan pmbelajaran bahasa Inggris di sekolah selama bertahun-tahun itu. Setelah mengidentifikasinya, tentu dilakukan langkah selanjutnya dengan menganalisis masalah – masalah itu. Dari hasil analisis ini saya menemukan berbagai faktor. Salah satu faktor utamanya adalah faktor guru. Saya berkesimpulan pada saat itu, bahwa guru sangat berperan dalam membuat sebuah pengajaran bahasa Inggris gagal di sekolah. Kegagalan siswa dalam menguasai bahasa Inggris tidak terlepas dari kegagalan guru melakukan inovasi dalam pembelajaran bahasa Inggris di sekolah.

Adalah sebuah keanehan dan sangat tidak masuk akal, kalau seorang peserta didik belajar bahasa Inggris selama 4 jam seminggu (dua kali seminggu), selama 6 tahun lamanya. Namun tidak memahami bahasa Inggris, apalagi untuk berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Padahal, jangka waktu pembelajaran selama 6 tahun juga bukan sebuah rentang waktu yang pendek. Idealnya, peserta didik sudah bisa berbicara cas cis cus dalam bahasa Inggris bukan? Namun, kenyataannya memang hingga kini, betapa banyaknya anak didik kita tidak mengerti, apalagi berbicara bahasa Inggris dengan lancar. Sayangnya kondisi semacam ini tidak pernah menjadi bahan refleksi bagi guru bahasa Ingrgris. Tidak pernah menjadi bahan kajian. Tidak pernah menjadi sebuah pertanyaan yang dapat mendorong dirinya untuk keluar dari belenggu sistem pembelajaran yang konvensional. 


Seharusnya guru bisa bertanya, apakah saya sudah cukup mampu untuk mengajarkan bahasa Inggris kepada peserta didik. Guru seharus merasa malu, kalau ia sebagai seorang guru bahasa Inggris, tetapi kondisinya sama saja dengan peserta didik, tidak bisa dan tidak pernah berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Pertanyaannya adalah apa yang bisa diharapkan dari seorang guru bahasa Inggris yang tidak kompeten mengajara bahasa Inggris, harus mengajar bahasa Inggris kepada anak-anak didik? Padahal, tatkala seorang guru bahasa Inggris mengajar di depanj kelas, ia harus menjadi model bagi peserta didik bukan ? Nah, seperti kata pepatah kuno, kalau begini tarah papan, kebarat juga kan condongnya, kalau begini cara mengajar, maka melarat juga peserta didik jadinya. Maka, sekali lagi wajar, kalau peserta didik yang belajar bahasa Inggris selalu menuai kegagalan. Bahasa Inggris di satu sisi dianggap sangat perlu untuk dapat menguasai ilmu-ilmu dan informasi yang barudan masih segar. Namun di pihak lain, bahasa Inggris masih dianggap momok yang sangat menakutkan.


Bangkit dari kesadaran itu, ketika saya pindah ke SMA Negeri 3 Banda Aceh, maka saya jmulai melakukan berbagai transformasi pembelajaran bahasa Inggris. Saya mencoba merubah paradigma pembelajaran bahasa Inggris dengan memperkaya paradigma pembelajaran yang bervariasi. Saya sangat yakin bahwa di sekolah ini saya bisa memerdekakan diri saya untuk melakukan perubahan-perubahan paradigma berfikir dan bertindak. Tentu saja, perubahan paradigma tersebut, kita harus mau bereksperimen.mau berkreasi, berinovasi. Kuncinya adalah kita harus tumbuhkan dahulu sikap kritis. Mau mengkritisi fenomena-fenomena alam, paling tidak fenomena-fenomena yang ada di sekitar profesi kita sendiri, yakni dunia pembelajaran yang kita geluti sehari-hari.


Mengawali masa tugas di SMA Negeri 3 yang kata banyak orang di Aceh, sebagai sebuah SMA favorit, saya ditugaskan di kelas 1. Sebuah kesempatan yang bagus untuk memulai eksperimen karena mereka adalah orang-orang yang baru memulai pembelajaran di bangku SMA saat itu. Dengan semangat yang besar untuk berkreasi dan berinovasi, saya mempersiapkan diri untuk melakukan sebuah improvisasi dalam sebuah pembelajaran bahasa Inggris. Modal awal yang saya miliki adalah sebuah keberanian untuk berinovasi dan berkreasi. Saya harus berani keluar dari sebuah tradisi mengajar yang konvensional. Meninggalkan sebuah sistem pembelajaran bahasa Inggris yang menjajalkan teori-teori dan miskin praktik komunikasi. Meninggalkan kebiasaan menyuguhkan aturan-aturan bahasa yang memusingkan peserta didik. Meninggalkan kebiasaan CBSA, catat buku sampai abis yang selama ini membuat para siswa uring-uringan.


