Oleh Ahmad Rizali
Berdomisili di Depok
Dua puluh tahun silam, sebuah riset oleh tim Jepang yang tidak dipublikasikan dengan semarak menyebutkan bahwa di masa depan (saat ini) 3 jenis bisnis yang tumbuh pesat adalah: Wellness, Education dan Digital/IT. Riset itu terbukti.
Kemarin seorang wartawan ekonomi dari sebuah lembaga besar membandingkan nasib Amerika Selatan yang terengah -engah keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah menuju penghasilan tinggi.
Mencemaskannya, sang wartawan menilai negara Asean dengan rujukan Amerika Latin. Dituliskan, Indonesia, Filipina dan Thailand bisa bernasib buruk karena sektor pendidikan dianggarkan kecil terhadap PDB negaranya.
Saya melihatnya sebagai kepedulian terhadap pendidikan dengan benar. Meski dianggarkan 20 % terhadap APBN, jika tidak fokus, maka bak menggarami air laut. Apalagi jika 20% itu terhitung kecil (relatif dibanding negeri acuan) persentasenya terhadap PDB, selesai sudah. Tak berdampak.
Betul, APBN kita terbatas. Justru karena terbatas itulah mesti ada prioritas bagian mana dari pendidikan kita yang perlu disokong habis-habisan.
Saya anjurkan kita mengikuti negeri yang sukses melewati "Middle Income Trap" yaitu dengan fokus mendidik warganya di jenjang pendidikan dasar. Tidak hanya diberi kegratisan saja, namun kendalikan mutunya.
Sudah terlalu lama kita komplasen (merasa semua baik baik saja) dan "taken for granted" dengan persepsi, jika sudah lulus SD/MI, maka kompetensi dasar dikuasai. Fakta keras membuktikan hal itu tidak terjadi.
Jika kita tak juga fokus dengan mengendalikan mutu SD/MI dan merekalah murid yang akan menjadi WNI 20 tahun lagi, beranikah kita yakin bahwa Indonesia akan keluar dari Jebakan itu ?
Benar. Kita harus fokus pada PAUD dan TK/RAsRA SD/MI agar semua siswa dapat berimajinasi sesuai tahapan umurnya serta dapat menuntaskan kompetensi dasar dalam bidang Spiritual dan Sosial sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan sehat dan beradab.
BalasHapus