Langsung ke konten utama

Bimbingan Orang Tua Lebih Bermanfaat



Oleh : Darisman Solin
Jurusan, Sosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat, UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Ketika kita membicarakan suatu fenomena yang ada, terkadang apa yang kita bicarakan tidak terfikir oleh kita. Tetapi fenomena sekarang sangat banyak terjadi di kalangan sekitar. Namun, hal itu sangat berdampak negatif, baik terhadap keluarga maupun masyarakat, bahkan bangsa dan negara. Mengapa hal itu terjadi? Dilihat dari fenomena yang ada, banyak keluarga yang tidak fokus terhadap pendidikan keluarganya terutama pada anak. Karakter seorang anak sangat dipengeruhi oleh keluarga. Ketika orang tua tidak memperhatikan pendidikan dan pembentukan karakter seorang anak, maka kita tidak akan tahu apa yang terjadi pada karakter anak tersebut setelah mereka dewasa. Perkembangan otak anak berjalan sangat efektif, ketika orang tua menasehati dan memberi bimbingan anak, akan lebih mudah mencerna dan mengingat lebih lama.

Membimbing seorang anak adalah salah satu kewajiban orang tua kepada anaknya. Apabila orang tua mendidik dengan baik, maka anak tersebut akan baik. Sebaliknya apabila seorang anak kurang mendapat pendidikan yang baik kepada anak-Nya, maka yang terjadi adalah kehancuran. Kurangnya mendapat pendidikan dari orang tua banyak berdampak negatif terhadap dirinya, bahkan merugikan banyak orang.

Mengapa itu tidak terpikir oleh kita semua bahwa anak itu harus dibimbing sejak dini. Bukankah itu membuat generasi semakin maju tanpa ada kecurangan-kecurangan bahkan terjadi kriminalitas. Bagaimana kita bisa menyalahkan sepenuhnya kesalahan yang dilakukan seorang anak sedangkan dia tidak pernah mendapat ilmu bagaimana cara berkehidupan yang baik?. Orang tua sebaiknya memperhatikan pendidikan anak-anaknya karena peran orang tua sangat penting dalam proses pendidikan bagi mereka. Orang tua mampu menyediakan kebutuhan materil anak-anaknya secara memuaskan, tetapi kebutuhan pendidikan tidak pernah terpenuhi. Anak tidak dipersiapkan menjadi manusia yang dewasa seperti tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan. Anak berkembang tanpa adanya pola yang hendak dituju, tetapi berkembang dengan sendirinya. Anak dibiarkan saja tumbuh tanpa tuntutan norma yang pasti. Tidak ada kepastian pada diri anak, bagaimana seharusnya ia berbuat atau bersikap karena memang tidak pernah diberi tahu dan dibimbing oleh orangtuanya.

Seorang anak sangat erat hubungan dengan orang tua, bahkan kita ketahui bahwa anak lahir sesuai dengan Gennya. Orang tua yang baik-baik belum tentu anak yang dilahirkan akan baik, kecuali orang tua mendidiknya dengan baik dan selalu memberi nasihat-nasihat yang bermanfaat pada anak. Sebaliknya orang tua yang kebiasaan-kebiasaan sehari-harinya tidak baik belum tentu anak yang mereka hasilkan tidak baik pula. Karena didikan terhadap sangat banyak berpengaruh kepada anak dan membentuk karakternya seperti apa yang diajarkan orang tua. Pusat pendidikan yang pertama adalah lingkungan keluarga, pendidikan di lingkungan keluarga sangat strategis untuk memberikan pendidikan ke arah kecerdasan, budi pekerti atau kepribadian serta persiapan hidup di masyarakat. Orang tua akan menjadi contoh bagi anak, anak biasanya akan menirukan apa saja yang dilakukan oleh orang tua. Jadi orang tua harus bisa memberikan keteladanan dan kebiasaan sehari-hari yang baik sehingga dapat dijadikan contoh bagi anaknya. Keteladanan dan kebiasaan yang baik itu, sebaiknya diberikan oleh orang tua sejak dari kecil atau anak-anak karena hal itu dapat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa anak.

Mengapa nasib anak di tangan orang tua?, Tentu saja karena hanya orang tua yang mengetahui hobi dan kemampuan seorang anak, bukan orang lain atau pihak sekolah. Sekolah hanya memberi bimbingan sesuai dengan kurikulum dari pemerintah hanya sekedar tahu menghitung dan membaca. Di sekolah guru hanya membimbing hanya beberapa jam, kemudian itu bukan hanya satu dalam bimbingan mereka. Selebihnya tersisa kepada keluarga bagaimana keluarga itu membentuk karakter seorang anak untuk menjadi lebih baik untuk kedapannya.

Dengan kemajuan teknologi dan modernisasi, pola pikir masyarakat berubah. Menganggap bahwa pendidikan paling sempurna adalah sekolah. Kebanyakan orang tua lepas tangan dalam mendidik anaknya mengira bahwa sekolah adalah segalanya.

pada masa keluarga adalah faktor penting dalam pendidikan seorang anak. Karakter seorang anak berasal dari keluarga.

