Langsung ke konten utama

PROFESOR DOKTOR PENYEBAR FITNAH?



Oleh Satria Dharma 

Berdomisili di Surabaya 


Pagi ini saya buka WA dan menerima kiriman dari seorang kerabat yang professor doktor mantan rektor sebuah PTS sangat besar. Dia minta advis soal seorang temannya yang juga profesor doktor dan pimpinan organisasi Islam yang menyebarkan artikel di WAG asosiasi profesornya. Artikelnya bukan hanya provokatif, penuh kebohongan dan fitnah, tapi juga sangat jelas tidak masuk akal.  Kerabat saya ini memang sering bertanya pada saya jika ada artikel yang menurutnya tidak benar dan mengandung hoax dan fitnah. Saya dengan senang hati mencarikan dan menunjukkan bantahannya. Belakangan sudah jarang beliau bertanya. Saya pikir hoax dan fitnah di lingkungan kelompok dosen, doktor, dan profesornya sudah reda. 

Eh, lha kok pagi ini muncul lagi berita bohong dan fitnah yang dikonsulkan ke saya. 


Saya sungguh sangat heran dan tidak habis pikir jika seorang professor doktor dan bahkan ketua organisasi Islam dengan entengnya menyebarkan berita fitnah yang begitu tidak masuk akal. Apakah ia sudah tidak menggunakan akalnya untuk berpikir? Salah satunya ia bilang bahwa Rizieq Shihab pernah disogok uang 1 trilyun oleh Jokowi agar diam, tapi ditolak. Makanya RS dijebloskan ke penjara. Ketika dibantah ia lalu justru meminta orang lain untuk memberi bukti bahwa RS tidak pernah disogok. Kok bisa seorang professor sedemikian dogolnya ya? Jika Anda menuduh seseorang, maka Andalah yang wajib memberikan buktinya dan bukan orang lain yang berkewajiban untuk membuktikan sebaliknya. 


Adalah sangat ironis jika seorang dengan gelar dan kedudukan yang begitu tinggi, apalagi ketua organisasi Islam, justru menyebarkan fitnah dan berita bohong. 

Islam adalah agama yang SANGAT TEGAS melarang umatnya untuk berkata bohong, memfitnah, dan menyebarkan ujaran kebencian. Al-Quran menyebut fitnah lebih kejam atau lebih besar daripada membunuh (Al-Baqarah 191 dan 217).


Allah Swt berfirman: “Wahai orang yang beriman! Jauhilah dari kebanyakan sangkaan, karena sesungguhnya sebagian daripada sangkaan itu adalah dosa, dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan keaiban orang, dan janganlah kamu mengumpat setengah yang lain. Adakah seseorang kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Oleh karena, itu patuhilah larangan tersebut) dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha penerima taubat dan Maha penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12).


Nabi saw bersabda: “TIDAK AKAN MASUK SORGA orang yang suka menyebar fitnah.” (HR. Bukhari dan Muslim).


Jelas sekali bahwa umat Islam diwajibkan tabayyun dan mengecek sendiri berita yang mereka dengar dan tidak dengan serta merta menyebarkannya. Jangan asal sebar apa yang kita dengar. Rasulullah SAW dengan tegas mengatakan tentang balasan bagi pendusta dalam Islam, “Cukuplah seseorang dikatakan sebagai PENDUSTA apabila dia mengatakan semua yang didengar.” (HR. Muslim no.7). Menyebarkan berita atau informasi tanpa mengecek sungguh-sungguh kebenarannya dianggap sebagai PENDUSTA dalam ajaran Islam.


Sesungguhnya sangat tegas sekali AJARAN ISLAM tentang hal ini. Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu informasi, maka PERIKSALAH DENGAN TELITI, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”(QS. Al Hujuraat [49]: 6)


Bahkan jika seandainya pun berita itu benar, tapi jika tidak ada manfaatnya untuk disebarkan kita sebagai umat Islam diminta untuk tidak perlu menyebarkannya. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam.”(HR. Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 74). Bagaimana mungkin seorang professor doktor seolah tidak mengenal larangan-larangan tersebut dan seolah tidak takut dengan ancaman hukuman dari Tuhan? 


