Langsung ke konten utama

UU Pemajuan Kebudayaan Disahkan




Jakarta, Kemendikbud – Setelah melalui pembahasan yang memakan waktu hampir dua tahun, RUU Pemajuan Kebudayaan disahkan dalam rapat Paripurna Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang Pemajuan Kebudayaan, hari ini, Kamis (27/4-2017), di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Jakarta. Rancangan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan merupakan inisiatif DPR RI, melalui surat Ketua DPR RI nomor LG/19390/DPR RI/XII/2015, tanggal 18 Desember 2015, perihal Penyampaian RUU tentang Kebudayaan kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Pemerintah menyambut baik gagasan tersebut dengan membentuk Tim Antar Kementerian yang dipimpin oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Penunjukan Kemendikbud sebagai koordinator atau pimpinan Tim Antar Kementerian tersebut berdasarkan surat Presiden RI nomor R.12/Pres/02/2016, tanggal 12 Februari 2016, perihal Penunjukan Wakil untuk Membahas RUU tentang Kebudayaan. Kementerian lain yang masuk dalam tim tersebut adalah Kementerian Pariwisata, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Agama, dan Kementerian Hukum dan HAM.

Pembahasan RUU ini, memusatkan perhatian pada upaya “memajukan kebudayaan” sebagaimana diamanatkan UUD 1945, Pasal 32 Ayat 1. Ketua Komisi X DPR RI, Teuku Riefky Harsya, dalam laporannya menyampaikan, sedikitnya terdapat 9 manfaat yang diperoleh masyarakat dari pokok-pokok bahasan atau norma-norma saat RUU ini disahkan menjadi UU. Ke Sembilan manfaat tersebut, yakni: kebudayaan sebagai investasi bukan biaya; sistem pendataan kebudayaan terpadu; pokok pikiran kebudayaan daerah; strategi kebudayaan; rencana induk pemajuan kebudayaan; dana perwalian kebudayaan; pemanfaatan kebudayaan; penghargaan, dan sanksi.

UU Pemajuan Kebudayaan terdiri atas IX Bab dan 61 pasal. Bab I: Ketentuan Umum (memuat tentang pengertian, asas, tujuan, dan objek pemajuan kebudayaan; Bab II: Pemajuan (memuat tentang penjelasan umum, perlindungan (inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, penyelamatan, dan publikasi), pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan; Bab III: Hak dan Kewajiban (setiap orang dalam upaya memajukan kebudayaan). Selanjutnya, Bab IV: Tugas dan Wewenang (pemerintah dan pemerintah daerah dalam upaya memajukan kebudayaan); Bab V: Pendanaan; Bab VI: Penghargaan ; Bab VII: Larangan; Bab VIII: Ketentuan Pidana; serta Bab IX: Ketentuan Penutup.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy usai pengesahan RUU Pemajuan Kebudayaan mengatakan bahwa kebudayaan tidak hanya pada tarian atau tradisi saja, tetapi juga nilai karakter luhur yang diwariskan turun-temurun hingga membentuk karakter bangsa kita.

“Kebudayaan telah menjadi akar dari pendidikan kita, oleh karena itu, RUU Pemajuan Kebudayaan perlu menekankan pada pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan agar budaya Indonesia dapat tumbuh tangguh,” ujar Mendikbud.

“Dalam menjalankan pelindungan dan pembinaan tersebut, arah dan strateginya dengan meningkatkan jumlah dan kualitas pelaku dan pengelola kebudayaan untuk memperkuat arsitektur pemajuan kebudayaan, meningkatkan akses masyarakat terhadap proses dan produk kebudayaan yang meluas, merata, dan berkeadilan, serta meningkatkan kerjasama antar daerah dan antar bangsa, dan meningkatkan mutu tata kelola pemajuan kebudayaan,” ungkap Mendikbud.

Selanjutnya untuk pengembangan kebudayaan akan dilakukan penyebarluasan, pengkajian, dan peningkatan keberagaman obyek kebudayaan. “terakhir dalam Pemajuan Kebudayaan, pemerintah mengajak masyarakat untuk melakukan pemanfaatan obyek kebudayaan untuk membangun karakter, meningkatkan ketahanan, meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan kedudukan Indonesia dalam hubungan Internasional,” tutur Mendikbud.

Pada kesempatan Pembahasan Tingkat I, hari Selasa (18/04/2017), di Gedung DPR RI, dalam keterangan pers yang dilansir dalam www.dpr.go.id, Kamis (20/04/2017), Wakil Ketua Komisi X DPR RI sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Pemajuan Kebudayaan, Ferdiansyah, menyebutkan bahwa ketahanan budaya dan investasi terhadap budaya menjadi semangat dalam pembahasan RUU Pemajuan Kebudayaan.

