Langsung ke konten utama

Kopi, Bisakah Ia Kembali?



By Zahratul Idami
21 Maret 2018


Pagi itu, ketika aku sedang menikmati kopi pagiku sembari membaca berita online di gadget-ku. Dering handphone terdengar keras, memecah konsentrasi akan gadget-ku. Ahh suamiku menelpon, kenapa dia menghubungiku, sedang ia baru saja berangkat kerja. “Assalamu’alaikum, benarkan ini dengan Ibu Sarah?” tanya suara di seberang sana yang kusadari bukan suara pemilik handphone. “Wa’alaikumsalam, iya saya sendiri, ke...” belum habis pertanyaan yang mau aku ajukan kenapa handphone suamiku berada ditangan orang lain, aku mendengar kabar yang bahkan aku tak mempercayainya hingga saat ini. Innalillahi wa inna ilaihi raajiun, Ya Allah, Kenapa dia begitu cepat pergi meninggalkan aku.
Aku menyukai kopi, meskipun aku perempuan. Tak jarang suamiku mebawaku oleh-oleh kopi Gayo ketika ia bekerja di luar kota. Jika dipikir ulang, dia sungguh perhatian terhadapku. Berbanding terbalik dengan sikapku padanya. Bahkan ketika dia sakitpun aku membiarkan asisten rumah tanggaku yang merawatnya. Aku tak peduli dengan keadaannya. Pernikahanku dengannya tidak berlandaskan cinta sedikit pun. Mungkin dia mencintaiku, tapi tidak denganku. Kami tidak pacaran, taaruf hanya sebulan dan selanjutmya dia meminta izin pada ayah dan Ibuku untuk menikah. Meskipun sahabat-sahabatku selalu mensyukuri aku menjadi istrinya, aku tak pernah bersyukur. Aku menganggap suamiku hanya sebagai orang yang memberiku uang, perhatian yang tanpa aku pikirkan bagaimana keadaan fisik dan hatinya. Masa bodo dengan dia yang mencintaiku, yang aku pikirkan hanyalah bertahan hidup dengan segala kemewahan yang dia berikan. Sungguh aku tidak peduli.
Kini, ketika dia sudah berada di sisiNya, aku merasa hina dan tak berhasil menjadi istri saleha. Aku dan dia sering shalat berjamaah. Dia suami yang menuntunku ke jalan yang benar. Hanya aku yang keras kepala. Aku terlambat menyadari bahwa dia begitu tulus, dan selama ini aku sudah mencintainya, mencinta suamiku. Setelah kepergiannya aku merasakan sepi yang mendalam. Aku tidak sanggup menahan semuanya sendiri. Bahkan di saat terbangun dari tidurpun aku memikirkannya. Aku berdosa Ya Allah, aku tidak melayani suamiku dengan baik. Aku sungguh berdosa.
Suara hujan menghentikan lamunanku. Selama ini melamun adalah kegiatan rutinku setelah kepergiannya. Kuraih cangkir kopi dan gadgetku menyusuri lorong dapur. Aku akan ke pusaranya, mengirim doa sehingga dia bisa memaafkanku yang telah tak berbakti padanya. Seharusnya surga telah menjadi milikku, tapi aku tidak tahu saat ini apakah masih bisa kuraih surga itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi Besar Arisqa Rinaldi Terwujud dalam Usaha dan Doanya

Arisqa murid kelas 5 SDN 2 Kandang, Kecamatan Kleut Selatan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada ilmu pengetahuan, yaitu di bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Setiap malam, dia selalu meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku tentang sains, melakukan eksperimen sederhana dan bertanya kepada gurunya tentang berbagai fenomena alam yang menarik minatnya. Keinginannya untuk memahami dunia di sekitarnya tidak pernah kandas dan mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di tingkat Kabupaten Aceh Selatan. Arisqa menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, dia harus bekerja keras dan berlatih dengan tekun.  Dengan dukungan penuh dari orang tuanya yang selalu mengingatkannya di depan pintu gerbang sekolahnya, ayahnya berkata, “Nak teruslah berproses dan jangan lupa hormati gurumu”.    Dengan    bimbingan dari guru-guru di sekolahnya, Arisqa mempersiapkan diri dengan baik. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Arisqa selalu menyempat...

Profesor

Oleh Ahmad Rizali Berdomisili di Depok Jagat maya akademik sedang gaduh karena ibu Megawati memperoleh gelar Guru Besar Tidak Tetap Honoris Causa dari Universitas Hankam.  Beberapa sahabat saya sering jengah bahkan ada yang berang, karena kadangkala saat diundang bicara dalam sebuah perhelatan akademis, ditulislah di depan namanya gelar Prof. Dr.    Setiap saat pula beliau menjelaskan bahwa dirinya hanya S1.  Satu lagi sahabat saya yang bernasib sama dengan yang di atas. Kalau yang ini memang dasar "rodok kusruh" malah dipakai guyon. Prof diplesetkan menjadi Prov alias Provokator, karena memang senangnya memprovokasi orang dengan tulisan-tulisannya , terutama dalam diskusi cara beragama dan literasi.  Sayapun mirip dengan mereka berdua. Namun karena saya di ijazah boleh memakai gelar Insinyur, tidak bisa seperti mereka yang boleh memakai Drs, yang juga kadang diplesetkan kembali menjadi gelar doktor lebih dari 1. Saya pikir mereka yang pernah memperoleh gelar Do...

Berbagi Rambutan

  Oleh Salsabila Z   ​ Hari ini, Zain memanen buah rambutan di samping rumah bersama sang Ayah. Ia senang sekali, karena pohon rambutannya berbuah lebat dan rasanya pun manis. ​ “Alhamdulillaahh...” ujar Zain sambil memakan satu buah rambutan. ​ “Iya, alhamdulillaah...” ujar Ayah.”O ya, nanti Zain bantu Kak Salma membagi buah rambutann ini ke tetangga ya?” pinta Ayah sambil membagi  buah-buahan itu  sama banyak lalu menalinya dengan rafia. ​ “Kenapa dibagi Yah? Mending ,  kita  jual saja.  Biar tetanggak kita beli, lalu kita dapat banyak uang ,  deh,” usul Zain. Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya untuk membeli mainan baru  dari hasil menjual rambutan  nanti . ​ “Ya, nanti kita akan jual rambutan ini kepada Pak Sukri, pedagang buah samping pasar itu. tapi tidak semuanya. Ada yang kita bagi sama tetangga dan ada juga yang kita sisihkan untuk kita makan sekeluarga,” jawab Ayah. ​ “Kok begitu Yah?” ​ “Ya, tidak ada salahn ya   dong,...