Langsung ke konten utama

Menulis Itu Seperti Buang Air Besar





Oleh Ahmad Rizali
Berdomisili di Depok

Saya senang menulis, bahkan sejak remaja sudah saya lakukan. Saat ini, facebook menjadi media bagi saya mengekspresikan semua yang ada di hati dan kepala menjadi sebuah tulisan yang seringkali, jika tak diingatkan oleh facebook saya sering lupa pernah menulisnya. Bayangkan, jika saya seorang buzzer yang dibayar menghajar perilaku seseorang, maka dengan mudah jejak elektronik saya dipakai menghajar balik. 

Menulis apa yang dirasakan dan dipikir bisa sangat cepat, karena spontan saja seperti saat haus, maka cepat menyambar pasu air dan tuang ke gelas, tenggak. Pikiran dan perasaan menjadi sumber hidup tulisan dan memilih diksi dan merangkainya menjadi paragraf yang bermakna dan tak bermakna. Kadangkala kita menyamarkan arti, hanya tersirat. Seringkali jelas tersurat, sesekali "tersuruf" karena hanya kita dan Tuhan yang paham makna tulisan kita. 

Yang agak bikin stres adalah menulis topik khusus, seringkali pesanan. Proses menulis topik ini seperti menunggu berak, tak bisa dikeluarkan jika memang belum saatnya dan saya berfikir, apakah ini kebiasaan buruk atau memang harus seperti ini? Biasanya topik "pesanan" itu saya tulis dulu kerangkanya, apakah pertanyaan yang harus dijawab, mengapanya dan lain sebaagainya dalam sebuah "curah pendapat sendirian", lantas mengerucut dan saya tinggalkan sejenak.

Adanya kerangka tak lantas membuat saya sigap dan cepat menulis, seperti berak tadi. Kerangka sesekali diintip dan kata kata kunci diinternalisasi dalam pikiran dan ada proses "sublimasi". Biasanya menjelang "deadline" itulah, "perut seakan sakit menjelang berak" dan keluarlah "tinja" itu dengan sangat cepat. Tulisan yang sudah berbentuk dan cukup terstruktur itu hanya menunggu sentuhan akhir. 

Apakah, proses "kreatif" anda dalam menulis sama seperti saya atau justru lebih "beradab" ?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi Besar Arisqa Rinaldi Terwujud dalam Usaha dan Doanya

Arisqa murid kelas 5 SDN 2 Kandang, Kecamatan Kleut Selatan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada ilmu pengetahuan, yaitu di bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Setiap malam, dia selalu meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku tentang sains, melakukan eksperimen sederhana dan bertanya kepada gurunya tentang berbagai fenomena alam yang menarik minatnya. Keinginannya untuk memahami dunia di sekitarnya tidak pernah kandas dan mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di tingkat Kabupaten Aceh Selatan. Arisqa menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, dia harus bekerja keras dan berlatih dengan tekun.  Dengan dukungan penuh dari orang tuanya yang selalu mengingatkannya di depan pintu gerbang sekolahnya, ayahnya berkata, “Nak teruslah berproses dan jangan lupa hormati gurumu”.    Dengan    bimbingan dari guru-guru di sekolahnya, Arisqa mempersiapkan diri dengan baik. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Arisqa selalu menyempat...

Profesor

Oleh Ahmad Rizali Berdomisili di Depok Jagat maya akademik sedang gaduh karena ibu Megawati memperoleh gelar Guru Besar Tidak Tetap Honoris Causa dari Universitas Hankam.  Beberapa sahabat saya sering jengah bahkan ada yang berang, karena kadangkala saat diundang bicara dalam sebuah perhelatan akademis, ditulislah di depan namanya gelar Prof. Dr.    Setiap saat pula beliau menjelaskan bahwa dirinya hanya S1.  Satu lagi sahabat saya yang bernasib sama dengan yang di atas. Kalau yang ini memang dasar "rodok kusruh" malah dipakai guyon. Prof diplesetkan menjadi Prov alias Provokator, karena memang senangnya memprovokasi orang dengan tulisan-tulisannya , terutama dalam diskusi cara beragama dan literasi.  Sayapun mirip dengan mereka berdua. Namun karena saya di ijazah boleh memakai gelar Insinyur, tidak bisa seperti mereka yang boleh memakai Drs, yang juga kadang diplesetkan kembali menjadi gelar doktor lebih dari 1. Saya pikir mereka yang pernah memperoleh gelar Do...

Berbagi Rambutan

  Oleh Salsabila Z   ​ Hari ini, Zain memanen buah rambutan di samping rumah bersama sang Ayah. Ia senang sekali, karena pohon rambutannya berbuah lebat dan rasanya pun manis. ​ “Alhamdulillaahh...” ujar Zain sambil memakan satu buah rambutan. ​ “Iya, alhamdulillaah...” ujar Ayah.”O ya, nanti Zain bantu Kak Salma membagi buah rambutann ini ke tetangga ya?” pinta Ayah sambil membagi  buah-buahan itu  sama banyak lalu menalinya dengan rafia. ​ “Kenapa dibagi Yah? Mending ,  kita  jual saja.  Biar tetanggak kita beli, lalu kita dapat banyak uang ,  deh,” usul Zain. Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya untuk membeli mainan baru  dari hasil menjual rambutan  nanti . ​ “Ya, nanti kita akan jual rambutan ini kepada Pak Sukri, pedagang buah samping pasar itu. tapi tidak semuanya. Ada yang kita bagi sama tetangga dan ada juga yang kita sisihkan untuk kita makan sekeluarga,” jawab Ayah. ​ “Kok begitu Yah?” ​ “Ya, tidak ada salahn ya   dong,...