“Seperti kita ketahui, selama ini yang kita takutkan mengenai kebudayaan adalah infiltrasi budaya. Makanya dalam RUU disebutkan ketahanan budaya. Tentu jika kita memiliki ketahanan budaya yang kuat, tentu harapannya pada masa yang akan datang, bahkan hingga berakhirnya bangsa ini, ketahanan budaya kita akan kokoh,” jelas Ferdi.

Ferdi juga menjelaskan, budaya jangan diartikan sebagai biaya, tetapi investasi. Dengan adanya aktivitas melestarikan, pemeliharaan dan berbagai aktivitas lainnya, hal itu merupakan upaya agar budaya menjadi daya tarik Bangsa Indonesia. “Termasuk juga budaya jangan diartikan sangat sempit. Etos kerja pun juga menjadi bagian dari budaya. Jadi, hal apapun dalam pembangunan nasional itu beraspek dari budaya. Akhirnya kita menyimpulkan, budaya menjadi haluan pembangunan nasional,” pungkas Ferdi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi Besar Arisqa Rinaldi Terwujud dalam Usaha dan Doanya

Arisqa murid kelas 5 SDN 2 Kandang, Kecamatan Kleut Selatan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada ilmu pengetahuan, yaitu di bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Setiap malam, dia selalu meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku tentang sains, melakukan eksperimen sederhana dan bertanya kepada gurunya tentang berbagai fenomena alam yang menarik minatnya. Keinginannya untuk memahami dunia di sekitarnya tidak pernah kandas dan mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di tingkat Kabupaten Aceh Selatan. Arisqa menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, dia harus bekerja keras dan berlatih dengan tekun.  Dengan dukungan penuh dari orang tuanya yang selalu mengingatkannya di depan pintu gerbang sekolahnya, ayahnya berkata, “Nak teruslah berproses dan jangan lupa hormati gurumu”.    Dengan    bimbingan dari guru-guru di sekolahnya, Arisqa mempersiapkan diri dengan baik. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Arisqa selalu menyempat...

Profesor

Oleh Ahmad Rizali Berdomisili di Depok Jagat maya akademik sedang gaduh karena ibu Megawati memperoleh gelar Guru Besar Tidak Tetap Honoris Causa dari Universitas Hankam.  Beberapa sahabat saya sering jengah bahkan ada yang berang, karena kadangkala saat diundang bicara dalam sebuah perhelatan akademis, ditulislah di depan namanya gelar Prof. Dr.    Setiap saat pula beliau menjelaskan bahwa dirinya hanya S1.  Satu lagi sahabat saya yang bernasib sama dengan yang di atas. Kalau yang ini memang dasar "rodok kusruh" malah dipakai guyon. Prof diplesetkan menjadi Prov alias Provokator, karena memang senangnya memprovokasi orang dengan tulisan-tulisannya , terutama dalam diskusi cara beragama dan literasi.  Sayapun mirip dengan mereka berdua. Namun karena saya di ijazah boleh memakai gelar Insinyur, tidak bisa seperti mereka yang boleh memakai Drs, yang juga kadang diplesetkan kembali menjadi gelar doktor lebih dari 1. Saya pikir mereka yang pernah memperoleh gelar Do...

FJL Aceh Nilai Distribusi Data Bencana di Aceh Belum Baik

  BANDA ACEH - Potretonline.com, 03/01/22. Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh menilai distribusi data terkait bencana banjir di beberapa kabupaten saat ini belum baik. FJL Aceh menyarankan agar Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) memfungsikan pusat data informasi dengan maksimal. Kepala Departemen Monitoring, Kampanye, dan Advokasi FJL Aceh Munandar Syamsuddin, melului siaran pers, Senin (3/1/2022) menuturkan BPBA sebagai pemangku data kebencanaan seharusnya memperbarui data bencana setiap hari sehingga media dapat memberitakan lebih akurat. "Memang tugas jurnalis meliput di lapangan, namun untuk kebutuhan data yang akurat harusnya didukung oleh instansi terkait, dalam hal ini pemangku data adalah BPBA," kata Munandar. Penyediaan data satu pintu, kata Munandar, sangat penting agar tidak ada perbedaan penyebutan data antarmedia. Misalnya, data jumlah desa yang tergenang, jumlah pengungsi, dan kondisi terkini mestinya diupdate secara berkala. Perbedaan penyebutan data ak...