Oleh Satria Dharma
Penggagas Gerakan Literasi Sekolah (GLS)
Fenomena disrupsi (disruption) adalah fenomena ketika masyarakat menggeser aktivitas-aktivitas yang awalnya dilakukan di dunia nyata ke dunia maya, sehingga terjadi perubahan fundamental atau mendasar pada kehidupan sehari-hari. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disrupsi didefinisikan sebagai ketercabutan dari akarnya. Hal ini disebabkan oleh terjadinya revolusi di bidang teknologi yang mengubah cara bekerja dan kehidupan manusia dengan perubahan yang sangat cepat dan mengubah total pola tatanan lama dalam waktu yang sangat singkat. Fenomena ini kemudian berkembang pada perubahan pola dunia bisnis dan industri, sehingga pergerakan dunia industri atau persaingan kerja tidak lagi linear. Cakupan perubahannya luas mulai dari dunia bisnis, perbankan, transportasi, sosial masyarakat, hingga pendidikan. Disrupsi menginisiasi lahirnya model bisnis baru dengan strategi yang jauh lebih inovatif dan tak dikenal sebelumnya.. Dalam bisnis konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Clayton M. Christensen, salah satu professor di Harvard Business School.
Era ini menuntut kita untuk berubah atau punah karena ditelan oleh perubahan sistem ini. Kemunculan transportasi daring adalah salah satu dampaknya yang paling populer di Indonesia. Taxi Bluebird yang semula dianggap begitu perkasa dan menjadi raja di bidang transportasi sebelumnya dianggap seolah tidak mungkin terkalahkan. Tapi dengan datangnya sistem transportasi daring tiba-tiba Bluebird terasa seperti anak kecil menghadapi raksasa. Bluebird tidak akan mungkin menang menghadapi persaingan dengan transportasi online yang dengan cepat mengubah peta transportasi. Untunglah Bluebird sadar dan tidak menentang sistem transportasi daring ini tapi memeluknya sehingga terhindar dari kepunahan. Gojek yang dulunya dianggap sebagai profesi tak terhormat setelah mendapat sentuhan teknologi, tiba-tiba menjadi raksasa juga. Di pintu tol e-tol menggantikan tenaga manusia. Sekarang kita bahkan tidak perlu mendatangi pengadilan jika kena tilang karena teknologi memungkinkan pembayaran di rumah ketika SIM kita diantarkan setelah keputusan pengadilan ditetapkan. Dan, banyak lagi contoh-contoh perubahan dalam tata kehidupan sehari-hari kita yang lainnya.
Hal ini jelas dan tidak diragukan lagi bahwa disrupsi akan mendorong terjadinya digitalisasi sistem pendidikan. Munculnya inovasi aplikasi teknologi pada dunia industri jelas akan menginspirasi lahirnya aplikasi sejenis di bidang pendidikan. Sebagai contoh adalah MOOC, singkatan dari Massive Open Online Course serta AI (Artificial Intelligence), sebuah inovasi pembelajaran daring yang dirancang terbuka, dapat saling berbagi dan saling terhubung atau berjejaring satu sama lain.Prinsip ini menandai dimulainya demokratisasi pengetahuan yang menciptakan kesempatan bagi semua orang untuk memanfaatkan dunia teknologi dengan produktiv.
Jack Ma, pendiri Alibaba, perusahaan transaksi daring terbesar di dunia juga mengatakan, fungsi guru pada era digital ini tentunya akan berbeda dibandingkan guru masa lalu. Jelas guru tidak mungkin mampu bersaing dengan mesin dalam hal melaksanakan pekerjaan hapalan, hitungan, hingga pencarian sumber informasi.. Mesin jauh lebih cerdas, berpengetahuan, cepat, efektif, dan tak kenal lelah dibandingkan kita dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu fungsi guru akan bergeser lebih mengajarkan nilai-nilai etika, budaya, kebijaksanaan, pengalaman hingga empati sosial karena nilai-nilai itulah yang tidak dapat diajarkan oleh mesin. Jika tidak, masa depan guru yang tidak mengikuti perubahan zaman akan suram. Oleh sebab itu penting sekali adanya revolusi peran guru sebagai sumber belajar atau pemberi pengetahuan menjadi mentor, fasilitator, motivator, bahkan inspirator untuk mengembangkan imajinasi, kreativitas, karakter, serta kemampuan bekerja sama siswa yang dibutuhkan pada masa depan.
