Dok. Pribadi
Oleh: Afdhal Jihad
Mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam, STFI Sadra Jakarta
Etika merupakan cabang filsafat yang merefleksikan tugas manusia dalam upaya menggali nilai-nilai moral. Etika merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Manusia dari kodratnya merupakan makhluk berpikir. Di era reformasi ini banyak terjadi kemerosotan etika termasuk etika politik dalam pelaksanaan sistem politik demokrasi yang ada di Indonesia.
Indonesia memiliki empat model demokrasi yang sudah dilalui, dimulai demokrasi parlementen, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila dan demokrasi reformasi. Demokrasi yang ditanamkan selama bertahun-tahun dengan berbagai modelnya, tak kunjung menghasilkan buah demokrasi yaitu kesejahteraan rakyat, keadilan sosial dan ekonomi, pemeritahan yang stabil dan jaminan kebesan dan kesetaraan.[1]Dapat disimpulkan bahwa selama ini demokrasi di Indonesia adalah demokrasi procedural. Artinya demokrasi yang hanya berjalan ketika pergantian kepemerintahan saja dan setelah itu, mereka lupa terhadap masalah-masalah yang muncul di kalangan masyarakat pasca pesta demokrasi usai.
Adakah etika dalam berpolitik? Demikian orang sering bertanya. Kurangnya etika politik ini salah satunya ditandai dengan timbulya sikap pragmatisme dalam perilaku politik yang hanya mementingkan kelompoknya saja. Adapun, fakta yang terjadi saat ini menunjukan bahwa kadang orang berpolitik dengan menghalalkan segala cara. Adanya penyalahgunaan jabatan, kasus korupsi, ujaran kebencian, praktek nepotisme dan masih banyak lagi kebobrokan politik di Indonesia. Kehidupan berbangsa di Indonesia akhir-akhir ini sedang diuji, kebhinekaan yang menjadi tonggak kekuatan bangsa sedang menghadapi tatangan serius. Ini karena kebebasan berekspresi yang diperoleh pascareformasi 1998 dan dijamin UU digunakan sekelompok orang secara tidak bertanggug jawab, untuk menyebar kebencian pada lawan politik. Kecanggihan teknologi pun kerap digunakan untuk menghujat, bahkan menjatuhkan lawan politik.
Dalam sebuah forum yang sangat serius, seorang anggota Komite Ekonomi Nasional mencoba meyakinkan para audience bahwa Jokowi belum layak untuk menjadi presiden. Masih perlu jam terbang untuk diuji oleh waktu. Sejumlahan kelemahan diugkapkan. Bahkan dia menuduh pers telah latah dan berlebihan dalam mempromosikan Jokowi. Namun saya meyakinkan buka soal latah atau berlebihan. Ini masalah yang sulit untuk didiskusikan.[2]
Benar seperti yang dikatakan Machavellistis yang terjadi saat ini, yaitu politik sebagai alat untuk melakukan segala sesuatu, baik atau buruk tanpa mengadakan kesusilaan, norma dan semua yang berlaku seakan bernuansa positivistik (bebas nilai). Jelas dalam kenyataannya, dunia politik menjadi arena rebutan kekuasaan. Konflik kepentingan antar golongan, kelompok, orang per orang sehingga terjadi sebuah konflik kekerasan.
Ketidak jelasan secara etis berbagai tindakan politik di negeri ini membuat keadaan publik saat ini mengalami kehancuran. Fungsi pelindung rakyat tidak berjalan sesuai komitmen. Keadaan publik yang hancur inilah yang sering kali merusak wajah hukum, budaya, pendidikan, dan agama. Rusaknya sendi-sendi ini membuat wajah masa depan bangsa ini kabur. Sebuah kekaburan yang disebabkan karena etika tidak dijadikan acuan dalam kehidupan politik.[3]
Aristoteles sebagaimana diketahui adalah seorang filusuf yang berasal dari Yunani pasca Sokrates sekitar abad 2 SM, yang mana subangsinya terhadap etika dan politik. Dia juga megembangkan etika yaitu etika yang mementingkan aktualisasi kualitas dalam rangka mengembangkan diri manusia melalui aktivitas dalam kehidupan praxis, seperti politik. Melaui teori etika dan politik Ariestoteles, semoga kita bisa menerapkan teori tersebut di Indonesia. Sehingga menjadikan politik di Indonesia berlandasan etika.
