Oleh Tabrani Yunis
Di awal purnama, Januari tahun ini
Jakarta mengalirkan duka
Begitu deras amarah dibawa
tetesan air mata menghanyutkan suka
Air mata menjadi tinta pena basah
melewati lorong-lorong di antara rumah-rumah
mengalir deras hingga ke lembah
padi rebah, rumah -rumah menjadi sampah
Jakarta diterjang musibah
Banjir terus mengalirkan air mata darah
rasa gelisah tumpah bersama air bah
jangan salahkan hujan tak berubah
Semua karena ulah kalifah bumi nan serakah
Kita memang mudah menonjok alam yang marah
Padahal Kita yang tak ramah
Komentar
Posting Komentar