ilustrasi |
Oleh Irma Nurhayati.
Penulis, siswa MA. Al-Inayah. Kota Bandung.
Shela, ia anak yang cantik, manis, orang tuanya kaya raya. Di kelasnya ia termasuk siswa yang pandai. Siapapun yang belum mengetahui sifatnya, pasti menyukainya. Akan tetapi kenyataanya tidak demikian. Mula-mula semua teman menyukainya. Semua ingin berteman dengannya. Akan tetapi kini tak ada lagi yang ingin bersahabat dengannya. Semua menjauh.
Shela memiliki sifat angkuh. Ia suka memandang rendah orang lain. Mungkin, karena orang tuanya kaya raya dan ia sendiri pandai. Aku tidak tahu, yang jelas ia tidak pernah menghiraukan orang-orang yang meminta bantuannya.
Chika yang kurang pandai berhitung, pernah meminta pertolongannya.
“Shell, ini bagaimana sih menghitungnya?, tolong ajarin aku dong”.
Akan tetapi jawaban yang diterimanya sungguh di luar harapan.
“Enggak tahu, Enggak bisa!” ujar Shella ketus.
Chika pun pergi dengan kecewa.
Viona, yang suatu hari pernah lupa membawa pulpen, ingin meminjam padanya.
“Shella, aku lupa membawa pulpen, boleh aku pinjam satu”. Katanya sambil memandang cepuknya yang penuh dengan pulpen.
“ Siapa suruh kamu lupa?, salahmu sendiri”. Ketus Shella sambil menggertak dan memalingkan wajahnya dari Chika.
Dion yang tidak punya pengahapus pun pernah kena semprotan galaknya dan kecewa karena sikapnya ketika ia mencoba minjam penghapusnya.
“Shell, pinjam penghapusnya sebentar ya?”
“Memangnya penghapusku untuk disewakan?” bentak Shella.
Masih banyak teman yang pernah dikecewakan hatinya kata-kata dan perlakuan Shella. Akhirnya ia diasingkan oleh teman-temannya. Akan tetapi, ia menganggap itu baik. Ia tidak diganggu lagi oleh permintaan-permintaan mereka. Bahkan ia tidak mengganggap kehadiran mereka dalam kehidupannya.
Suatu hari, Shella mendapat kemalangan. Ia jatuh sakit sampai berminggu-minggu lamanya. Tidak ada seorang teman pun yang mau menengoknya. Hanya beberapa guru yang berbelas kasih kepadanya. Shella sedih sekali. Ia takut pelajarannya tertinggal. Dalam waktu yang berminggu-minggu lamanya itu pelajaran yang diajarkan oleh guru-guru tentu sudah banyak. Ia tidak bisa mengikutinya.
Ketika Shella diperbolehkan masuk ke sekolah lagi, ia menghadapi kesulitan. Buku siapa yang harus dipinjamnya. Ia sangat kebingungan. Malu jika ia harus meminta pertolongan kepada mereka yang sering ia tolak permintaannya. Akan tetapi jika tidak ingin tertinggal terus, ia harus menahan malu.
“Chika, pinjam dong catatan Matematikamu?”, pintanya pada Chika.
Tetapi dengan sinis Chika menjawab.
“Aku lagi belajar, jangan ganggu!”.
Sikapnya yang tidak biasanya itu sempat membuat Shella tertampar. Ia merasakan sakit hati yang mendalam setelah diperlakukan ketus oleh Chika. Setelah meminta kesana kemari, berganti hari, berganti pelajaran. Akhirnya ia mendapat pinjaman dari Viona.
Shella sangat berterima kasih. Dalam hatinya ia bertekad memperbaiki sikapnya, menghargai dan menghormati teman-temannya. Ia sadar kini, betapa pentingnya arti seorang teman bagi kehidupan seseorang.
“ Terima kasih Viona, kamu baik sekali padaku. Aku minta maaf atas segala perlakuanku selama ini yang menyakiti perasaanmu”. Ungkap Shella dengan penuh penyesalan.
Viona tersenyum ramah pada Shella.
“ Ia Shell, terimakasih kalau kamu mau berteman dengan aku, dengan teman-teman. Berteman tidak akan membuatmu terpuruk jika kamu baik, bahkan jika kamu punya kelebihan akan menjadi ladang pahala bagimu”.
Lewat Viona, Shella menjalin komunikasi lagi dengan teman-temanya. Kini, di antara mereka saling mengerti dan memahami satu sama lain.
Komentar
Posting Komentar