Secara etimologis etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti kebiasaan atau karakter yang berkaitan dengan tindakan manusia. Etika yang digagas oleh Aristoteles adalah etika yang mengarahkan kepada hidup yang baik. Dapat dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentan hidup yang baik. Oleh karena, etika merupakan cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.
Begitu juga dengan politik Ariestoteles merupakan orang pertama memperkenal politik. Secara harfiyah ,politik berasal dari bahasa Yunani yaitu “polis” berarti negara atau kota dan “teta” berarti urusan. Aristoteles menyebut politik dengan Zoon Politikon. Dari Zoon Politikon kemudian terus berkembang menjadi polites, politeia, politika, politikos. “Polites” adalah warga negara. Oleh karena itu,“politeia” adalah hal-hal yang berhubungan dengan negara. “Politika” adalah pemerintahan negara. “Politikos” adalah kewarganegaraan, dengan demikian politik berarti menyangkut dengan urusan negara atau pemerintahan. Aristoteles mengatakanbahwa pengertian politik adalah upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki.
Bagaimana yang sudah kita lihat pada problem di atas, politik di Indonesia yang mana sebagian orang berpolitik hanya untuk mementingkan diriya sediri ataupun kelompoknya, untuk memperoleh apa yang dikehendaki dengan menghalalkan segala cara. Tetapi, setelah kita menglihat penjelasan dari Ariestoteles mengenai etika yang mana merupakan hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas selalu menunjukan kepada kebaikan tertentu. Dalam politik pun Arstoteles, mejelaskan bahwa politik merupaka perseketuan aktivitas hidup bersama apapun juga dibagun dengan tujuan menggapai pada tujuan kebaikan tertentu pula.
Jelas bahwa realitas menujukan bahwa politik di Indonesia adalah soal kekuasaan yang dimiliki oleh manusia saat ini dan tidak mempunyai hubugan sama sekali dengan keutamaan. Politik seperti itu dilepaskan dari etika. Maka tak heran jika politik menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan. Tampak bahwa Aristoteles tidak melepaskan politik dari etika. Yang mana politik merupakan system hidup Bersama dalam polis yang hendak merengkuh kebaikan. Di sini politik sangat mengandalkan etika. Menurut Arstoteles politik hanya mungkin ada karena kebaikan. Kita tidak aka bisa mencapai cita-cita bangsa kalua kita tidak bersatu.
Nah, dengan melihat uraian tersebut jelas kiranya bahwa teori etika dan politik Ariestoteles merupakan dua hal yang tidak bisa lepaskan dalam hidup yang bersifat dinamis dan manusiawi. Dinamis dalam arti jika kita menginginkan kemajuan bangsa maka kita harus menggunakan etika dalam berpolitik dan perseketuan aktivitas hidup bersama, tidak boleh dengan cara saling menjatuhkan satu sama lainnya. Manusiawi, karena memang pada umumnya manusia sangat menginginkan perseketuan hidup bersama.
Pandagan Aristoteles ternyata amat berbeda dengan yang terjadi di Indonesia saat ini. Aristoteles memandang kaitan antara etika dan politik secara berbeda. Yang mana politik yang dikedepakan oleh Aristoteles dengan demikan adalah politik yang penuh dengan kesantunan.
Daftar Pustaka
Rizky Dewi Rachmawati, Pentingnya Etika Politik Dalampelaksanaan Sistem Politik DiIndonesia, (makalah filsafat ilmu, Surabaya), 2013
Masha Nasihi, Perjuangan Melawan Kalah, (Jakarta: Republik Penerbit), 2014
Ramdansyah, Saya Bangga Jadi Warga Jakarta, (Jakarta Utara; Rumah Demokrasi), 2012
[1]Ramdansyah, Saya Bangga Jadi Warga Jakarta, (Jakarta Utara; Rumah Demokrasi, 2012), hal.2
[2]Nasihi Masha, Perjuangan Melawan Kalah, (Jakarta: Republik Penerbit, 2014), hal.156
[3]Dewi Rizky Rachmawati,Pentingnya Etika Politik Dalampelaksanaan Sistem Politik DiIndonesia, (makalah filsafat ilmu, Surabaya, 2013) hal,5
Komentar
Posting Komentar