Untuk membangun sebuah setting pembelajaran yang kreatif dan inovatif, di samping membutuhkan keberanian untuk berkreasi dan berinovasi, juga sangat dibutuhkan keberanian untuk keluar dari belenggu sistem pembelajaran yang ada selama ini. Sadar atau tidak, para guru karena keharusan mematuhi tuntutan kurikulum, telah menyebabkan para guru bersikap otoriter dalam proses pembelajaran. Guru masuk ke kelas untuk mengajar membawa sejumlah materi pelajaran yang kerapkali tidak memperhatikan kebutuhan atau keinginan peserta didik. Proses pembelajaran yang terjadi mengesampingkan prinsip-prinsip demokratis. Padahal, para siswa sangat menyukai guru yang bisa menjalankan proses pembelajaran yang demokratis.


Di samping perlunya demokratisasi dalam sistem pembelajaran di sekolah, para siswa sebenarnya sangat menyukai dan memfavoritkan guru-guru yang di mata mereka tergolong kreatif. Mereka senang dengan guru-guru yang gemar berinovasi, menciptakan dan menemukan hal-hal yang baru yang dibawa ke dalam setting pembelajaran. Para siswa juga sangat senang dengan guru-guru yang suka bergaul (supel) terhadap peserta didik. Para siswa juga sangat senang dengan guru-guru yang humoris. Mereka juga sangat senang dengan guru yang mau dan terbuka terhadap kritik, tidak pemarah dan banyak lagi hal yang disukai anak atau siswa. Mereka ingin dihargai, tidak mau dipermalukan. Mereka ingin bisa diperhatikan dengan banyak memberikan peran-peran yang dapat melibatkan mereka dalam sebuah proses pembelajaran.


Sadar akan kebutuhan siswa yang demikian, saya melakukan beberapa hal yang dapat dikatakan kreatif dan inovatif serta menantang. Banyak hal yang saya coba praktikkan sejak saya mulai mengajar di SMA negeri 3 Banda Aceh. Akan tetapi hal yang pertama saya lakukan adalah menumbuhkan minat para siswa atau menyemai rasa cinta siswa terhadap pelajaran yang saya ajarkan. Sebab, seperti juga kata orang dalam sebuah bait lagu, kalau cinta sudah melekat, segalanya bisa diperbuat. Nah,sebenarnya menumbuhkan minat atau menyemai cinta tersebut kiranya tidaklah terlalu sulit. Cukup gampang. Yang penting para guru sebelum melakukan hal semacam ini sudah sejak dahulu mau melakukan self development. Banyak cara dan pendekatan yang bisa menumbuhkan rasa cinta itu. Agar cinta itu tumbuh dan bersemi. Cinta itu bukan tumbuh karena ketampanan, saya tidak memeiliki tampang yang gagah dan taman. Tetapi saya berusaha tampil dengan mengedepankan kemampuan berbahasa, kekayaan strategi dan metodologi pembelajaran yang dapat menarik minat dan memikat siswa. Kekayaan strategi, metodologi dan kemampuan berbahasa Inggris yang diwarnai joke-joke segar, membuat para siswa betah belajar. Bukan hanya pada jam-jam pertama di pagi hari, tetapi tetap segar di waktu siang hari, tatkala perut yang lapar dan pikiran yang selalu tertuju ke rumah, para siswa tetap bertahan dan lengkap di kelas.


Kepuasan siswa adalah sesuatu yang harus saya berikan. Maka, saya mencoba melakukan banyak hal yang bisa membuat para siswa senang dan puas. Berbagai cara bisa dilakukan. Namun hal yang paling penting menurut saya dilakukan sebelum melangsungkan proses pembelajaran adalah mendemokratisasikan sistem pembelajaran bahasa Inggris. Agar bisa berjalannya demokratisasi, maka strategi yang saya jalankan adalah dengan menggunakan sebuah pendekatan yang partisipatoris. Saya melibatkan semua siswa untuk mengidentifikasikan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam proses pembelajaran. Masalah itu dianalisis bersama. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti, mengapa hal itu bisa terjadi? Lalu, apa yang sudah anda lakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Kemudian, agar masalah –masalah ini tidak terulang lagi, maka menurut anda bagaimana sistem pembelajaran yang anda inginkan? 