Lalu sebenarnya ajaran apa yang ia praktikkan dengan berbagai berita bohong, fitnah, dan ujaran kebencian yang ia sebarkan?

Jika untuk ajaran yang sudah demikian tegasnya saja seorang professor doktor tidak bisa mengamalkannya, lantas bagaimana UMAT ISLAM lain yang awam?


Naudzu billahi min dzalik. 🙏


Denpasar, 28 September 2021

Satria Dharma

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi Besar Arisqa Rinaldi Terwujud dalam Usaha dan Doanya

Arisqa murid kelas 5 SDN 2 Kandang, Kecamatan Kleut Selatan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada ilmu pengetahuan, yaitu di bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Setiap malam, dia selalu meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku tentang sains, melakukan eksperimen sederhana dan bertanya kepada gurunya tentang berbagai fenomena alam yang menarik minatnya. Keinginannya untuk memahami dunia di sekitarnya tidak pernah kandas dan mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di tingkat Kabupaten Aceh Selatan. Arisqa menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, dia harus bekerja keras dan berlatih dengan tekun.  Dengan dukungan penuh dari orang tuanya yang selalu mengingatkannya di depan pintu gerbang sekolahnya, ayahnya berkata, “Nak teruslah berproses dan jangan lupa hormati gurumu”.    Dengan    bimbingan dari guru-guru di sekolahnya, Arisqa mempersiapkan diri dengan baik. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Arisqa selalu menyempat...

Profesor

Oleh Ahmad Rizali Berdomisili di Depok Jagat maya akademik sedang gaduh karena ibu Megawati memperoleh gelar Guru Besar Tidak Tetap Honoris Causa dari Universitas Hankam.  Beberapa sahabat saya sering jengah bahkan ada yang berang, karena kadangkala saat diundang bicara dalam sebuah perhelatan akademis, ditulislah di depan namanya gelar Prof. Dr.    Setiap saat pula beliau menjelaskan bahwa dirinya hanya S1.  Satu lagi sahabat saya yang bernasib sama dengan yang di atas. Kalau yang ini memang dasar "rodok kusruh" malah dipakai guyon. Prof diplesetkan menjadi Prov alias Provokator, karena memang senangnya memprovokasi orang dengan tulisan-tulisannya , terutama dalam diskusi cara beragama dan literasi.  Sayapun mirip dengan mereka berdua. Namun karena saya di ijazah boleh memakai gelar Insinyur, tidak bisa seperti mereka yang boleh memakai Drs, yang juga kadang diplesetkan kembali menjadi gelar doktor lebih dari 1. Saya pikir mereka yang pernah memperoleh gelar Do...

FJL Aceh Nilai Distribusi Data Bencana di Aceh Belum Baik

  BANDA ACEH - Potretonline.com, 03/01/22. Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh menilai distribusi data terkait bencana banjir di beberapa kabupaten saat ini belum baik. FJL Aceh menyarankan agar Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) memfungsikan pusat data informasi dengan maksimal. Kepala Departemen Monitoring, Kampanye, dan Advokasi FJL Aceh Munandar Syamsuddin, melului siaran pers, Senin (3/1/2022) menuturkan BPBA sebagai pemangku data kebencanaan seharusnya memperbarui data bencana setiap hari sehingga media dapat memberitakan lebih akurat. "Memang tugas jurnalis meliput di lapangan, namun untuk kebutuhan data yang akurat harusnya didukung oleh instansi terkait, dalam hal ini pemangku data adalah BPBA," kata Munandar. Penyediaan data satu pintu, kata Munandar, sangat penting agar tidak ada perbedaan penyebutan data antarmedia. Misalnya, data jumlah desa yang tergenang, jumlah pengungsi, dan kondisi terkini mestinya diupdate secara berkala. Perbedaan penyebutan data ak...