Langsung ke konten utama

Profesor



Oleh Ahmad Rizali

Berdomisili di Depok


Jagat maya akademik sedang gaduh karena ibu Megawati memperoleh gelar Guru Besar Tidak Tetap Honoris Causa dari Universitas Hankam. 


Beberapa sahabat saya sering jengah bahkan ada yang berang, karena kadangkala saat diundang bicara dalam sebuah perhelatan akademis, ditulislah di depan namanya gelar Prof. Dr.  Setiap saat pula beliau menjelaskan bahwa dirinya hanya S1. 


Satu lagi sahabat saya yang bernasib sama dengan yang di atas. Kalau yang ini memang dasar "rodok kusruh" malah dipakai guyon. Prof diplesetkan menjadi Prov alias Provokator, karena memang senangnya memprovokasi orang dengan tulisan-tulisannya , terutama dalam diskusi cara beragama dan literasi. 


Sayapun mirip dengan mereka berdua. Namun karena saya di ijazah boleh memakai gelar Insinyur, tidak bisa seperti mereka yang boleh memakai Drs, yang juga kadang diplesetkan kembali menjadi gelar doktor lebih dari 1. Saya pikir mereka yang pernah memperoleh gelar Doktor sampai 5, meski Honoris Causa (HC) mesti menunjukkan dengan gelar Drs. (H.C.) seperti sohib saya itu, karena kan tidak mungkin, jika ditulis kelimanya di sekitar nama kita. Karena paling banyak juga 2, depan Dr. (H.C.) dan belakang Ph.D. (H.C.).


Saya termasuk kelompok yang setuju membebaskan semua gelar akademik ini, meski karena ada pemerintah yang mesti mengaturnya. Dengan dibebaskan, maka jelas akan terjadi inflasi gelar, ketika inflasi maka manusia akan melihat kompetensi nyata yang dimiliki tanpa melihat berapa renceng gelar akademik mereka miliki. Sekalipun demikian, hak memakainya masih tetap sah, karena jangan sampai juga salah treatment ketika menjadi tamu di sebuah perhelatan akbar dan dianggap gelandangan penyusup.


Jadi, tanpa gelar atau gelar sepanjang luas kartu nama, buat saya biasa saja, karena sudah terbiasa tidak sadar seperti bunglon. Ketika sedang bekerja di Perguruan Tinggi dan berjalan bersama para Profesor, maka dipanggil "Prof....". Ketika menjadi pembicara dengan para Doktor, maka di "tagname" muncul "Dr." dan saat sedang gayeng gayengnya bermain di pondok dengan pengasuhnya, saya dipanggil Kyai sedikitnya Gus dan ketika runtang runtung di sekolah dipanggil "Ustad" alias pak Guru. Anggap saja sebagai sebuah penghormatan dari si pemanggil dan yang penting jangan bablas menjadi Gila Hormat.


Jadi, ketika melihat ada sahabat dan orang yang mencantumkan gelarnya lengkap ketika diminta memberi sambutan, saya sering kasihan kepada pembawa acara. Karena penyebutan gelar yang panjang itu juga berisiko salah sebut dan fatal. Bisa saja karena terpeleset lidah maka H.C. diucapkan dengan Humoris Causa, gawat kan ?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi Besar Arisqa Rinaldi Terwujud dalam Usaha dan Doanya

Arisqa murid kelas 5 SDN 2 Kandang, Kecamatan Kleut Selatan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada ilmu pengetahuan, yaitu di bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Setiap malam, dia selalu meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku tentang sains, melakukan eksperimen sederhana dan bertanya kepada gurunya tentang berbagai fenomena alam yang menarik minatnya. Keinginannya untuk memahami dunia di sekitarnya tidak pernah kandas dan mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di tingkat Kabupaten Aceh Selatan. Arisqa menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, dia harus bekerja keras dan berlatih dengan tekun.  Dengan dukungan penuh dari orang tuanya yang selalu mengingatkannya di depan pintu gerbang sekolahnya, ayahnya berkata, “Nak teruslah berproses dan jangan lupa hormati gurumu”.    Dengan    bimbingan dari guru-guru di sekolahnya, Arisqa mempersiapkan diri dengan baik. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Arisqa selalu menyempat...

Berbagi Rambutan

  Oleh Salsabila Z   ​ Hari ini, Zain memanen buah rambutan di samping rumah bersama sang Ayah. Ia senang sekali, karena pohon rambutannya berbuah lebat dan rasanya pun manis. ​ “Alhamdulillaahh...” ujar Zain sambil memakan satu buah rambutan. ​ “Iya, alhamdulillaah...” ujar Ayah.”O ya, nanti Zain bantu Kak Salma membagi buah rambutann ini ke tetangga ya?” pinta Ayah sambil membagi  buah-buahan itu  sama banyak lalu menalinya dengan rafia. ​ “Kenapa dibagi Yah? Mending ,  kita  jual saja.  Biar tetanggak kita beli, lalu kita dapat banyak uang ,  deh,” usul Zain. Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya untuk membeli mainan baru  dari hasil menjual rambutan  nanti . ​ “Ya, nanti kita akan jual rambutan ini kepada Pak Sukri, pedagang buah samping pasar itu. tapi tidak semuanya. Ada yang kita bagi sama tetangga dan ada juga yang kita sisihkan untuk kita makan sekeluarga,” jawab Ayah. ​ “Kok begitu Yah?” ​ “Ya, tidak ada salahn ya   dong,...