Oleh : Sitti Zahara Tarmizi
Siswi SMA Negeri 1 Ule Gle, Bandar Dua, Pidie jaya
Sayup-sayup terdengar suara azan subuh berkumandang di sebuah masjid dekat rumahku. Udara dingin menerobos masuk melalui sela-sela jendela kamarku. Tampaknya malam telah beranjak pergi dan sang matahari akan segera keluar. Suara-suara kesibukan di dapur mulai terdengar.
Suara langkah kaki ibu menghampiri kamarku. Perlahan-lahan ia mengetuk pintu kamarku beberapa kali. Ia membangunkanku dengan caranya yang begitu lembut. Sebenarnya, mataku masih mengantuk. Ingin rasanya kembali menarik selimut dan terbang ke alam mimpi.
"Zahara! bangun nak, salat subuh dulu dan siap-siap ke sekolah. Jangan lupa mandi dulu" ibu selalu mengingatkanku. Sebenarnya, aku telah jadi remaja, tapi bagi ibuku, aku adalah seorang anak kecil yang selalu merengek dan ingin dimanjanya. Aku perkenalkan diriku dulu. Namaku Sitti Zahara Tarmizi. Karena terlalu panjang, orang tua dan teman-teman memanggilku Zahara. Tarmizi nama ayahku. Aku putri kedua dari 4 bersaudara. Aku mempunyai seorang kakak perempuan yang kini dia mahasiswa di Universitas Syiahkuala Banda Aceh. Aku juga punya 3 orang adik. Umurku kini hampir memasuki 18 tahun. Kini aku duduk di bangku SMA kelas 3. Nama sekolahku SMA N 1 Bandar dua yang berada di Pidie Jaya, Aceh.
Pintu kamar kubuka perlahan, dengan rasa malas ku menuju ke kamar mandi. Setelah itu mengerjakan salat subuh. Jam menunjukkan pukul 07:00 menit. Semua perlengkapan sekolah telah aku siapkan semalam. Ibu selalu menyuruhku sarapan pagi.
"Zahara.. jangan lupa makan ya nak, ibu antarin adik dulu ke sekolah, uang jajan di atas meja jangan lupa diambil"
"Iya bu, hati-hati " ( sahutku dari dalam hati).
Semenjak ayahku sakit, ibuku yang menafkahi aku sekeluarga. Sering air mata membasahi pipinya ketika tidak ada jajan untuk kami.
Jam tujuh lewat aku ke sekolah dengan temanku, Waddah. Ibuku belum mampu membelikan aku kendaraan untuk ke sekolah. Mulai dari pertama masuk SMA sampai sekarang aku ke sekolah dengannya.
Sesampai di sekolah, banyak siswa yang sudah datang. Linda menghampiriku " Zahara.. kamu sudah sembuh ya, aku pikir kamu tidak hadir lagi"
"Alhamdulillah sudah mendingan Lin. Aku rindu pelajaran fisika, makanya aku sekolah" sahutku sambil menuju tempat duduk ( fisika pelajaran favoritku).
Bel tanda masuk berbunyi menandakan kami siap mengikuti pelajaran. Saat jam istirahat tiba, salah seorang siswi kelasku keserupan. Aku mulai takut. Dadaku sakit, perutku kembung, napas mulai tertahan. Aku sesak. Jantungku terlalu lemah. Kata doktor kenaikan asam lambung terlalu tinggi. Aku mengalami penyakit ini sejak aku kelas 3 SMP. Semenjak itu aku tidak bisa terlalu capek, berat beban pikiran dan banyak makanan yang harus ku jauhi. Aku sering sesak, busa dikatakan sebulan sekali harus dirawat. Nama penyakitku Gastritis.
"Teman-teman Zahara sesak lagi" (kata Linda teman sebangku ku)
"Apa? Zahara sesak lagi?(Dewy mulai panik)
Liya berkata " lebih baik kita bawa dulu ke kantor"
Waddah tak tinggal diam " iya.. biar aku yang kemasin perlengkapannya".
Sesampai di kantor aku dibawa pukesmas terdekat.
Hari demi hari, bulan demi bulan berganti tiba saatnya ujian. Aku belajar tanpa henti. Bahkan aku sering menangis ketika ada yang tidak kupahami.
Saat pembagian rapor tiba. Dengan jantung berirama aku ke sekolah. Kepala sekolah mengumumkan siswa-siswa yang berprestasi. Dengan rasa tak percaya dan hampir pingsan ketika namaku tak disebutkan. Tanpa terasa air mataku jatuh. Aku menangis. Teman-teman terus menghiburku. Tapi tidak ada seorang pun yang bisa menghapus rasa sedih kehilangan prestasi di hatiku.
Hari-hari, ku jalani seperti biasanya. Kehilangan prestasi membuatku tertekan, aku pun sering sakit. Aku mulai lelah dengan penyakitku. Aku ingin menumpahkan segala isi hatiku dalam buku diary ungu yang telah kusimpan beberapa tahun yang lalu. Sengaja aku belikan warna ungu karena ungu kesukaanku.
Aku menarik napas panjang, lalu mencoret pena di lembaran diary ungu.
" Dear diary... aku sedih sekali. Aku telah lelah menghadapi penyakitku, prestasi kini tinggal mimpi. Aku tahu ini cobaan Ilahi untuk diriku, tapi aku tidak sanggup menahannya lagi..
" Dear diary... aku juga kasihan melihat ibuku membanting tulang sendirian demi kami bisa makan, yang selalu menjagaku ketika sakit. Ayahku juga sakit, tidak bisa kemana-mana lagi. Terkadang tanpa terasa air mataku jatuh ketika mendengar rintihan ayah.
"Dear diary.. aku rindu kesembuhan ayahku dan diriku..
(Tanpa terasa air mata jatuh..)
Tuhan...
Jikaku pergi menghadap-Mu nanti
Tabahkanlah hati orang yang menyayangiku
Tuhan ..
Jika penyakitku gak bisa diobati lagi,
Jemputkanlah aku
Tuhan..
Sebelumku pergi menghadap-Mu izinkan aku membalas jasa orang tuaku
Tuhan...
Aku ingin mereka bahagia
Tuhan....
Hanya kepadaMulah ku dapat meminta"
Dengan berderaian air mata, ku menutup buku diary unguku dan ku simpan pada tempat semula .
Komentar
Posting Komentar