Guru perlu untuk mulai mengubah cara mereka mengajar dengan meninggalkan cara-cara lamanya. Mereka harus fleksibel dan tanggap dalam memahami hal-hal baru dengan lebih cepat. Teknologi digital dapat membantu guru belajar lebih cepat dan lebih efektif untuk berubah dan berkembang. Dengan bantuan teknologi guru akan dapat mengubah pelajaran yang membosankan dan tidak inovatif menjadi pembelajaran multi-stimulan agar menjadi lebih menyenangkan dan menarik. Untuk itu Pemerintah harus mempersiapkan para guru saat ini untuk menghadapi perubahan peran ini.
Ini bukan sekadar persoalan mengganti kelas tatap muka konvensional menjadi pembelajaran daring. Penguasaan literasi menjadi semakin penting dan tak terelakkan. Era disrupsi atau ketercerabutan ini mengharuskan masyarakat Indonesia harus telah benar-benar melek literasi dasar, mulai dari aspek membaca, menulis, dan matematika untuk menghadapi tantangan bangsa saat ini, yaitu Era Revolusi Industri 4.0. Di era ini, masyarakat didorong untuk menguasai “literasi baru” yang mengandung unsur tambahan dari literasi lama.
Literasi lama mencakup kompetensi calistung. Sedangkan literasi baru di Abad 21 ini mencakup literasi internet, literasi digital, literasi media baru, literasi informasi, dan multiliterasi (Handbook of New Literacies Research, Coiro, Knobel, Lankshear, and Leu, 2008) Literasi ini terkait dengan kemampuan membaca, menganalisis dan membuat konklusi berpikir berdasarkan data dan informasi (big data) yang diperoleh. Literasi baru ini terkait dengan kemampuan memahami berbagai perkembangan teknologi dan bagaimana memanfaatkannya bagi kehidupan. Untuk itu dibutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) serta kemampuan berkomunikasi, berkolaborasi, berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Untuk itu, tugas dunia pendidikan saat ini melalui proses pembelajarannya bukan hanya mengokohkan penguatan kompetensi literasi lama, tetapi secara simultan juga memasukkan kemampuan literasi baru yang menyatu dalam penguatan kompetensi bidang keilmuan dan keahlian atau profesi. Secara serentak generasi muda harus didorong untuk mempelajari literasi baru agar kompetitif di era ekonomi baru yang berbasis teknologi.
Kategori masyarakat literat digolongkan ke dalam tiga bagian, yaitu praliterasi, literasi, dan pascaliterasi. Dari data yang ada jelas sekali bahwa masyarakat kita masih dalam tahap praliterasi. Kita bahkan masih tertinggal dalam penguasaan literasi dasar membaca, menulis, dan berhitung. Hal ini akan menyulitkan kita untuk menyongsong era literasi baru jika kita tidak benar-benar berupaya menyelesaikan tugas kita membekali anak-anak kita kemampuan literasi dasar calistung tersebut.
Dengan demikian perlu adanya reorientasi baru dalam penyelenggaraan pendidikan, baik pada pendidikan dasar, menengah dan tinggi.. Agar dunia pendidikan tetap memiliki daya relevansi yang tinggi dalam era revolusi industri 4.0 atau era disrupsi ini. Para pendidik (guru dan dosen) dalam proses pembelajaran perlu mengintegrasikan capaian pembelajaran tiga bidang secara simultan dan terpadu, yaitu capaian bidang literasi lama, literasi baru, dan literasi keilmuan untuk menghindari kondisi illiterasi (illiteracy).
Komentar
Posting Komentar