Keinginan dan kebutuhan siswa bisa sangat berbeda dengan konsep yang kita bawa. Namun. Oleh sebab itu, saya berusaha memahami keinginan dan kebutuhan siswa. Kemudian bersama-sama para siswa dibangun sebuah konsensus yang harus dijalankan selama proses pembelajaran. Konsensus yang dibangun merupakan sebuah kontrak belajar. Di dalam kontrak belajar tersebut bersama para siswa dibangun kesepakatan-kesepakatan akan aturan main dalam pembelajaran bahasa Inggris selama satu semester. Aturan-aturan yang disepakai misalnya, proses pembelajaran bahasa Inggris hanya menggunakan satu bahasa, yakni bahasa Inggris. Setiap siswa wajib hukumnya berbahasa Inggris selama proses belajar berlangsung. Lalu, kalau ada yang menggunakan bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran bahasa Inggris tersebut disepakati agar diberikan sangsi. Setelah konsensus ini terbangun, maka proses pembelajaran pun berlangsung. Ini adalah satu hal yang selalu saya bangun tatkala mulai mengajar bahasa Inggris di SMA Negeri 3 Banda Aceh.


Setelah konsensus yang demikian terbangun, maka pembelajaran bahasa Inggris baru bisa dijalankan. Tidak hanya cukup konsensus, akan tetapi bagaimana konsensus itu bisa dijalankan. Maka, saya tetap konsisten. Apabila ada yang melanggar, cukup diingatkan bahwa ini adalah konsensus bersama. Sudah lebih dari 9 tahun pendekatan ini diterapkan. Dan saya berusaha membawa English language setting and admosphereke dalam kelas. Para siswa sepakat untuk menggunakan bahasa Inggris 100 % di kelas. Mereka pun bersedia membayar denda. Seratus rupiah harus mereka keluarkan dari kocek per kata, apabila mereka berbicara dalam bahasa Indonesia selama proses belajar bahasa Inggris. Denda ini, walau kadang sering memberatkan siswa, namun sudah lebih 9 tahun pendekatan ini diterapkan, belum ada satu orang tua pun yang menyatakan keberatan dengan cara ini. Karena kenyataannya, seluruh siswa di kelas-kelas yang saya asuh, selalu saja menyapa saya dengan penuh keakraban dalam bahasa Inggris. Mereka bagi saya adalah teman untuk menajamkan kemampuan berbicara atau berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Bertapa senangnya hati seorang guru, kalau melihat para siswanya mampu bekomunikasi dalam bahasa Inggris dengan lancar. Bukan hanya sekadar mampu berbicara tentang soal-soal yang simple, tetapi mereka mampu berdiskusi dan berdebat dalam bahasa Inggris.


Agar bisa menjaga dan mempertahankan keterpautan hati para siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris bersama saya, saya selalu berupaya meningkatkan kompetensi saya sebagai guru bahasa Inggris. Saya mempelajari teknik-teknik mengajar yang kreatif. Maka dalam pembelajaran yang saya lakukan selalu tetap kreatif, inovatif dan humoris. Saya tidak mewajibkan para siswa membeli buku. Saya selalu mencari bahan dari luar buku paket yang ada. Bisa itu guntingan koran, leaflet-leaflet, brosur-brosur berbahasa Inggris dan bahkan bahan-bahan yang saya akses dari email dan internet. Para siswa di sini selalu saja menemukan sesuatu yang baru, aktual, menarik dan perlu. Pendek kata, pendekatan-pendekatan yang kreatif dan yang inovatif diaplikasikan yang saya aplikasikan selama ini, banyak memberikan pelajaran yang berharga bagi saya dalam mengajarkan bahasa Inggris kepada anak-anak SMA 3 Banda Aceh. Kemudian, untuk membuat mereka tetap bertahan di kelas, bisa belajar dengan penuh kesenangan dan keceriaan. Saya benar-benar berupaya menyegarkan suasan belajar yang segar, berenergi, serta dinamis. Kelas bukanlah satu-satunya tempat mereka belajar. Para siswa bisa memilih tempat belajar, indoor atau outdoor. Bahkan sering juga belajar di Café atau kantin. Sesuai dengan kesepakatan bersama. Saya melibatkan semua dalam proses dan saya tidak menempatkan diri sebagai the only resource. Maka, saya menemukan bahwa yang paling mereka enjoy, saya selalu menempatkan diri saya sebagai guru yang entertainer yang membuat mereka selalu saja terhibur dalam belajar bahasa Inggris. 


