Langsung ke konten utama

Puisi Muhammad Asqalani eNeSTe

 


Mencari Ayah Mati|

- bagi Sandy Sr

 

Sandi Ramadhan: Tuhan membiarkan aku sendiri berkuda ke dataran sunyi,

mencari ayah dengan teropong ompong naluri.

 

Seseorang yang Mungkin Aku: kau tak bisa begitu sayang, jika tak ingin bisu

                                                 membaringkan tubuhmu untuk dipajang, di sepanjang jalan lengang, menuju tiang tanpa sembahyang.

 

Sandi Ramadhan: hidupku terlanjur sungsang, Tuan.

jangan pura-pura mengenal aku hanya dengan kuterima senyummu dengan hambar.

 

Seseorang yang Mungkin Aku: senyummu tak pernah memberikan aku sumber tahu,

bahwa dalam diam airmatamu mengkhianati haru.

 

Bayang-bayang Ayah: maksud Anda?

 

Seseorang yang Mungkin Aku: maafkan aku ayah, dan biarkan

selanjutnya Anda kupanggil ayah.

 

Bayang-bayang Ayah: silakan, Tuan!

 

Seseorang yang Mungkin Aku: kita belum saling kenal, Assalamu 'Alaikum ayah,

aku datang dari masalalu yang sejak kematian ayah hidupku bingung, canggung,

buntung, dan kesialan menyisihkan harapku.

 

Bayang-bayang Ayah: kau memiliki Tuhan?

 

Seseorang yang Mungkin Aku: tentu ayah, meski pada hal-hal tertentu

Tuhan kutinggalkan di ruang tunggu.

 

Sandi Ramadhan: O, kau hendak menantang aku? kau kata-katai aku

di depan lelaki yang memuakkan itu?

 

Bayang-bayang Ayah: muntahkan!

 

Seseorang yang Mungkin Aku: ayah, hidup kita yang payah bukan pilihan semata,

tapi juga bagaimana kita menyelamatkan rukun manusia.

 

Bayang-bayang Ayah: aku benci makrifat!

 

Seseorang yang Mungkin Aku: bencilah makrifat jika perlu ayah,

tapi jangan benci adikku yang tampan dan berbuat baik

sepanjang hidupnya untuk ibu, untuk Berry, dan Sella.

 

Sandi Ramadhan: ini bukan pasar tempat memadati hati rongsokan

 yang gampang bilang kasihan.

 

Seseorang yang Mungkin Aku: Sandi..

 

Sandi Ramadhan: arrghh.. kau mengerti apa tentang hati yang terkunci,

kau miliki ribuan apa untuk menyerbu dan memundurkan benci, kau tahu apa tentang hati ibu yang tertikam belati, kau tahu apa sunyi membunuh tubuh tanpa peduli, bahwa adik-adikku juga butuh kata

“ayah" dan bukan hanya memeluk mimpi. aku gagah dan perkasa,percaya pada pesona angkasa dan doa yang memutihkan awan

berhenti berbicara Tuan, pergilah dan jangan pernah kembali, kecuali membawa benci. seperti lelaki yang sibuk menyiangi birahi tak tahu diri ini. kalian membuat marahku memerahkan seluruh isi bumi.

 

Bayang-bayang Ayah: sial!

 

Seseorang yang Mungkin akan sempurna melupakan sisa hidupmu. bunuhlah aku

 jika masalahmu tumpul setelah ujung pisau mburaikan nafasku.

 

Bayang-bayang Ayah: demi Tuhan, demi kemanusiaan. hentikan.

 

Sandi Ramadhan: aku adalah kerapuhan, entah kapan di mata ibu, di kubur dan hancur luruh harapku.

 

Morse 11 Oktober  2016 – 27 Oktober 2021

 

 

 

Muhammad Asqalani eNeSTe. Kelahiran Paringgonan, 25 Mei 1988. Menulis dan membaca puisi sejak 2006. Pernah memenangkan lomba menulis dan baca puisi nasional yang membuatnya mendapatkan fasilitas liburan di Singapura. Ia membacakan salah satu sajaknya di National University of Singapore. Selain berbahasa Inggris, ia juga mempelajari Bahasa Esperanto, Spanyol dan Belanda. IG: @muhammadasqalanie. Youtube

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi Besar Arisqa Rinaldi Terwujud dalam Usaha dan Doanya

Arisqa murid kelas 5 SDN 2 Kandang, Kecamatan Kleut Selatan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada ilmu pengetahuan, yaitu di bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Setiap malam, dia selalu meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku tentang sains, melakukan eksperimen sederhana dan bertanya kepada gurunya tentang berbagai fenomena alam yang menarik minatnya. Keinginannya untuk memahami dunia di sekitarnya tidak pernah kandas dan mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di tingkat Kabupaten Aceh Selatan. Arisqa menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, dia harus bekerja keras dan berlatih dengan tekun.  Dengan dukungan penuh dari orang tuanya yang selalu mengingatkannya di depan pintu gerbang sekolahnya, ayahnya berkata, “Nak teruslah berproses dan jangan lupa hormati gurumu”.    Dengan    bimbingan dari guru-guru di sekolahnya, Arisqa mempersiapkan diri dengan baik. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Arisqa selalu menyempat...

Profesor

Oleh Ahmad Rizali Berdomisili di Depok Jagat maya akademik sedang gaduh karena ibu Megawati memperoleh gelar Guru Besar Tidak Tetap Honoris Causa dari Universitas Hankam.  Beberapa sahabat saya sering jengah bahkan ada yang berang, karena kadangkala saat diundang bicara dalam sebuah perhelatan akademis, ditulislah di depan namanya gelar Prof. Dr.    Setiap saat pula beliau menjelaskan bahwa dirinya hanya S1.  Satu lagi sahabat saya yang bernasib sama dengan yang di atas. Kalau yang ini memang dasar "rodok kusruh" malah dipakai guyon. Prof diplesetkan menjadi Prov alias Provokator, karena memang senangnya memprovokasi orang dengan tulisan-tulisannya , terutama dalam diskusi cara beragama dan literasi.  Sayapun mirip dengan mereka berdua. Namun karena saya di ijazah boleh memakai gelar Insinyur, tidak bisa seperti mereka yang boleh memakai Drs, yang juga kadang diplesetkan kembali menjadi gelar doktor lebih dari 1. Saya pikir mereka yang pernah memperoleh gelar Do...

Berbagi Rambutan

  Oleh Salsabila Z   ​ Hari ini, Zain memanen buah rambutan di samping rumah bersama sang Ayah. Ia senang sekali, karena pohon rambutannya berbuah lebat dan rasanya pun manis. ​ “Alhamdulillaahh...” ujar Zain sambil memakan satu buah rambutan. ​ “Iya, alhamdulillaah...” ujar Ayah.”O ya, nanti Zain bantu Kak Salma membagi buah rambutann ini ke tetangga ya?” pinta Ayah sambil membagi  buah-buahan itu  sama banyak lalu menalinya dengan rafia. ​ “Kenapa dibagi Yah? Mending ,  kita  jual saja.  Biar tetanggak kita beli, lalu kita dapat banyak uang ,  deh,” usul Zain. Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya untuk membeli mainan baru  dari hasil menjual rambutan  nanti . ​ “Ya, nanti kita akan jual rambutan ini kepada Pak Sukri, pedagang buah samping pasar itu. tapi tidak semuanya. Ada yang kita bagi sama tetangga dan ada juga yang kita sisihkan untuk kita makan sekeluarga,” jawab Ayah. ​ “Kok begitu Yah?” ​ “Ya, tidak ada salahn ya   dong,...