Langsung ke konten utama

Dia Bukan Sahabatku





Oleh Yessi Afriyalisi
Sekolah Di SMK Negeri 1 Aceh Barat Daya

Aku lebih mengenalnya dari yang lain, bagiku dia itu adalah seorang malaikat yang Tuhan titipkan untuk menjadi sahabatku. Wajahnya yang polos dan tutur katanya yang sopan membuat sejuk hati  siapa saja yang mendengarnya. Dia telah mengajarkanku tentang bagaimana hidup itu tidak dijalani dengan kekerasan, tetapi ada saatnya kita menghadapi masalah dengan kelembutan dan kepala dingin.

Tiga tahun lamanya kami berteman dan aku sudah menganggapnya seorang sahabat dalam hidupku. Aku sering memanggilnya “Va” karena namanya Diva. Kami sekolah di sekolah yang sama dan kami satu kelas. Bayangkan saja betapa senangnya kalian memiliki sahabat yang selalu ada bersama kalian suka maupun duka. Tapi semua itu tidak berlangsung lama, dan semuanya hilang saat dia mulai berubah.

Aku : Va, kita ke kantin yuk !!
Diva : oke, tapi kita ajak Tya sekalian ya ?
Aku : ya udah. ( dengan nada malasnya )

Tya siswa baru di kelas kami. Dia terkenal dengan gayanya yang sombong dan sok cantiknya. Dia sering merasa kalau dia yang paling cantik di kelas. Teman-teman di kelas banyak yang tidak suka berteman dengan Tya, tetapi entah kenapa sahabatku Diva sekarang lebih dekat dengan dia dan Diva lebih mementingkan dia daripada aku. Kadang-kadang mereka sering ke kantin bareng, duduk bareng, aku diabaikan bagaikan sampah yang tak dibutuhkan.

Aku :   va, pulang bareng aku ya.
Diva :  Aku pulang dengan Tya saja. Lagi pun kami juga mau beli baju couple yang kekinian itu dengan dia !
Aku  : Kamu kenapa sih Va?, Tidak  pernah lagi dekat dengan Aku. Semenjak berteman dengan Tya, kamu sudah berubah. Kamu sudah seperti melupakan Aku. Apa Aku tidak  ada harganya lagi di mata kamu?
Diva : Terserah aku lah. Mau pulang dengan siapa aja, itu bukan urusan kamu. Lagi pula Aku juga sering pulang dengan Tya, dan dia sering antar aku ke rumah. Aku sudah tidak butuh kamu lagi.
Aku :   segitunya kamu ya va?  Aku sudah anggap kamu sahabat, kamu tega meninggalkan Aku, hanya karena Tya yang sering antar kamu pulang ? ( dengan rasa kecewa )
Diva :Emangnya aku peduli gitu dengan kamu? ( sambil berjalan dan pergi )

Dengan rasa tidak bersalah dia pergi meninggalkan Aku yang berdiri tegak di bawah pohon sambil menangis. Air mataku tak tertahankan, angin sepoi yang berhembusan  tidak terasa dingin pada cuaca yang panas di siang itu. Yang aku rasakan hanya sakit dan kecewa. Aku tak menyangka setega itukah sahabatku sendiri mengungkapkan sebuah kalimat pedih yang membuat telingaku saja rasanya enggan untuk mendengar suara lembutnya lagi. Di dalam pikiranku begitu banyak pertanyaan yang ingin aku lontarkan, tetapi mulut ini rasanya kaku untuk biacara. Air mata terus mengalir membasahi pipiku.