Kala suasana tegang, dan mulai membosankan, mereka saya hibur dengan berbagai kegiatan yang menyenangkan. Misalnya menyanyikan bait-bait lagu bahasa Inggris dan juga mencairkan suasana dengan, ice breaker, joke dan humor-humor segar. Sehingga bisa mengusir rasa lapar pada jam-jam terakhir. Saya sendiri juga merasa nikmat menjadi guru. Karena saya memang enjoy dan juga sangat terhibur dengan sistem pembelajaran seperti ini. Sehingga rasa tidak suka menjadi guru pun telah terkubur. Saya tidak merasa lagi bahwa mengajar adalah sebuah beban yang sangat berat, akan tetapi sebuah masa yang begitu indah. Hingga kini, saya masih sangat senang mengajar dan mencintai profesi guru, walau dalam realitas seharian saya harus bekerja di dunia lain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi Besar Arisqa Rinaldi Terwujud dalam Usaha dan Doanya

Arisqa murid kelas 5 SDN 2 Kandang, Kecamatan Kleut Selatan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada ilmu pengetahuan, yaitu di bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Setiap malam, dia selalu meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku tentang sains, melakukan eksperimen sederhana dan bertanya kepada gurunya tentang berbagai fenomena alam yang menarik minatnya. Keinginannya untuk memahami dunia di sekitarnya tidak pernah kandas dan mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di tingkat Kabupaten Aceh Selatan. Arisqa menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, dia harus bekerja keras dan berlatih dengan tekun.  Dengan dukungan penuh dari orang tuanya yang selalu mengingatkannya di depan pintu gerbang sekolahnya, ayahnya berkata, “Nak teruslah berproses dan jangan lupa hormati gurumu”.    Dengan    bimbingan dari guru-guru di sekolahnya, Arisqa mempersiapkan diri dengan baik. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Arisqa selalu menyempat...

Tahun Baru, Semangat Baru

Assalamualaikum sahabat Popot dan Nyanyak yang dirahmati Allah. Semoga selalu dalam keadaan sehat wal afiat, kritis dan cerdas serta senantiasa dalam lindungan Allah. Alhamdulilah hari Senin, tanggal 1 Januari 2024 lalu kita sudah masuk ke tahun baru. Kita sudah meninggalkan Tahun 2023. Tentu ada    banyak cerita, peristiwa yang terjadi dan kita alami di tahun 2023 yang menjadi catatan sejarah hidup kita. Cerita    suka dan duka yang tak terlupakan. Bisa jadi ada hal yang kita rencanakan untuk diwujudkan pada tahun 2023 lalu yang belum terwujud dan juga ada hal yang tidak tercapai, maka di tahun 2024 ini masih bisa untuk diwujudkan.  Nah, sahabat Popot dan Nyanyak yang berbahagia, Apa saja yang belum sahabat wujudkan di tahun 2023 yang lalu? Apa pula yang menjadi kelemahan atau kekurangan yang ada dalam diri selama 2023 yang lalu?    Bagaimana sikap sahabat semua? Malaskah? Atau sudah rakın, tapi belum berhasil?  Lalu, kini ketika kita sudah betad...

Sembilan Aktivitas Pengisi Liburan Anda Yang Sangat Menarik

Oleh Dian Balkis Mahasiswi  Jurusan Perbankan Syariah, FEBI UIN Ar-Raniry, Banda Aceh Assalamualaikum pembaca Bertemu kembali bersama saya Dian Balkis. Senang sekali dapat berbagi cerita  pada kesempatan ini. Oke saya akan sedikit bercerita tentang kegiatan setelah berlalunya semester 5. Bagi pembaca yang masih kuliah, pasti akan mengalami liburan semester. Ada sebagian mahasiswa yang senang libur semester, ada juga yang tidak senang karena berbagai alasan. Bagi mahasiswa yang bukan perantau, liburan semester bukan moment-moment yang dinantikan, tetapi jika bagi mahasiswa perantau, libur semester merupakan moment yang sangat dinantikan, karena mereka sangat ingin pulang kampung dan bertemu dengan keluarga. Sebagian mahasiswa libur semester ini menjadi hal yang sangat membosankan, apalagi mahasiswa rantauan yang pulang kampung. Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan di rumah, sehingga dapat membuat mereka suntuk dan bosan. Seharusnya ada kegiat...