Dimana sebagian sampai usia 18 tahun anak-anak di Indonesia menghabiskan waktunya 60-80 % bersama keluarga. Sampai usia 18 tahun, mereka masih membutuhkan orang tua dan kehangatan dalam keluarga. Sukses seorang anak tidak lepas dari “kehangatan dalam keluarga”. Perkembangan otak di masa anak-anak berjalan sangat efektif. Pada masa ini bakat serta potensi akademis dan nonakademis anak bermunculan dan sangat potensial. Usia anak dari umur satu sampai tiga tahun adalah masa paling penting bagi tumbuh kembang mereka. Indikator tumbuh kembang anak tidak hanya diukur dari pertumbuhan fisik, namun juga perkembangan otak yang dapat dilihat dari responnya terhadap lingkungan. Untuk melihat kecerdasan otak seorang anak, orang tua perlu memahami perubahan apa saja yang penting bagi anak. Jika orang tua tidak tanggap dengan perkembangan anak, masalah akan datang saat anak sudah dewasa nanti.

Realitanya anak hanya mendapatkan pendidikan dari sekolah. Orang tua tidak berpikir panjang atas apa yang mereka lakukan sekarang adalah hal yang salah. Mengapa itu salah, karena pendidikan yang paling penting adalah ajaran dan didikan dalam keluarga. Orang tua adalah guru nomor satu pada jenjang pendidikan dan menumbuhkan karakter seorang anak. Namun hal itu tidak terpikir oleh orang tua dan menganggap duduk di sekolah sudah dapat membangun karakter anak menjadi lebih baik.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi Besar Arisqa Rinaldi Terwujud dalam Usaha dan Doanya

Arisqa murid kelas 5 SDN 2 Kandang, Kecamatan Kleut Selatan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada ilmu pengetahuan, yaitu di bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Setiap malam, dia selalu meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku tentang sains, melakukan eksperimen sederhana dan bertanya kepada gurunya tentang berbagai fenomena alam yang menarik minatnya. Keinginannya untuk memahami dunia di sekitarnya tidak pernah kandas dan mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di tingkat Kabupaten Aceh Selatan. Arisqa menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, dia harus bekerja keras dan berlatih dengan tekun.  Dengan dukungan penuh dari orang tuanya yang selalu mengingatkannya di depan pintu gerbang sekolahnya, ayahnya berkata, “Nak teruslah berproses dan jangan lupa hormati gurumu”.    Dengan    bimbingan dari guru-guru di sekolahnya, Arisqa mempersiapkan diri dengan baik. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Arisqa selalu menyempat...

Petualangan

  Oleh Ahmad Rizali Berdomisili di Depok, Jawa Barat Baru kusadari, ternyata upaya memotong ikatan emosiku dengan dunia petualangan di alam terbuka dengan sekian tahun menutup diri dari interaksi dengan Mapala UI, tidaklah menghentikan petualangan itu. Ruh petualangan itu hanya berpindah di kehidupan keseharian. Aku masih ingat saat seorang kolega senior dalam dunia tersebut bicara tentang keinginan mendaki puncak Everest, lantas berlanjut ke 8.000 meter yang lain, kukejar dengan pertanyaan "sesudah itu...?" Tak pernah kuproleh jawaban yang jelas. Puncak Everest dan 8.000 an meter itu bukan milikku yang amatir, mereka milik para profesional dan sedikit kegilaan seperti tokoh di bawah ini. Kilas balik, memasuki dunia pendidikan STM Pembangunan adalah sebuah petualangan yang "terpaksa" karena ongkos memasuki SMA tak terjangkau. Di terima di PTN terbaik negeri ini juga petualangan, karena sungguh tak terbayangkan, ikut ujian PP-I di Gelora Senayan, sendirian tanpa kawa...

Berbagi Rambutan

  Oleh Salsabila Z   ​ Hari ini, Zain memanen buah rambutan di samping rumah bersama sang Ayah. Ia senang sekali, karena pohon rambutannya berbuah lebat dan rasanya pun manis. ​ “Alhamdulillaahh...” ujar Zain sambil memakan satu buah rambutan. ​ “Iya, alhamdulillaah...” ujar Ayah.”O ya, nanti Zain bantu Kak Salma membagi buah rambutann ini ke tetangga ya?” pinta Ayah sambil membagi  buah-buahan itu  sama banyak lalu menalinya dengan rafia. ​ “Kenapa dibagi Yah? Mending ,  kita  jual saja.  Biar tetanggak kita beli, lalu kita dapat banyak uang ,  deh,” usul Zain. Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya untuk membeli mainan baru  dari hasil menjual rambutan  nanti . ​ “Ya, nanti kita akan jual rambutan ini kepada Pak Sukri, pedagang buah samping pasar itu. tapi tidak semuanya. Ada yang kita bagi sama tetangga dan ada juga yang kita sisihkan untuk kita makan sekeluarga,” jawab Ayah. ​ “Kok begitu Yah?” ​ “Ya, tidak ada salahn ya   dong,...