Semenjak kejadian hari itu, Aku dan Diva tidak pernah berkomunikasi lagi. Kami juga sudah tidak duduk satu meja lagi. Dia semakin manjauh dariku tanpa sebab. Kami sering bertemu di kelas, tetapi dia tidak pernah bicara satu patah kata pun kepadaku. Untuk melontarkan senyum manisnya saja dia enggan melakukannya. Dia sering menabrakku saat berjalan, tetapi dia tidak pernah meminta maaf dan hanya tertawa, seakan akan baginya sebuah lelucon. Dia sering berbicara dengan Tya dan melihat ke arahku, lalu tertawa. Aku merasa bahwa Aku sedang di permalukan dengan sikapnya yang berubah itu. Entah apa yang membuatnya berubah, sehingga hari ulang tahunku saja dia tidak datang. Padahal Aku sudah mengundangnya. Ucapan ulang tahun pun tidak diucapkannya.  Aku merasa sangat kecewa dengan sikapnya. Setiap malam  dalam salat, Aku selalu berdoa kepada Tuhan “ Andai saja waktu bisa terulang ya Allah, hamba tidak ingin mengenalnya lagi dan janganlah Engkau mempertemukan lagi hamba dengannya “. Setiap kali orang bertanya tentang dia, aku selalu menjawab “ Dia bukan sahabatku” dan setiap kali hati ini bertanya, mulut ini selalu menjawab “ Dia bukan sahabatku”. Biarlah aku sendiri yang meratapi penyelasan yang tak ada gunanya. Biarkan aku berteman dengan indahnya bintang di malam hari, dan biarkanlah aku mencari lagi sahabat sejati.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi Besar Arisqa Rinaldi Terwujud dalam Usaha dan Doanya

Arisqa murid kelas 5 SDN 2 Kandang, Kecamatan Kleut Selatan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada ilmu pengetahuan, yaitu di bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Setiap malam, dia selalu meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku tentang sains, melakukan eksperimen sederhana dan bertanya kepada gurunya tentang berbagai fenomena alam yang menarik minatnya. Keinginannya untuk memahami dunia di sekitarnya tidak pernah kandas dan mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di tingkat Kabupaten Aceh Selatan. Arisqa menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, dia harus bekerja keras dan berlatih dengan tekun.  Dengan dukungan penuh dari orang tuanya yang selalu mengingatkannya di depan pintu gerbang sekolahnya, ayahnya berkata, “Nak teruslah berproses dan jangan lupa hormati gurumu”.    Dengan    bimbingan dari guru-guru di sekolahnya, Arisqa mempersiapkan diri dengan baik. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Arisqa selalu menyempat...

Petualangan

  Oleh Ahmad Rizali Berdomisili di Depok, Jawa Barat Baru kusadari, ternyata upaya memotong ikatan emosiku dengan dunia petualangan di alam terbuka dengan sekian tahun menutup diri dari interaksi dengan Mapala UI, tidaklah menghentikan petualangan itu. Ruh petualangan itu hanya berpindah di kehidupan keseharian. Aku masih ingat saat seorang kolega senior dalam dunia tersebut bicara tentang keinginan mendaki puncak Everest, lantas berlanjut ke 8.000 meter yang lain, kukejar dengan pertanyaan "sesudah itu...?" Tak pernah kuproleh jawaban yang jelas. Puncak Everest dan 8.000 an meter itu bukan milikku yang amatir, mereka milik para profesional dan sedikit kegilaan seperti tokoh di bawah ini. Kilas balik, memasuki dunia pendidikan STM Pembangunan adalah sebuah petualangan yang "terpaksa" karena ongkos memasuki SMA tak terjangkau. Di terima di PTN terbaik negeri ini juga petualangan, karena sungguh tak terbayangkan, ikut ujian PP-I di Gelora Senayan, sendirian tanpa kawa...

Berbagi Rambutan

  Oleh Salsabila Z   ​ Hari ini, Zain memanen buah rambutan di samping rumah bersama sang Ayah. Ia senang sekali, karena pohon rambutannya berbuah lebat dan rasanya pun manis. ​ “Alhamdulillaahh...” ujar Zain sambil memakan satu buah rambutan. ​ “Iya, alhamdulillaah...” ujar Ayah.”O ya, nanti Zain bantu Kak Salma membagi buah rambutann ini ke tetangga ya?” pinta Ayah sambil membagi  buah-buahan itu  sama banyak lalu menalinya dengan rafia. ​ “Kenapa dibagi Yah? Mending ,  kita  jual saja.  Biar tetanggak kita beli, lalu kita dapat banyak uang ,  deh,” usul Zain. Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya untuk membeli mainan baru  dari hasil menjual rambutan  nanti . ​ “Ya, nanti kita akan jual rambutan ini kepada Pak Sukri, pedagang buah samping pasar itu. tapi tidak semuanya. Ada yang kita bagi sama tetangga dan ada juga yang kita sisihkan untuk kita makan sekeluarga,” jawab Ayah. ​ “Kok begitu Yah?” ​ “Ya, tidak ada salahn ya   dong,...