Langsung ke konten utama

TETESKAN SEDIKIT SAJA AIRMATA KITA

 


Oleh Nurdin F.Joes

Teteskan sedikit saja airmata kita

Masih banyak saudara kita, pedih menderita

Ada yang belum makan pagi

Sementara kita sudah selesai mencuci tangan,

menutup makan malam 


Teteskan sedikit saja airmata kita

Tetangga kita masih mengurung diri

di rumah yatim, miskin, dan duafa

Sementara kita sudah berkeliling kota

Meniup terompet kegembiraan

Merayakan tahun yang berganti 


Teteskan sedikit saja airmata kita

Tubuh jiwa petani terbakar matahari

Tanah ladangnya kering kerontang

Irigasi yang kita bangun tak berfungsi

Dan benih tanaman yang kita salurkan

banyak pula yang palsu

Sementara kita telah banyak mengambil laba 


Teteskan sedikit saja airmata kita

Para nelayan mengayuh sampan

Mencari nafkah anak istrinya

Matanya perih menatap sampan sampan bermesin

Bergerak secepat angin

Sementara bantuan yang kita berikan

Sering-sering cacat tercela 


Teteskan sedikit saja airmata kita

Saudara kita tertatih ke taman-taman perobatan

Mencari beberapa butir obat penyembuh sakit

yang sudah menahun mereka derita

Mereka kurang paham berkomunikasi

karena tak bisa bahasa

Mereka juga kurang cakap bersantun-santun

dan bertatakrama

karena tinggal di rimba

Sementara kita merasa terganggu

Lalu memandang tajam dengan ekor mata 


Teteskan sedikit saja airmata kita

Banyak rakyat belum sembuh 

dari luka dan trauma

Sementara kita masih belum rela merawat kedamaian

Lalu mengibarkan selaksa propaganda

Membangun babak baru penderitaan

Lalu rakyatlah yang memikul beban sengsara 


Teteskan sedikit saja airmata kita

Betapa bencana terus melanda tanah kita

Tubuh dan harta rakyat jadi korban

Padahal mereka sangat tak berdosa

tidak paham menebang hutan

tapi tiba-tiba banjir menerkam mereka 


Teteskan sedikit saja airmata kita

Saudara kita masih terisolasi

di tanah-tanah pedalaman

Jembatan gantung dan jalan penghubung

yang kita bangun

kurang bermutu dan tak berguna

Sementara kita leluasa memacu mobil

di tengah ibukota 


Teteskan sedikit saja airmata kita

Ibu-ibu renta menggelar tikar

di kaki-kaki lima

Menjual beberapa sisir pisang dan sedikit sayur-mayur

Mencari sedikit biaya sekolah dan jajan anak-cucunya

untuk esok pagi

Sementara kita terkadang dengan kasar

dan gagah perkasa mengusirnya

Mereka tak dapat bicara apa apa

Menelan pedih, bersalah mengais rezeki

di atas tanah negara 


Teteskan sedikit saja airmata kita

Kita sedang menghitung jumlah gaji

Lalu membeli tanah-tanah garapan

Sementara saudara kita masih tertatih

meminta-minta

Untuk membeli satu ons beras 

bagi makan keluarga

Lalu menghitung jumlah butir nasi

Saat bersama makan berbagi 


Kepada seluruh umat bumi

Teteskan sedikit saja airmata kita

Bahwa pada tahun yang sudah berganti

Betapa masih banyak saudara kita

pedih menderita 


Banda Aceh, 1 Januari 2010 


Nurdin F.Joes, lahir di Sigli 4 Januari 1963. Puisinya berjudul Menangislah untuk Anak-anak Negeri (Weep for the Children of the Land), memenangkan Lomba Cipta Puisi Untuk Kemerdekaan Namibia (Toward Namibian Independence), diselenggarakan Badan Penerangan PBB (UNIC) 1987.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mimpi Besar Arisqa Rinaldi Terwujud dalam Usaha dan Doanya

Arisqa murid kelas 5 SDN 2 Kandang, Kecamatan Kleut Selatan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada ilmu pengetahuan, yaitu di bidang IPA (Ilmu Pengetahuan Alam). Setiap malam, dia selalu meluangkan waktunya untuk membaca buku-buku tentang sains, melakukan eksperimen sederhana dan bertanya kepada gurunya tentang berbagai fenomena alam yang menarik minatnya. Keinginannya untuk memahami dunia di sekitarnya tidak pernah kandas dan mimpi terbesarnya adalah menjadi juara dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) di tingkat Kabupaten Aceh Selatan. Arisqa menyadari bahwa untuk mencapai mimpinya, dia harus bekerja keras dan berlatih dengan tekun.  Dengan dukungan penuh dari orang tuanya yang selalu mengingatkannya di depan pintu gerbang sekolahnya, ayahnya berkata, “Nak teruslah berproses dan jangan lupa hormati gurumu”.    Dengan    bimbingan dari guru-guru di sekolahnya, Arisqa mempersiapkan diri dengan baik. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, Arisqa selalu menyempat...

Profesor

Oleh Ahmad Rizali Berdomisili di Depok Jagat maya akademik sedang gaduh karena ibu Megawati memperoleh gelar Guru Besar Tidak Tetap Honoris Causa dari Universitas Hankam.  Beberapa sahabat saya sering jengah bahkan ada yang berang, karena kadangkala saat diundang bicara dalam sebuah perhelatan akademis, ditulislah di depan namanya gelar Prof. Dr.    Setiap saat pula beliau menjelaskan bahwa dirinya hanya S1.  Satu lagi sahabat saya yang bernasib sama dengan yang di atas. Kalau yang ini memang dasar "rodok kusruh" malah dipakai guyon. Prof diplesetkan menjadi Prov alias Provokator, karena memang senangnya memprovokasi orang dengan tulisan-tulisannya , terutama dalam diskusi cara beragama dan literasi.  Sayapun mirip dengan mereka berdua. Namun karena saya di ijazah boleh memakai gelar Insinyur, tidak bisa seperti mereka yang boleh memakai Drs, yang juga kadang diplesetkan kembali menjadi gelar doktor lebih dari 1. Saya pikir mereka yang pernah memperoleh gelar Do...

Berbagi Rambutan

  Oleh Salsabila Z   ​ Hari ini, Zain memanen buah rambutan di samping rumah bersama sang Ayah. Ia senang sekali, karena pohon rambutannya berbuah lebat dan rasanya pun manis. ​ “Alhamdulillaahh...” ujar Zain sambil memakan satu buah rambutan. ​ “Iya, alhamdulillaah...” ujar Ayah.”O ya, nanti Zain bantu Kak Salma membagi buah rambutann ini ke tetangga ya?” pinta Ayah sambil membagi  buah-buahan itu  sama banyak lalu menalinya dengan rafia. ​ “Kenapa dibagi Yah? Mending ,  kita  jual saja.  Biar tetanggak kita beli, lalu kita dapat banyak uang ,  deh,” usul Zain. Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya untuk membeli mainan baru  dari hasil menjual rambutan  nanti . ​ “Ya, nanti kita akan jual rambutan ini kepada Pak Sukri, pedagang buah samping pasar itu. tapi tidak semuanya. Ada yang kita bagi sama tetangga dan ada juga yang kita sisihkan untuk kita makan sekeluarga,” jawab Ayah. ​ “Kok begitu Yah?” ​ “Ya, tidak ada salahn ya   dong,...